BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Rumah sakit merupakan
organisasi yang didalamnya membawa fungsi sosial, namun bersamaan dengan perkembangan
yang pesat, rumah sakit bukan lagi mengemban fungsi sosial saja melainkan sudah
merambah dunia bisnis yang penuh persaingan dan penuh strategi-strategi tertentu
untuk tetap bertahan dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Oleh karena itu
dibutuhkan pengelolaan layanan jasa
kesehatan yang baik dari rumah sakit agar pelayanan jasa kesehatan yang
diberikan dapat
memuaskan kebutuhan pengguna layanan jasa kesehatan (Aditama, 2004).
Menurut Undang-Undang No. 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, fungsi rumah sakit adalah menyelenggarakan
pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit, memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, dan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Dalam memberikan
pelayanan jasa kesehatan yang baik maka diperlukan kerja sama yang baik dari
tenaga kerja yang ada di rumah sakit, peran yang diberikan sesuai dengan profesi
yang dimiliki oleh para tenaga medis maupun non medis. Salah satu peran yang penting
dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah peran unit logistik
non medis. Logistik non medis di rumah sakit biasanya merupakan barang kecil
dan disebut dengan barang keperluan rumah tangga dari rumah sakit.
Walaupun terdiri dari
barang kecil, sering murah harganya, tetapi logistik non medis dapat mengangkat
nama baik rumah sakit, seperti toilet di rumah sakit bila tidak ada risol maka
toilet tersebut akan menjadi bau yang secara langsung maupun tidak langsung mengganggu
kenyamanan kerja petugas di rumah sakit itu sendiri maupun pengguna jasa
kesehatan yang ada di rumah sakit tersebut. Walaupun terdiri dari barang yang
kecil, namun bila dijumlahkan akan bernilai rupiah besar apalagi dalam jangka
waktu yang panjang. Kepentingan tersebut biasanya baru terasa bila terjadi
kasus seperti di atas, dan nantinya akan ada saling menyalahkan diantara yang
terlibat. Untuk menghindari hal ini, ada baiknya diatur pengelolaan yang
sederhana tetapi tepat, tidak menjadi rumit dan birokratis, mudah untuk
diikuti, tepat dan menjamin terjadinya efisiensi.
Pemerintah menyebutkan
pelaksanaan pengadaan barang/jasa memang sering terjadi permasalahan, baik itu
yang dilakukan oleh pihak penyedia maupun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Permasalahan tersebut bisa saja memang disengaja untuk mendapatkan keuntungan
bagi kelompok tertentu, atau kadang kala memang terjadi karena ketidaktahuan
peraturan yang ada dalam proses pengadaan. Pengadaan barang/jasa adalah
aktivitas pemerintah yang dianggap paling rentan terhadap korupsi dan ini
terjadi dimanapun diseluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
misalnya, aturan hukum yang mengatur kegiatan pengadaan barang dan jasa masih
belum jelas, lemahnya implementasi karena pemahaman prosedur yang kurang baik,
lemahnya penegakan hukum terhadap berbagai pelanggaran, kapasitas pelaksana di
lapangan belum memadai dan lemahnya pengawasan dalam proses pengadaan yang
dilakukan.
Rumah sakit melakukan
pengadaan peralatan kesehatan yang berguna untuk menggerakkan kegiatan
operasionalnya yang berorientasi memberikan pelayanan kesehatan sebaik mungkin.
Namum sering kita jumpai ketersediaan peralatan kesehatan yang dimiliki belum dapat
dikatakan memadai sehingga berakibat pada waktu tunggu yang cukup lama untuk
mendapatkan penanganan medis (Sabarguna,
2005).
Berdasarkan latar
belakang di atas maka penulis tertarik membuat makalah ini yang berjudul “Model
Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit”.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa
yang dimaksud dengan Rumah Sakit ?
2. Apa
yang dimaksud dengan Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit ?
3. Bagaimana
Model Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit ?
4. Bagaimana
Standar Operasional (SOP) Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini, yaitu ?
1. Untuk
mengetahui definisi Rumah Sakit
2. Untuk
mengetahui Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit
3. Untuk
mengetahui Model Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit
4. Untuk
mengetahui Standar Operasional (SOP) Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit
BAB II
ISI
A.
Definisi
Rumah Sakit
Rumah
sakit menurut organisasi kesehatan dunia World
Health
Organization (WHO),
menjelaskan mengenai rumah
sakit dan perannya, bahwa rumah sakit merupakan suatu bagian integral dari organisasi
sosial dan medis yang fungsinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh pada masyarakat baik
pencegahan maupun penyembuhan dan pelayanan pada pasien yang jauh dari keluarga
dan lingkungan tempat
tinggalnya, serta sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan tempat penelitian biososial
(Adisasmito, 2009).
Rumah
sakit memegang peran sangat strategis dalam upaya memperbaiki derajat kesehatan
masyarakat. Sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan, rumah sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan
untuk memberikan pelayanan
kesehatan
dalam bentuk perawatan, pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan diagnosis lainnya yang
dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas kemampuan teknologi dan sarana yang disediakan di
rumah sakit.
Rumah sakit memiliki
harta kekayaan berupa barang-barang inventaris baik peralatan medis maupun non
medis yang digunakan untuk membantu menyelesaikan dan menunjang kegiatan
operasional rumah sakit dengan mudah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah digariskan. Dalam memenuhi kebutuhan peralatan penunjang pada rumah sakit
mutlak diperlukan adanya administrasi perbekalan yang didalamnya terdapat
beberapa fungsi untuk dilaksanakan secara baik dan saling berkaitan. Dalam
kegiatan administrasi perbekalan, rumah sakit memperoleh peralatan medis maupun
non medis melalui proses pengadaan (Wijono, 1999).
B.
Pengadaan
1.
Pengertian
Pengadaan
Pengadaan adalah
kegiatan membeli dan menerima barang atau jasa. Proses ini dimulai dari
persiapan barang atau jasa apa yang ingin dibeli hingga persetujuan untuk
melakukan pembayaran ke pihak ketiga. pengadaan atau procurement adalah
kegiatan untuk mendapatkan barang atau jasa secara transparan, efektif dan
efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya (Christopher, 2007).
Sedangkan menurut
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 1 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pengadaan adalah kegiatan untuk memperoleh
Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi
lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Pasal 1 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan bahwa pengadaan dapat dilakukan dengan
beberapa jenis metode sebagai berikut :
a.
Pelelangan Umum adalah metode
pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan
Konstruksi/ Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh
semua Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang
memenuhi syarat.
Konstruksi/ Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh
semua Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang
memenuhi syarat.
b.
Pelelangan Terbatas adalah metode
pemilihan Penyedia Pekerjaan
Konstruksi untuk Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang
mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang
kompleks.
Konstruksi untuk Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang
mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang
kompleks.
c.
Pelelangan Sederhana adalah metode
pemilihan Penyedia Barang/Jasa
Lainnya untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00
(Dua Ratus Juta Rupiah).
Lainnya untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00
(Dua Ratus Juta Rupiah).
d.
Pemilihan Langsung adalah metode
pemilihan Penyedia Pekerjaan
Konstruksi untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah).
Konstruksi untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah).
e.
Seleksi Umum adalah metode pemilihan
Penyedia Jasa Konsultansi untuk
pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Jasa
Konsultansi yang memenuhi
syarat.
f.
Seleksi Sederhana adalah metode
pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi
untuk Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00
(Dua Ratus Juta Rupiah).
untuk Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00
(Dua Ratus Juta Rupiah).
g.
Sayembara adalah metode pemilihan
Penyedia Jasa yang
memperlombakan gagasan orisinal, kreatifitas dan inovasi tertentu yang
harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan.
memperlombakan gagasan orisinal, kreatifitas dan inovasi tertentu yang
harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan.
h.
Kontes adalah metode pemilihan
Penyedia Barang yang memperlombakan Barang/benda tertentu yang tidak
mempunyai harga pasar dan yang harga/biayanya
tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan.
i.
Penunjukan Langsung adalah metode
pemilihan Penyedia Barang/Jasa
dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa.
dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa.
j.
Pengadaan Langsung adalah Pengadaan
Barang/Jasa langsung kepada
Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan/ Seleksi/Penunjukan
Langsung.
Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan/ Seleksi/Penunjukan
Langsung.
k.
Pengadaan Secara Elektronik atau e-procurement
adalah pengadaan
barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
2.
Prinsip Pengadaan
Hardjowijono (2008)
mengatakan bahwa pengadaan barang/jasa harus dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip pengadaan yang dipraktekkan secara efisien, efektif, persaingan
sehat, keterbukaan, transparan, tidak diskriminasi dan akuntabilitas.
a. Efisien
Prinsip efisien dalam
pengadaan barang dan jasa adalah dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
diperoleh barang dan jasa dalam jumlah, kualitas yang diharapkan, dan diperoleh
dalam waktu yang optimal.
b. Efektif
Prinsip efektif dalam pengadaan
barang dan jasa adalah dengan sumber daya yang tersedia diperoleh barang dan
jasa yang mempunyai nilai manfaat setinggi-tingginya.
c. Persaingan
Sehat
Prinsip persaingan yang
sehat dalam pengadaan barang dan jasa adalah adanya persaingan antar calon
penyedia barang dan jasa berdasarkan etika dan norma pengadaan yang berlaku,
tidak terjadi kecurangan dan praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
d. Terbuka
Prinsip terbuka dalam pengadaan barang
dan jasa adalah memberikan kesempatan kepada semua penyedia barang dan jasa
yang kompeten untuk mengikuti pengadaan.
e. Transparansi
Prinsip transparansi dalam pengadaan
barang dan jasa adalah pemberian informasi yang lengkap tentang aturan
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa kepada semua calon penyedia barang dan
jasa yang berminat dan masyarakat.
f. Tidak
Diskriminatif
Prinsip tidak diskriminatif dalam
pengadaan barang dan jasa adalah pemberian perlakuan yang sama kepada semua
calon penyedia barang dan jasa yang berminat mengikuti pengadaan barang dan
jasa.
g.
Akuntabilitas
Prinsip akuntabilitas dalam pengadaan yakni pertanggungjawaban
pelaksanaan pengadaan barang/jasa kepada para pihak yang terkait dan
masyarakat berdasarkan etika, norma, dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Prinsip akuntabilitas dalam pengadaan yakni pertanggungjawaban
pelaksanaan pengadaan barang/jasa kepada para pihak yang terkait dan
masyarakat berdasarkan etika, norma, dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
3.
Etika Pengadaan
Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 54 Pasal 6 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah menjelesakan etika pengadaan yang harus dilakukan oleh pihak
pelaksana dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah diantaranya sebagai
berikut:
a. Melaksanakan
tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran,
kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
b. Bekerja
secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan
Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa;
c. Tidak
saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat
terjadinya persaingan tidak sehat;
d. Menerima
dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan
sesuai dengan kesepakatan tertulis para
pihak;
e. Menghindari
dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam
proses Pengadaan Barang/Jasa;
f. Menghindari
dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam
Pengadaan Barang/Jasa;
g. Menghindari
dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi
dengan tujuan untuk keuntungan pribadi,
golongan atau pihak lain yang
secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara; dan
h. Tidak
menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima
hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun
yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
4.
Organisasi pengadaan
Pihak pelaksana proses
pengadaan barang/jasa pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Pasal 7 Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
adalah sebagai berikut:
a. PA/KPA
(Pengguna Anggaran) atau (Kuasa Pengguna Anggaran) adalah pejabat pemegang
kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat
Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD;
b. Pejabat
Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
c. Unit
Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi
pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di
Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi yang bersifat
permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.
d. Pejabat
Pengadaan adalah personil yang memiliki sertifikat keahlian pengadaan
barang/jasa yang melaksanakan pengadaan barang/jasa.
e. Panitia/Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/ pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA
yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
5.
Prosedur Pengadaan
Prosedur Pengadaan
menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:
a. Pengguna
Anggaran menunjuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menggunakan APDB untuk
bertanggung jawab atas pelaksannaan pengadaan barang/jasa pemerintah.
b. PPK
membuat RUP (Rencana Umum Pengadaan) sesuai dengan usulan pengadaan.
c. Pejabat
Pembuat Komitmen menunjuk ULP (Unit Layanan Pengadaan) atau Pejabat Pengadaan
untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah.
d. Pejabat
Pengadaan kemudian melakukan komunikasi dengan Penyedia
Barang/Jasa.
Pejabat Pengadaan melakukan pembelian
barang/jasa sesuai dengan
Rencana Umum Pengadaan yang disampaikan
oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).
e. Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) melakukan penerimaan dan pemeriksaan terhadap
hasil pengadaan barang/jasa yang telah dilakukan
oleh Pejabat Pengadaan. Pejabat Penerima
Hasil Pekerjaan menerima penyerahan pekerjaan setelah seluruh hasil pengadaan
barang/jasa telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
kontrak.
C.
Model
Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit (Contoh Kasus)
1. Proses
Pengadaan Logistik Non Medis
Pengadaan Logistik non
medis sangat berperan penting dalam memenuhi kebutuhan akan pelayanan
kesehatan, khususnya bagi pelayanan administrasi di rumah sakit Panti Nugroho.
Untuk menjaga agar pelayanan tersebut tidak terhambat karena kekurangan/kehabisan
stock, serta menjaga ketepatan dan waktu dalam memberikan pelayanan kesehatan,
maka perlu dilakukan proses pengadaan. Berdasarkankan hasil wawancara dan chek
list dengan kepala bagian logistik non medis di rumah sakit Panti Nugroho
mengatakan bahwa :
“….Kepala
logistik non medis membuat surat permintaan pembelian kemudian ditandatangi
oleh kepala bagian rumah tangga, selanjutnya di perksa oleh bagian akuntansi/
anggaran yang di ketahui oleh kasie administrasi dan setujui oleh direktur
untuk di lakukan order pembelian pengadaan barang…” (Informan C)
Dalam melakukan proses pengadaan,
petugas logistik non medis di rumah sakit Panti Nugroho melakukan
kegiatan/tahapan antara lain:
a. Perencanaan
Pengadaan Logistik Non Medis
Sebelum melakukan
pemesanan logistik non medis, petugas logistik membuat perencanaan pengadaan
dan menentukan kebutuhan logistik non medis, perencanaan ini dimaksud untuk
menentukan jenis logistik non medis yang dibutuhkan dan akan dipesan, berapa
jumlah pemesanan, kemana akan dipesan, harga dan potongan harga yang diberikan.
Dalam hal ini keahlian dan ketelitian sangat dibutuhkan untuk mencegah
terjadinya kesalahan dalam perencanaan baik berkaitan dengan jenis, jumlah dan
harga.
Untuk merencanakan dan
menentukan kebutuhan logistik non medis dapat dilihat dari tingkat kebutuhan
masing-masing bagian yang ditentukan dengan banyaknya kunjungan pengguna jasa
layanan di rumah sakit.Semakin besar jumlah pengguna jasa layanan kesehatan
maka semakin besar kebutuhan logistik non medis yang diperlukan.
Disamping itu dalam
menentukan perencanaan dan tingkat kebutuhan logistik non medis, petugas
logistik juga melihat jumlah stock akhir dari masing-masing jenis logistik non
medis di gudang. Jika stock logistik non medis sudah mencapai batas minimal,
maka petugas sudah mulai merencanakan untuk melakukan pengadaan dengan jumlah
order untuk tiap jenis logistik non medis yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penetapan perencanaan pengadaan dan order dimaksud agar stock yang tersedia
juga tidak terlalu banyak sehingga dapat meningkatkan efisiensi.
Dalam membuat perencaan
pengadaan, petugas mencatat nama-nama logistik non medis yang sudah mencapai
batas minimal yang dibutuhkan oleh masing-masing unit kelembar permohonan
pengadaan barang logistik non medis sesuai jumlah batasan order yang telah
ditetapkan, kemudian diajukan kepada direktur melalui bagian rumah tangga.
Setelah disetujui barulah dibuatkan SOP (Surat Order Pembelian)untuk melakukan
pembelian logistik non medis.
b. Penganggaran
kebutuhan
Dalam melakukan
pengelolaan logistik non medis tentunya memerlukan penganggaran biaya. Untuk
penganggaran logistik non medis di rumah sakit Panti Nugroho Yogyakarta,
penganggaran disediakan oleh bagian keuangan kepada bagian/unit rumah tangga
dan diketahui oleh direktur untuk dilakukan pembelian.
c. Cara
Pengadaan
Pengadaan logistik non
medis di rumah sakit Panti Nugroho Yogyakarta dilakukan dengan
pemesanan/pembelian secara langsung.Pemesanan/pembelian dilakukan setiap saat
sesuai dengan kebutuhan logistik non medis. Setelah membuat perencanaan
logistik non medis yang dibutuhkan, maka petugas logistik melakukan pemesanan
logistik non medis dengan menggunakan formulir PP (Permintaan Pembelian)
melalui bagian rumah tangga, bagian keuangan, kasie administrasi dan direktur
untuk dilakukan order pembelian logistik non medis yang diperlukan. Berdasarkankan
hasil wawancara dan chek list dengan kepala bagian logistik non medis di rumah
sakit Panti Nugroho mengatakan bahwa:
“…2
minggu sekali untuk logistik barang non medis yang rutin di gunakan dan untuk
yang tidak rutin di adakan setahun sekali…” (Informan C).
D.
Standar
Operasional (SOP) Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit (Contoh Kasus)
RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH KOTA MATARAM
|
PENGADAAN
BARANG/JASA
|
|||
No.Dokumen
01.03.01.04.14
|
No.Revisi
|
Halaman
|
||
Tanggal terbit
1 april 2014
|
Ditetapkan
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram
Direktur,
Dr.H.L.Herman
Mahaputra.M.Kes
NIP.196811102001121003
|
|||
SOP (STANDAR
OPERATIONAL PROSEDUR)
|
||||
Pengertian
|
Serangkaian proses pelaksanakan kegiatan pengadaan
barang/jasa rumah sakit umum daeran kota mataram guna mendukung kelancaran
operasional institusi
|
|||
Tujuan
|
Panduan bagi pihak-pihak terkait (pengguna anggaran,
pejabat pembuat komitmen, pejabat pengadaan barang/jasa, pejabat penerima
hasil pekerjaan, pejabat pelaksana teknis kegiatan) dalam melaksanakan
pengadaan barang dan jasa sesuai aturan yang berlaku
|
|||
prosedur
|
1.
Kegiatan-kegiatan yang ada dalam DPA/DIPA dikelompokan kedalam 2 (dua)
jenis, yaitu kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan melalui swakelola atau
penyedia.
2.
Pekerjaan yang dilakukan melalui penyedia dibedakan lagi berdasarkan
jenis pengadaannya, yaitu a). Barang; b). Pekerjaan konstruksi; c). Jasa
konsultasi; d). Jasa lainnya.
3.
Jenis-jenis pengadaan tersebut dipecah lagi dsan dikelompokan kedalam
ruang lingkup kompetensi penyedia (dikelompokan kedalam bidang atau subbidang
penyedia).
4.
Berdasarkan ruang lingkup kopetensi, penyedia dikelompokan kembali
berdasarkan nilai anggarannya kedalam metode pengadaannya.
5.
Khusus untuk paket pengadaan yang memenuhi persyaratan khusus dan
tertentu sebagaimana disebut dalam pasal 38/pasal 44 maka dilakukan dengan
penunjukan langsung atau jika barang/ jasanya terdapat dikatalog maka
dilakukan dengan cara e-purchasing.
6.
Pengguna anggaran (PA) menunjuka dan memerintahkan pejabat pembuat
komitmen (PPK) untuk melaksanakan pengadaan barang/ jasa sesuai aturan yang
berlaku;
7.
PPK menyusun dan menetapkan KAK, spesifikasi teknis, harga perkiraan
sendiri (HPS), rancangan kontrak, gambar-gambar sesuai jenis pekerjaan yang
dilaksanakan.;
8.
PPK memerintahkan unit layanan pengadaan (ULP) atau pejabat pengadaan
barang/ jasa untuk melaksanakan proses pengadaan barang an jasa sesuai yang
berlaku;
9.
ULP atau pejabat pengadaan barang/ jasa melakukan proses pengadaan barang/
jasa sampai mendapatkan penyedia barang/jasa;
10.
Berdasarkan penetapan penyedia barang/jasa, PPK menyusun dan
menetapkan rancangan kontrak pekerjaan pengadaan barang/jasa;
11.
Setelah proses pengadaan barang/jasa selesai, dilakukan proses
pemeriksaan hasil pekerjaan oleh pejabat penerima hasil pekerjaan;
12.
Jika pekerjaan dinyatakan telah selesai dan sesuai dengan spesifikasi
teknis pekerjaan, maka PPK membuat berita pembayaran;
13.
Semua rangkaian proses pengadaan barang/ jasa dari awal sampai akhir
dilakukan penggandaan dan dijilid rapi.
|
|||
Unit terkait
|
Semua unit RSUD Kota Mataram
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Rumah sakit menurut organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO),
menjelaskan mengenai rumah
sakit dan perannya, bahwa rumah sakit merupakan suatu bagian integral dari organisasi
sosial dan medis yang fungsinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh pada masyarakat baik
pencegahan maupun penyembuhan dan pelayanan pada pasien yang jauh dari keluarga
dan lingkungan tempat
tinggalnya, serta sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan tempat penelitian biososial
2.
Pengadaan Barang dan
Jasa di Rumah Sakit yaitu pengadaan adalah kegiatan membeli dan menerima barang
atau jasa. Proses ini dimulai dari persiapan barang atau jasa apa yang ingin
dibeli hingga persetujuan untuk melakukan pembayaran ke pihak ketiga. Pengadaan
atau procurement adalah kegiatan untuk mendapatkan barang atau jasa secara
transparan, efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
3.
Model Pengadaan Barang
dan Jasa di Rumah Sakit yakni proses pengadaan logistik non medis dengan
melakukan kegiatan atau tahapan, yaitu: perencanaan pengadaan logistik non
medis (menentukan jenis logistik non medis yang dibutuhkan dan akan dipesan,
berapa jumlah pemesanan, kemana akan dipesan, harga dan potongan harga yang
diberikan), penganggaran kebutuhan (penganggaran disediakan oleh bagian
keuangan kepada bagian/unit rumah tangga dan diketahui oleh direktur untuk
dilakukan pembelian), dan cara pengadaan (pemesanan/pembelian secara langsung).
4.
Standar Operasional
(SOP) Pengadaan Barang dan Jasa di Rumah Sakit yaitu Kegiatan-kegiatan yang ada
dalam DPA/DIPA dikelompokan kedalam 2 jenis (kegiatan-kegiatan yang dapat
dilakukan melalui swakelola atau penyedia), Pekerjaan yang dilakukan melalui
penyedia dibedakan lagi berdasarkan jenis pengadaannya (Barang; Pekerjaan
konstruksi; Jasa konsultasi; Jasa lainnya), Jenis-jenis pengadaan tersebut
dipecah lagi dan dikelompokan kedalam ruang lingkup kompetensi penyedia
(dikelompokan kedalam bidang atau subbidang penyedia), Berdasarkan ruang
lingkup kopetensi, penyedia dikelompokan kembali berdasarkan nilai anggarannya
kedalam metode pengadaannya, Khusus untuk paket pengadaan yang memenuhi
persyaratan khusus dan tertentu sebagaimana disebut dalam pasal 38/pasal 44
maka dilakukan dengan penunjukan langsung atau jika barang/ jasanya terdapat
dikatalog maka dilakukan dengan cara e-purchasing,
Pengguna anggaran (PA) menunjuk dan memerintahkan pejabat pembuat komitmen
(PPK) untuk melaksanakan pengadaan barang/ jasa sesuai aturan yang berlaku; PPK
menyusun dan menetapkan KAK, spesifikasi teknis, harga perkiraan sendiri (HPS),
rancangan kontrak, gambar-gambar sesuai jenis pekerjaan yang dilaksanakan; PPK
memerintahkan unit layanan pengadaan (ULP) atau pejabat pengadaan barang/ jasa
untuk melaksanakan proses pengadaan barang an jasa sesuai yang berlaku; ULP
atau pejabat pengadaan barang/ jasa melakukan proses pengadaan barang/ jasa
sampai mendapatkan penyedia barang/jasa; Berdasarkan penetapan penyedia
barang/jasa, PPK menyusun dan menetapkan rancangan kontrak pekerjaan pengadaan
barang/jasa; Setelah proses pengadaan barang/jasa selesai, dilakukan proses
pemeriksaan hasil pekerjaan oleh pejabat penerima hasil pekerjaan; Jika
pekerjaan dinyatakan telah selesai dan sesuai dengan spesifikasi teknis
pekerjaan, maka PPK membuat berita pembayaran; Semua rangkaian proses pengadaan
barang/ jasa dari awal sampai akhir dilakukan penggandaan dan dijilid rapi.
B.
Saran
Disarankan agar dalam
pengadaan barang/jasa di bidang kesehatan diperlukan adanya kerjasama dengan
penegak hukum, baik dalam bentuk konsultasi maupun pendampingan mulai dari
tahap perencanaan sampai tahap selesainya seluruh kegiatan memperoleh
barang/jasa di bidang kesehatan.
0 Komentar