Ciri Pemberdayaan Masyarakat
Suatu kegiatan atau program dapat
dikategorikan ke dalam pemberdayaan masyarakat apabila kegiatan tersebut tumbuh
dari bawah dan nonintriktif serta dapat memperkuat, meningkatkan atau
mengembangkan potensi masyarakt setempat, guna mencapai tujuan yang diharapkan.
Bentuk-bentuk pengembangan potensi masyarakat tersebut bermacam-macam, antara
lain sebagai berikut:
1.
Tokoh atau Pemimpin Masyarakat (Community Leaders)
Di subuah masyarakat apapun, baik
pedesaan, perkotaan, maupun pemukiman elit atau pemukiman kumuh, secara
alamiah, akan terjadi kristalisasi adanya pemimpin atau tokoh masyarakat.
Pemimpin atau tokoh masyarakat (Toma) ini dapat bersifat formal (Camat, Lurah,
Ketua RW/RT) maupun informal (Ustad, Pendeta Kepala Adat, dan sebagainya). Pada
tahap awal pemberdayaan masyarakat, maka petugas atau provider kesehatan terlebih dahulu melakukan pendekatan-pendekatan
kepada para tokoh masyarakat. Seperti telah kita ketahiu bersama bahwa
masyarakat kita masih paternalistic
atau masih berpola (menganut) kepada seseorang atau “sosok” tertentu di
masyarakatnya, yakni tokoh masyarakat. Apapun yang dilakukan oleh pemimpin
masyarakat akan diikuti atau dianut oleh bawahan atau masyarakat. Sebagai
petugas atau provider kesehatan harus
memanfaaatka tokoh masyarakat ini sebagai potensi yang harus dikembangkan untuk
pemberdayaan masyarakat.
2.
Organisasi Masyarakat (community organization)
Dalam suatu masyarakat selalu ada
organisasi-organisasi kemasyarakatan, baik formal maupun informal, misalnya:
PKK, Karang Taruna, Majelis Taklim, Kelompok-kelompok Pengajian,
Koperasi-koperasi, dan sebagainya. Organisasi-organisasi masyarakat ini
meripakan potensi yang baru dimanfaatkan dan merupakan mitra kerja dalam upaya
memberdayakan masyarakat. Pengalaman telah membuktikan bahwa posyandu dan
polindes yang juga telah menjadi organisasi masyarakat, merupakan wujud kerja
sama dari kemitraaan antara Puskesmas, pemerintah setempat, PKK, dan
sebagainya. Namun, sayangnya, pertumbuhan pusyandu di sebagian besar tempat
tampak dipaksakan dari atas (Puskesmas). Hal ini disebabkan karena Dinas
Kesehatan atau Puskesmas menargetkannya berdasarkan asumsi jumlah balita yang
ada di setiap lingkungan. Seharusnya Posyandu dibentuk bukan berdasarkan terget
dari Puskesmas, tetapi berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat. Demikian pula
kegiatan Posyandu pun seragam, terutama isi penyuluhan hanya mencakup gizi,
diare, dan keluarga berencana. Seharusnya, khusus isi materi penyuluhan di
dasarkan pada masalah setempat. Misalnya, apabila di wilayah itu termaksuk
endemis malaria atau filariasis, maka materi malaria atau filariasis juga dimasukkan
dalam penyuluhan.
3.
Pendanaan Masyarakat (Community Fund)
Dana sehat telah berkembang di
Indonesia sejak tahun 1970-an, mula-mula di Jawa Tengah yang akhirnya meluas di
berbagai daerah di Indonesia. Kemudian dana sehat ini berkembang, dan oleh
Depertemen Kesehatan diperluas dengan nama program JPKM (Jminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat). Dengan adanya program JPKM dari pemerintah, dalam hal
ini Depertemen Kesehatan, dana sehat yang sebelumnya telah tumbuh dari bawah
ini, justru makin hilang dari masyarakat. Sebenarnya baik dana sehat maupun
JPKM mempunyai prinsip yang sama yakni “yang sehat membantu yang sakit, yang
kaya membantu yang miskin” prinsip ini adalah inti gotong-royong sebagai salah
satu prinsip dari pemberdayaan masyarakat seperti telah diuraikan di atas. Disamping
dana sehata atau JPKM, pada saat ini diberbagai daerah yang difasilitasi oleh
LSM yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan telah dikembangkan berbagai bentuk
Community Fund antara lain Tabulin
(tabungan ibu bersalin), dan Tassia (tabungan suami sayang ibu dan anak). Baik
Tabulin maupun Tassia adalah bentuk community
fund tumbuh dari masyarakat, peranan provider
atau petugas adalah sebatas memfasilitasi. Dana Sehat/JPKM, Tabulin atau Tassia
adalah contoh-contoh potensi masyarakat dalam sebagai perwujudan community fund yang perlu dijaga
kelestariannya dan dikembangkan.
4.
Material Masyarakat (Community Material)
Sumber daya alam adalah slah satu
potensi masyarakat. Masing-masing daerah atau tempat mempunyai sumber daya alam
yang berbeda, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan. Di daerah
Banjarnegara, ada beberapa desa yang dekat kali dan kali tersebut menghasilkan
banyak batu. Dengan bergotong-royong masyarakat setempat yang dipimpin oleh
kepala desa, batu-batu tersebut dapat digunakan untuk pengerasan jalan yang
menuju ke fasilitas kesehatan (Puskesmas). Dengan fasilitas jalan yang telah
diperkeras tersebut memudahkan masyarakat mengakses pelayanan kesehatan. Hal
serupa terjadi di Pulau Lembeh Sulawesi Utara, dengan kekayaan alam batu dan
pasir, melalui tradisi “Mapalus” (gotong-royong), terwujudnya rumah sehat bagi
seluruh warga. Dengan adanya prestasi di desa ini, WHO memberikan penghargaan (award) untuk masyarakat di pulau ini.
Contoh lain terjadi di daerah
Purwokerto, di suatu desa yang kekurangan air bersih. Berdekatan dengan desa
tersebut ada mata air (water spring)
yang cukup besar. Oleh pimpinan masyarakat setempat dan memperoleh bantuan
teknis dari Universitas Jendral Sudirman, sumber air tersebut dimanfaatkan atau
dikelola. Masyarakat setempat diorganisasikan dan bergotong-royong untuk
membuat saluran air kerumah-rumah. Salauran atau pipa air yang digunakan adalah
berdasarkan teknologi tepat guna, yakni dari bambu yang banyak tersedia di desa
tersebut.
5.
Pengetahuan Masyarakat (Community Knowledge)
Semua bentuk penyuluhan kesehatan
kepada masyarakatmerupakan contoh pemberdayaan masyarakat yang meningkatkan
komponen pengetahuan masyarakat (Community
Knowledge). Dalam hal ini kegiatan penyuluhan kesehatan akan bernuansa
pemberdayaan masyarakat apabila dilakukan dengan pendekatan community base health education.
Contoh: lomba membuat poster tentang
pesan-pesan kesehatan pada event tertentu
misalnya hari jadi kota, atau hari kesehatan nasional. Disediakan hadiah bagi
pemenang untuk memotivasi para warga setempat. Hasilnya (yang dimenangkan)
tidak dikumpulkan, tetapi dipasang di temapat umum, misalnya Posyandu, di balai
desa, dan sebagainya. Demikian pula hasil atau setiap pemenang poster
pesan-pesan kesehatan yang terpasang akan menjadi sumber pengetahuan masyarakat
(Community Knowledge).
6.
Teknologi mayarakat (Community Technology)
Di beberapa komunitas telah tersedia
teknologi sederhana yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program
kesehatan. Misalnya penyaringan air bersih dengan menggunakan pasir atau arang,
untuk pencahayaan rumah sehatmenggunakan genteng dari tanah yang di tengahnya
ditaruh kaca, untuk pengawetan makanan dengan pengasapan dan sebagainya.
Teknologi-teknologi sederhana yang lahir dari masyarakat ini sebenarnya
merupakan potensi untuk pemberdayaan masyaraakat. Petugas atau provider kesehatan sebenarnya dapat mengadopsi
dan memodifikasinya sehingga dapat dimanfaatkan di tempat lain atau diperluas.
Contoh lain adalah penyederhanaan
deteksi dini penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dari tanda-tanda
teknis medis ke tanda-tanda yang mudah diukur oleh masyarakat, dengan
menghitung frekuensi napas. Bila seorang bayi usia 2-12 bulan menderita bentuk
pilek napasnya cepat lebih dari 50 kali/menit, anak tersebut menderita
pneumonia dan harus dirujuk ke petegas kesehatan. Artinya, di masyarakat
tersebut telah tersedia “teknologi tepat guna” untuk mendeteksi penderita
pneumonia, sehingga setiap orang dapat melakukannya.
1 Komentar
sumbernya dari mana ya min?
BalasHapussedang mencari bukunya min