MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Oleh:
NAFILAH
N 201 14
051
PROGRAM
STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
TADULAKO
PALU
2018
Cara-cara mengukur kepuasan kerja:
1.
MINNESOTA SATISFACTION QUESTIONNAIRE (MSQ)
MSQ adalah kuesioner berbentuk kertas dan pensil dimana dapat
digunakan untuk mengukur sejauh mana kebutuhan dan nilai-nilai kepuasan pada
pekerjaan. MSQ dapat diberikan kepada kelompok atau pun secara individu dan
sesuai untuk digunakan pada individu yang sudah dapat membaca pada kelas lima
atau lebih tinggi. Dari keseluruhan bentuknya dapat digunakan secara netral
untuk seluruh gender. Petunjuk administrasi untuk menggunakan MSQ sudah
tercantum dalam sebuah buku kecil. Pada formulir MSQ yang bentuknya panjang
dibutuhkan 15 sampai 20 menit untuk menyelesaikannya. Sedangkan formulir yang
berbentuk pendek hanya dibutuhkan sekitar 5 menit. Untuk yang formulir pendek
adalah pengecualian apabila selama 15 sampai 20 menit waktu yang diperlukan
untuk mengisi formulir panjang tidak praktis, tetapi sangat disarankan formulir
panjang untuk digunakan, karena menyediakan lebih banyak informasi untuk
administrasi tambahan singkat waktu yang diperlukan.
Mengukur
kepuasan kerja pada 20 item skala, diantaranya:
1. kemampuan pemanfaatan (ability utilization) : manfaat atau kegunaan atas kemampuan
yang dimiliki
2. prestasi (achievement) : pencapaian prestasi
3. aktivitas (activity) : kegiatan yang dikerjakan sehari-hari
4. kemajuan (advancement) : kemajuan dalam keahlian dan
ketrampilan kerja
5. otoritas (authority) : wewenang yang dimiliki untuk
mengarahkan orang lain
6. kebijakan perusahaan (company policies) : kebijakan organisasi secara umum
7. kompensasi (compensation) : tingkat kesejahteraan yang diterima
8. rekan kerja (co-workers) : kerja sama dengan rekan kerja
9. kreativitas (creativity) : kreativitas yang berkembang
10. kemerdekaan (independence) : tingkat kemandirian dalam bekerja
11. keamanan (security) : tingkat keamanan kerja
12. layanan sosial (social service) : dukungan sosial dari rekan kerja dan
atasan
13. status sosial (social status) : posisi status sosial dalam pekerjaan
14. nilai moral (moral values) : kesamaan dalam nilai-nilai moral
15. pengakuan (recognition) : pengakuan atas kerja
16. tanggung jawab (responsibility) : tanggung jawab yang dimiliki
17. pengawasan – Human Relations (Supervision -Human Relations) : pengawasan atasan terhadap
relasi antar karyawan
18. pengawasan-Teknis (supervision-Technical) : pengawasan atasan atas hal-hal
teknis
19. variasi atau ragam (variety) : kegiatan selingan seperti seni dan
olahraga
20. kondisi kerja (working conditions) : kondisi lingkungan kerja
Contoh kuesioner MSQ:
NO
|
Pertanyaan
|
Pilihan jawaban
|
|||
S
|
SS
|
TS
|
STS
|
||
1.
|
Saya takut menggunakan komputer
karena takut membuat kesalahan yang tidak dapat saya perbaiki
|
||||
2.
|
Saya merasa tidak mantap dengan
kemampuan saya untuk menginterpretasikan print out komputer
|
||||
3.
|
Anda harus menjadi seorang yang
jenius untuk memahami semua tombol khusus yang ada di sebagian besar terminal
komputer (computer terminals)
|
||||
4.
|
Saya ingin menggunakan komputer
dalam pekerjaan saya
|
||||
5.
|
Tantangan dalam mempelajari
komputer itu sangat menyenangkan (exciting)
|
2.
Job Descriptive Index (JDI)
Job Descriptive
Index (JDI), yaitu pengukuran standar terhadap kepuasan kerja seperti yang
terkutip pada Riggio (1992), ”
The job Descriptive Index is a self-report job satisfaction rating scale
measuring five job facet: the job itself, supervision, pay,
promotion and co-workers”. Pernyataan
di atas menjelaskan bahwa terdapat lima dimensi pekerjaan yang menggambarkan
elemen-elemen utama dari pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang, yaitu:
pekerjaan itu sendiri, supervisi, pemberian upah, promosi dan mitra kerja.
Secara lebih terperinci kelima dimensi di atas dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1.
Pekerjaan itu sendiri (job itself)
2.
Supervisi (supervision)
3.
Imbalan (pay)
4.
Kesempatan promosi (promotion)
5.
Suasana tempat kerja (co-workers)
3.
Interview
Intervie merupakan percakapan
antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara.
Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi di mana sang pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk
dijawab oleh orang yang diwawancarai. seorang psikolog menyatakan bahwa
wawancara dapat menjadi alat bantu saat dilakukan oleh pihak yang mempekerjakan
seorang calon/ kandidat untuk suatu posisi, jurnalis, atau orang biasa yang sedang mencari tahu tentang kepribadian seseorang
ataupun mencari informasi.
1.
Wawancara
Terpimpin (Structured or Interview) Interview jenis ini dilakukan
berdasarkan pedoman-pedoman berupa kuesioner yang telah disiapkan masak-masak
sebelumnya. Sehingga interview tinggal membacakan pertanyaan-pertanya
kepada interviewee. Pertanyaan-pertanyaan di dalam pedoman
(kuesioner) tersebut disusun sedemikian rupa sehingga mencakup
variabel-variabel yang berkaitan dengan hipotesisnya. Uraian lebih lanjut dari
hal ini akan akan dibicarakan di dalam Prinsip-prinsip Penyusunan
Kuesioner.
2.
Wawancara Bebas
Terpimpin. Wawancara jenis ini merupakan kombinasi dari wawancara tidak
terpimpin dan wawancara terpimpin. Meskipun terdapat unsur kebebasan, tetapi
ada pengaruh pembicaraan secara tegas dan mengarah. jadi wawancara jenis ini
mempunyai ciri fleksibilitas (keluwesan) dan arah yang jelas. Oleh karena itu
sering dipergunakan untuk menggali gejala-gejala kehidupan psychis
antropalogis, misalnya latar belakang suatu keyakinan, motivasi dari suatu
perbuatan, harapan-harapan. dan unsur-unsur terpendam lainnya yang bersifat
sangat pribadi.
3.
FreeTalk dan
Diskusi. Apabila di dalam suatu wawancara terjadi suatu hubungan yang sangat
terbuka antara interviewer dan interviewee, maka
di sini sebenarnya kedua belah pihak masing-masing menduduki dwifungsi, yakni
masing-masing sebagai ”information hanter” dan “information
supplier: dan dalam keadaan demikian ini kedua belah pihak dengan hati terbuka
bertukar pikiran dan perasaan dan sesubjek mungkin mereka saling meberikan
keterangan-keterangan. Maka dalam situasi demikian ini berlangsunglah suatu
“free talk” atau berbicara bebas.
Contoh:
1.
Contoh wawancara terstruktur:
P : Apakah Anda mengetahui tentang peristiwa kebakaran yang terjadi di komplek
pertokoan ini yang baru terjadi kemarin?
S: Iya
P: Kapan peristiwa kebakaran tersebut terjadi?
S: Sekitar pukul 20.30 WIB.
P: Dimana Anda berada saat kebakaran terjadi?
S: Saya berada di dalam toko saya yang berjarak 300m dari kebakaran tersebut.
P: Bagaimana tindakan Anda begitu mengetahui peristiwa tersebut?
S: Langsung menelpon petugas pemadam kebakaran dan menyelamatkan
berkas-berkas penting serta barang berharga lainnya.
2.
Contoh wawancara tidak terstruktur:
P : Apakah Anda mengetahui akan tawuran antar pelajar SMA yang baru saja
terjadi di kota ini?
S : Iya
P: Anda mengetahui peristiwa tersebut dari mana?
S: Dari teman saya.
P: Apakah teman Anda melihat langsung kejadian tersebut?
S : Iya, ia sedang melintas daerah tersebut saat tawuran terjadi.
P : Apakah teman Anda ketakutan ketika melihat peristiwa tersebut atau malah
mendekat ke lokasi?
S : Ia malah mendekat ke lokasi dan sempat mengambil beberapa foto kejadian
tersebut.
Menurut Robbins
(2003:73) terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk
melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut :
1.
Single Global
Rating
Yaitu tidak lain
dengan minta individu merespon atas satu pertanyaan seperti : dengan
mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Responden
menjawab antara “Highly Satisfied” dan “Highly Dissatisfied”.
2.
Summation
Score lebih canggih
Mengidentifikasi
elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang
masing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah sifat
pekerjaan, supervisor, upah sekarang, kesempatan promosi dan
hubungan dengan kondisi kerja.
0 Komentar