PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berdasarkan
Sustainable Development Goals (SDGs)
yang menjadi acuan dalam pembangunan negara-negara dunia, goals yang ke-3
membahas tentang memperkuat pencegahan penyalahgunaan zat, termasuk
penyalahgunaan narkotika dan alkohol yang membahayakan, sangat jelas dalam hal
ini penyalahgunaan narkotika sangat dilarang keras karena dampaknya sangat
merugikan bagi para penerus bangsa khususnya bagi para remaja yang masih sangat
mudah dipengaruhi oleh teman-temannya dan masih berpikir pendek dalam mengatasi
masalah yang mereka hadapi contohnya masalah keluarga atau broken home selain itu barang tersebut (narkotika) sangat gampang
ditemukan dan didapati, harganya pun hampir dikatakan lumayan murah hal ini
tentu memicu para remaja memilih untuk menggunakan narkoba sebagai penenang
mereka dan hal tersebut pasti bersifat ketergantungan (Ermalena, 2017).
Data World Health Organization WHO mengungkapkan bahwa angka estimasi pengguna narkoba di
seluruh dunia pada tahun 2012 yaitu berkisar antara 162 juta hingga 324 juta
orang atau sekitar 3,5% - 7% dari populasi penduduk dunia. Selain itu, sekitar 183.000 orang
diantaranya meninggal akibat penyalahgunaan narkoba dan sebanyak 40% merupakan
orang yang berusia produktif, yakni 15-64 tahun (Junianto, 2015).
Berdasarkan data United Nation, sebagaimana
dipaparkan dalam World Drug Report
tahun 2017 oleh United Nations Office on
Drugs and Crime (UNODC) pada pertemuan Commission
on Narcotic and Drugs (CND) ke-60 menyatakan bahwa ada sekitar 255 juta
orang atau 5,3% penduduk dunia berusia antara 15-64 tahun pernah menggunakan
narkoba, dimana 29,5 juta orang dengan gangguan ketergantungan pada narkoba, sekitar
12 juta pengguna narkoba suntik dimana 1,6 juta hidup dengan HIV, dan 6,1 juta
orang dengan penyakit hepatitis C serta 1,3 juta yang hidup dengan hepatitis C
dan HIV. UNODC juga merinci estimasi
global kematian terkait narkoba sejumlah 207.400 jiwa pertahunnya (Wayne K,
2017).
Penyalahgunaan
narkoba di Indonesia beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah serius dan
telah mencapai keadaan yang memprihatinkan, sehingga permasalahan narkoba
menjadi masalah nasional. Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia
menjadi sasaran yang sangat potensial sebagai tempat pengedaran narkoba secara
ilegal. Penyalahgunaan narkoba masih menjadi
masalah kronis yang
menimpa Indonesia, kasus
peredaran sabu dan
banyak tertangkapnya bandar-bandar narkoba internasional dalam beberapa
tahun terakhir menjadi bukti bahwa Indonesia sedang berada dalam kondisi
darurat narkoba. Indonesia juga
menjadi sasaran
bagi para pengedar narkoba, karena di
Indonesia
para pengedar narkoba bisa menjual barang haram tersebut dengan mudah karena masih kurangnya
pengawasan. Penyalahgunaan narkoba serta peredarannya yang telah mencapai seluruh penjuru
daerah dan tidak lagi mengenal strata sosial masyarakat, penyalahgunaan narkoba saat ini tidak hanya menjangkau kalangan yang tidak
berpendidikan saja akan tetapi penyalahgunaan narkoba telah menyebar
di semua kalangan bahkan sampai pada kalangan berpendidikan. Selain itu, pengawasan pemerintah yang lemah terhadap pengedaran narkoba pun membuat pengedar narkoba semakin mudah untuk menjalankan transaksinya (Hariyanto, 2018).
Masa remaja merupakan masa yang paling rawan dalam penyalahgunaan narkoba,
terutama bagi para residen
yang berusia
remaja, residen yang
berusia remaja yang menjalani rehabilitasi yaitu 17-24 tahun. Residen yang telah selesai menjalani
rehabilitasi
tidak memutup kemungkinan akan
relapse
kembali. Relapse terjadi karena setelah selesai
dalam proses rehabilitasi mereka dihadapkan dengan lingkungan yang sama
ketika
pada saat menggunakan narkoba serta
bergaul bersama teman pecandu narkoba tersebut, hal ini dikarenakan stigma negatif
yang ada di masyarakat mengenai para pecandu
narkoba sehingga dapat menimbulkan keinginan para residen yang telah sembuh
tersebut dapat relapse (kambuh) kembali menggunakan narkoba (Kurniawan, 2017).
Hasil
survey nasional perkembangan penyalahgunaan narkoba tahun 2014 oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Pusat Penelitian Kesehatan (PUSLITKES
UI) menyebutkan
prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia sebesar 2,18% atau 4.022.228
orang dan tahun 2015 sebesar 2,20% atau 4.098.029 orang. Kelompok pelajar dan
mahasiswa menyumbang angka 27,32%, kelompok pekerja sebesar 50,34% dan kelompok
pengangguran 22,34%. Sebanyak 12.044 orang meninggal per tahun terkait
penyalahgunaan narkoba (BNN RI, 2015).
Berdasarkan hasil survey prevalensi
penyalahguna narkoba di Sulawesi Tengah adalah 1.70% atau 2,154,000 jiwa dengan populasi berusia antara 10-59
tahun. Penyalahguna narkoba di Sulawesi Tengah sebesar 36,594
orang dan dimana
proporsi penyalahguna narkoba dikalangan pelajar sejumlah 10.777, Sulawesi Tengah berada pada rangking 10
nasional dari 34 provinsi dalam daftar prevalensi penyalahgunaan narkoba di
Indonesia (BNN RI, 2017).
Data Bidang Rehabilitasi
menyebutkan jumlah penyalahguna narkoba di balai besar rehabilitasi BNN dengan
tingkat pendidikan SMA meningkat signifikan pada tahun 2016 yaitu sejumlah
1.209 orang dibanding 2015 yang berjumlah 750 orang. Hal ini menunjukkan bahwa
pelajar SMA sangat rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. BNN juga menyebutkan
bahwa Sulawesi Tengah berada pada peringkat kedua tertinggi dari 34 provinsi
dimana jumlah residen yang direhabilitasi tahun 2017 yaitu sejumlah 213 orang.
Secara keseluruhan dari seluruh provinsi menunjukkan bahwa proporsi golongan
pelajar (24%) yang direhabilitasi merupakan kedua terbanyak setelah golongan
pekerja (27%) dengan jenjang pendidikan SLTA sebesar 46%, SLTP 29% dan SD 15%
(BNN, 2017).
Berdasarkan data
BNN Kota Palu terkait pengguna Narkotika yang direhabilitasi berdasarkan
kelompok umur dari tahun 2016 ke 2017 mengalami kenaikan untuk kelompuk umur
remaja berusia 11-20 tahun yaitu dari 87 kasus di tahun 2016 menjadi 219 kasus
di tahun 2017. Data sementara untuk tahun 2018 pengguna narkotika yang
direhabilitasi untuk golongan umur tersebut yaitu 53 kasus, dan data tertinggi
berada di Kecamatan Palu Barat pada tahun 2016 terjadi 21 kasus pengguna
narkoba dan pada tahun 2017 naik menjadi 82 kasus penggunaan narkoba.
Berdasarkan data
BNN Kota Palu terkait pengguna Narkoba yang lebih spesifik ke pengguna
sabu-sabu tiga tahun terakhir mengalami peningkatan dari tahun 2016 berjumlah
178 kasus meningkat menjadi 347 kasus pada tahun 2017, dan data sementara pada
tahun 2018 yaitu berjumlah 98 kasus.
Sedangkan pada pengguna sabu-sabu kelompok remaja terdapat 87 kasus pada tahun
2016 dan meningkat 219 kasus di tahun 2017, sedangkan data sementara tahun 2018
berjumlah 53 kasus (BNN Kota Palu, 2018).
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani, dkk (2017) menyebutkan bahwa
63,7% pelajar sekolah menengah memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang
narkoba dan 36,3% dengan tingkat pengetahuan yang baik. Sedangkan gambaran
sikap sendiri sebesar 53,8% pelajar menunjukkan sikap positif (pro) terhadap
penyalahgunaan narkoba dan 46,2% dengan sikap negatif/kontra. Berbanding
terbalik dengan hasil survey BNN, menunjukkan pelajar dengan tingkat
pengetahuan baik sebesar 53%, dan pelajar dengan pengetahuan kurang sebesar
30%. Dimana tingkat pengetahuan pelajar penyalahguna narkoba lebih baik
dibandingkan pelajar yang bukan penyalahguna (BNN, 2017).
Jumaidah dan Rindu (2017), dalam penelitiannya
menyebutkan ada hubungan antara faktor pengetahuan dengan perilaku pencegahan
narkoba. Semakin tinggi pengetahuan remaja berarti semakin baik perilaku
pencegahan penyalahgunaan narkoba. Terdapat hubungan antara faktor sikap
dengan perilaku pencegahan narkoba. Bahwa remaja memiliki sikap yang positif
tetapi perilaku pencegahan masih tidak baik, hal ini disebabkan pengetahuan
remaja yang masih kurang tentang narkoba.
Saepudin (2017), dalam penelitiannya menyebutkan terdapat
hubungan yang bermakna antara partisipasi sekolah dengan efektivitas pencegahan
penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar dan mahasiswa dengan nilai determinan
sebesar 56,15%. Implementasi program advokasi pencegahan penyalahgunaan narkoba
memberikan pengaruh nyata dan positif dalam mewujudkan efektivitas pencegahan
penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar dan mahasiswa sebesar 6,15%. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat keterkaitan antara efektivitas dengan peraturan
yang ditetapkan, bahwa suatu tujuan dikatakan efektif apabila sesuai dengan
peraturan yang ada. Narkoba menyebabkan kerusakan atau gangguan fungsi
organ-organ tubuh, kerusakan otak dan perubahan fisik tubuh secara drastis
serta resiko terkena penyakit menular berbahaya seperti hepatitis dan HIV/AIDS
akibat penggunaan jarum suntik secara bergantian. Serta menimbulkan gangguan psikis
pada perkembangan normal remaja, baik mental, emosional, persepsi diri, kendali
diri, dan mampu membuat remaja melakukan tindakan diluar kesadaran.
Lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar untuk menentukan perilaku
individu. Dari berbagai hasil penelitian, remaja melakukan penyalahgunaan
narkoba karena coba-coba dan ketidaktahuan dan ditambah bila lingkungan
masyarakat sekitarnya acuh atau bahkan menerima penyalahgunaan narkoba
tersebut, maka lingkungan seperti ini yang berpotensi menyeret remaja masuk ke
dalam penyalahgunaan narkoba. Selain itu ditambah dari sifat remaja yang masih
ingin mencari sesuatu hal yang
baru, mencari sesuatu hal yang
belum pernah merkea lakukan dan akan melakukan walaupun itu dilarang. Jika
remaja semakin dikekang maka dia akan memberontak dan akan melakukan apa yang dilarang.
Sebagian besar orang yang menawari narkoba pada umumnya adalah teman, baik
teman kerja, teman di luar rumah dan teman di lingkungan rumah.Semakin tinggi sikap
dan praktik teman yang
mendukung perilaku penyalahgunaan narkoba, maka semakin mudah individu
untuk ikut dalam penyalahgunaan narkoba (Maharti, 2015).
Remaja yang
menggunakan narkoba dalam penelitian ini sebagian besar mendapatkan sosialisasi negatif dari teman sepermainan. Teman dijadikan remaja tersebut sebagai tempat
curhat, pelampiasan kepuasan perasaan yang tidak dia dapatkan di lingkungan
rumah. Tidak heran apabila temannya memberikan sesuatu yang baru dan masuk akal
baginya, dengan cepat remaja tersebut menerimanya. Semakin sering dia bertemu
teman, semakin sering pula dia mendapatkan proses sosialisasinya dan akhirnya
terbentuk menjadi sebuah kepribadian yang dia anggap tidak salah. Hal ini
memperkuat pernyataan Berger dalam bukunya The
Social Construction of Reality (1966) yang menyatakan bahwa sosialisasi
merupakan sebuah proses bagaimana seseorang belajar menjalankan perannya agar
bisa berpartisipasi dalam masyarakat (Putri, 2018).
Selain
itu
pengetahuan sangat berpengaruh terhadap remaja,
karena dengan ketidaktahuan
dampak dan bahaya Napza itulah para korban tersebut menyalahgunakan
Napza. Dukungan keluarga sangat penentu utama dalam masalah ini, karena tanpa adanya dukungan keluarga dengan memberikan
informasi kepada anak-anak bagaimana memilih
pergaulan yang
sehat dan bebas dari bahaya Napza, anak-anak tentu akan bisa
salah
arah
(Ner efni, 2018).
Pemerintah melalui BNN
telah mengambil langkah nyata dalam menurunkan tingginya angka penyalahguna
narkoba dengan melaksanakan berbagai program seprti rehabilitasi, sosialisasi,
pemasangan poster dan pengecekkan urine di
setiap sekolah-sekolah yang ada di kota palu. Namun tampaknya upaya tersebut
tidak cukup dalam menurunkan angka penyalahguna narkoba. Hal ini cukup
menghawatirkan yaitu tingginya angka pengguna narkoba yang juga sebanding
dengan tingginya angka relapse pada
pengguna narkoba (BNN, 2016).
Berdasarkan uraian di
atas maka penulis tertarik untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang
mendalam mengenai Perilaku remaja terhadap penyalahguaan narkoba di
Kecamatan Palu Barat
Palu Kota Palu.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam
penelitian ini adalah“Bagaimana Perilaku remaja dalam penyalahguaan narkoba jenis sabu-sabu di
Kecamatan Palu Barat Palu Kota Palu?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui
Perilaku Penyalahgunaan Narkoba dikalangan remaja Kecamatan Palu Barat Palu
Kota Palu.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Mengidentifikasi faktor predisposisi (pengetahuan
dan sikap) tentang penyalahgunaan narkoba
dikalangan remaja Kecamatan Palu Barat Palu Kota Palu.
2.
Mengidentifikasi faktor pendukung (fasilitas
kesehtan) terhadap penyalahgunaan narkoba dikalangan Remaja Kecamatan Palu
Barat Palu Kota Palu.
3. Mengidentifikasi peran dan fungsi
teman sebaya dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba dikalangan Remaja
Kecamatan Palu Barat Palu Kota Palu.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat ditarik
penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang Bagaimana Perilaku Penyalahgunaan
narkoba jenis sabu-sabu dikalangan remaja Kecamatan Palu Barat Palu Kota Palu.
1.4.2 Manfaat Praktis
a.
Sebagai
sumber informasi bagi masyarakat terkait penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu
dikalangan remaja.
b.
Sebagai bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya khususnya terkait penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu dikalangan
remaja.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Narkoba
Narkotika dan obat-obatan berbahaya atau
narkoba termasuk jenis obat penghilang rasa sakit yang pada awalnya digunakan untuk
bius saat operasi tetapi seiring perkembangan zaman, zat psikoaktif tersebut
kerap disalahgunakan manusia untuk menenangkan pikiran dan mendapat kesenangan
dengan dosis besar.
Zat psikoaktif ini berasal dari
tumbuhan, dimana senyawa kimia yang bersifat narkotika berupa alkaloid atau
glikosida. Contohnya daun
ganja (Cannabis sativa), opium (Papaver somniferum), serta kokain yang
berasal dari tanaman koka (Erythroxylon
coca L). Selain itu, maraknya narkoba buatan atau sintetis yang memiliki
kemampuan sama dengan zat alami, seperti oksikodon, etorfin, sabu, dan
lain-lain. Hal ini membuat narkoba menjadi ancaman bagi generasi milenial yang
merupakan penerus bangsa (KOMPAS, 2018).
2.1.1 Definisi Narkoba
Menurut Suparmono dalam Ismail (2017), istilah
NARKOBA digunakan untuk memudahkan orang berkomunikasi tanpa harus menyebutkan
istilah narkotika, psikotropika dan obat berbahaya lainnya. Sedangkan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan NAPZA yang merupakan
akronim dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif yang merupakan bahan yang
sangat bermanfaat untuk pengobatan namun jika disalahgunakan akan menyebabkan
berbagai penyakit bagi pengguna atau orang disekitarnya.
Dalam dunia kedokteran
obat yang berbahaya adalah obat yang tidak boleh dijual bebas karena harus
dengan pertimbangan medis, misalnya obat jantung, antibiotik dan sebagainya.
Semua obat tersebut berbahaya tapi bukan narkoba (Partodihardjo, 2010).
Istilah narkoba, napza, dan obat terlarang
disebut sebagai bahan yang dapat menimbulkan ketagihan karena mengandung bahan
adiktif yang mampu mengubah aktifitas otak dan bahan psikoaktif yang dapat
membahayakan tubuh (Ismail, 2017).
a. Narkotika
Mardani sebagaimana dikutip Eleanora (2011), mendefinisikan
narkotika sebagai obat atau zat yang dapat menenangkan syaraf, mengakibatkan
ketidaksadaran, atau pembiusan, menghilangkan rasa nyeri dan sakit, menimbulkan
rasa mengantuk atau merangsang, dapat menimbulkan efek stupor, serta dapat
menimbulkan adiksi atau kecanduan, dan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
sebagai narkotika.
Undang-undang nomor 35 tahun 2009,
menerangkan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman dan
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam tiga
golongan.
WHO menjelaskan narkotika adalah semua
zat baik padat, cair maupun gas yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh akan
merubah fungsi dan struktur tubuh secara fisik maupun psikis tidak termasuk
makanan, air, atau oksigen dimana dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi tubuh
normal. Contoh: Ganja, opium, dan kokain.
b. Psikotropika
Psikotropika oleh WHO adalah obat yang
bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman.
Menurut undang-undang nomor 5 tahun 1997
dijelaskan bahwa psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku. Contoh: alprazolam,
diazepam, dan zolpidem.
c. Bahan/zat Adiktif Lainnya
Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun
2012, menerangkan zat adiktif adalah bahan/zat kimia yang menyebabkan adiksi
atau ketergantungan yang membahayakan kesehatan dengan ditandai perubahan
perilaku, kognitif, dan fenomena fisiologis, keinginan kuat untuk mengkonsumsi
bahan tersebut, kesulitan dalam mengendalikan penggunaannya, memberi prioritas
pada penggunaan bahan tersebut dari pada kegiatan lain, meningkatnya toleransi
dan dapat menyebabkan keadaan gejala putus zat. Zat ini berbahaya karena bisa
memutuskan syaraf-syaraf dalam otak diantaranya rokok, kelompok alkohol dan
minuman lain yang menimbulkan ketagihan, thinner dan zat lainnya seperti lem
kayu, penghapus cair, aseton, cat, dan bensin yang bila dihirup akan dapat
memabukkan.
c.
Metamfetamina (sabu-sabu)
Metamfetamina atau desoksiefedrin, disingkat
met, dan dikenal di Indonesia sebagai sabu-sabu, adalah obat psikostimulansia dan simpatomimetik. Obat ini dipergunakan
untuk kasus parah gangguan hiperaktivitas kekurangan perhatian atau narkolepsi
dengan nama dagang Desoxyn, namun
juga disalahgunakan sebagai narkotika. "Crystal meth" adalah bentuk kristal dari metamfetamina yang dapat dihisap lewat pipa.
2.1.2 Dampak Penyalahgunaan
Narkoba
Dampak
penyalahgunaan narkoba adalah efek yang timbul sebagai akibat dari menggunakan
narkoba dan ini akan dirasakan tidak hanya oleh seorang saja tapi berdampak
pula pada kelompok/masyarakat.
a. Dampak
langsung pemakaian
Budiyanto (1989) dalam Simangunsong (2015), dampak
langsung dari pemakaian narkoba berdasarkan efek yang ditimbulkan dibedakan
menjadi tiga, yaitu :
1. Depresan,
yaitu menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional tubuh
sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak
sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa menyebabkan kematian. Contoh; opium, morfin, dan heroin.
2. Stimulan,
yaitu merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran.
Contoh: ekstasi, sabu, dan kokain.
3. Halusinogen,
efeknya utamanya adalah mengubah daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi.
Contoh: ganja dan asam lisergad (LSD).
b. Dampak
negatif narkoba secara luas
Martono dan Joewana (2006) menjelaskan
bahwa dampak negatif penyalahgunaan napza, yaitu:
1.
Bagi diri sendiri
Penyalahgunaan
napza dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak dan perkembangan moral
pemakainya, intoksikasi (keracunan), overdosis yang menyebabkan kematian karena
terhentinya pernapasan dan perdarahan otak, relaps (kekambuhan), gangguan
perilaku (mental sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan
masalah ekonomi serta hukum.
2. Bagi
keluarga
Penyalahgunaan napza dapat mengakibatkan
ketidakharmonisan dalam suatu keluarga, dimana orang tua akan merasa malu
karena memiliki keluarga seorang pecandu, merasa bersalah dan berusaha menutupi
perbuatan yang dilakukan oleh anggota keluarga. Selain itu, stres keluarga akan
meningkat sehingga menimbulkan perasaan putus asa yang disebabkan karena
pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian narkoba atau melihat anggota
keluarga berulangkali dirawat atau bahkan menjadi penghuni rumah tahanan maupun
lembaga pemasyarakatan.
3. Bagi
sekolah atau pendidikan
Narkoba akan merusak disiplin dan
motivasi yang sangat tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan napza berhubungan dengan kejahatan dan perilaku
asosial lain yang mengganggu suasana tertib dan aman di sekolah, rusaknya
fasilitas sekolah dan meningkatnya agresivitas siswa.
4. Bagi masyarakat, bangsa
dan negara
Penyalahgunaan napza memungkinkan
terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar
gelap perdagangan napza yang sangat sulit diputus mata rantainya.Masyarakat
yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan
suatu bangsa menjadi terancam.
2.1.3 Faktor Penyebab
Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba yang terjadi
dikalangan remaja merupakan penggunaan yang dilakukan tidak untuk maksud
pengobatan, tetapi karena remaja ingin menikmati pengaruhnya dalam jumlah
berlebih serta kurang teratur dan berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan
gangguan fisik, mental dan kehidupan sosial(Martono & Joewana, 2006).
Partodiharjo dalam Af’idah (2016), menjelaskan
beberapa faktor penyebab remaja melakukan penyalahgunaan narkoba, diantaranya
yaitu faktor internal berupa rasa ingin tahu para generasi muda untuk mencoba
hal baru seperti narkoba, ingin dianggap hebat oleh teman sebayanya dengan
memakai narkoba, rasa setia kawan jika sama-sama melakukan apa yang dilakukan
oleh teman sebaya, dan rasa kecewa serta frustasi akibat masalah yang dihadapi
seperti masalah keluarga, teman, dan sekolah.
Selain faktor internal dari individu itu
sendiri, penyalahgunaan narkoba pada remaja juga disebabkan oleh faktor
eksternal, yaitu lingkungan keluarga yang tidak harmonis, komunikasi yang buruk
antara anak dan orang tua dikarenakan orang tua yang sibuk, selalu mengatur,
dan bahkan orang tua juga pengguna narkoba. Selain lingkungan keluarga, juga
ada pengaruh dari seseorang untuk menyalahgunakan narkoba, seperti pengaruh
dari orang yang baru dikenal atau teman yang berusaha membujuk untuk
menggunakan narkoba.Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan remaja tentang
bahaya narkoba sehingga mereka mudah terjerumus oleh rayuan tersebut.
Salah satu faktor yang juga sebagai
penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba adalah faktor kesempatan. Ketersediaan dan kemudahan memperolehnya
juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu narkoba. Indonesia saat ini sudah menjadi
tujuan pasar internasional baik untuk produksi maupun peredaran gelap,
menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan
bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah,
termasuk sekolah dasar.
Faktor ekonomi juga berperan, karena
narkotika merupakan komoditi yang sangat menguntungkan meskipun ancaman dan
resikonya cukup besar (BNN, 2015).
2.1.4 Tahap-tahap Terjadinya
Penyalahgunaan Narkoba
Martono dan Joewana (2006), menyebutkan terjadinya kecanduan atau
ketergantungan tidak berlangsung seketika, tetapi melalui serangkaian proses
penyalahgunaan narkoba yang intensif.
a. Pola
coba-coba atau eksperimental
Remaja memulai keterlibatannya dalam
penyalahgunaan narkoba dengan mencoba-coba atau iseng-iseng, karena didorong
rasa ingin tahu atau karena pengaruh teman dan sebagainya.
b. Pola
pemakaian sosial
Setelah tahap coba-coba, beberapa pemakai
melanjutkan penyalahgunaan narkoba dengan tujuan untuk bersenang-senang dan
biasanya dilakukan pada saat melakukan perayaan, pesta, atau sedang
bersantai.Pada tahap ini, sudah dirasakan efek dari narkoba yang digunakan.
c. Pola
pemakaian situsional
Pemakaian narkoba pada saat mengalami
keadaan tertentu, misalnya stress, kecewa, sedih, dan lain-lain. Menggunakan dengan tujuan untuk
menghilangkan perasaan atau melarikan diri dari situasi yang menimpanya.
d. Pola
habituasi (kebiasaan)
Pada tahap ini, penggunaan narkoba sudah
secara teratur dan diluar batas wajar serta keinginan untuk meningkatkan dosis
pemakaian narkoba. Terjadi perubahan faal tubuh dan gaya hidup, perubahan
kebiasaan, dan lain-lain.
e. Tahap
ketergantungan (kompulsif)
Dalam hal ini seorang pengguna sudah
tidak dapat melepaskan diri dari narkoba dan terpaksa harus terus menerus
menggunakan narkoba dalam jangka waktu yang lama. Tahap ini juga ditandai
dengan gejala khas, yaitu timbulnya toleransi atau biasa disebut gejala putus
zat (sakaw) dan berusaha keras untuk memperoleh narkoba dengan berbagai cara.
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (2009), menjelaskan tahapan penyalahgunaan
narkotika sebagai berikut:
a. Kompromi
Merupakan tahapan dimana seseorang yang
tidak memiliki sikap yang tegas dalam menentang narkotika. Lama kelamaan karena
dipengaruhi rasa takut akan dikucilkan dari kelompok, sehingga akan
mendorongnya untuk mencoba narkotika.
b. Coba-coba
Rasa ingin
coba-coba muncul karena rasa segan menolak tawaran atau
sekedar ingin tahu bagaimana rasanya menggunakan narkotika.
c. Toleransi
Tahapan dimana pemakaian narkotika sudah
beberapa kali sehingga tubuh menjadi toleran.Ditahap ini pemakai perlu
penambahan dosis yang lebih besar agar mendapatkan efek yang dikehendaki.
d. Habituasi
(kebiasaan)
Tahapan ketika seseorang sudah mulai
menggunakan narkotika secara teratur dan menjadi bagian dari kehidupannya.
Pemakai akan menjadi sensitif, mudah tersinggung, pemarah, sulit berkonsentrasi,
dan sulit tidur.
e. Ketergantungan
(kompulsif)
Tahapan dengan gejala yang khas berupa
timbulnya toleransi dan gejala putus zat. Pengguna akan berusaha untuk
memperoleh narkotika dengan berbagai cara, termasuk dengan jalan berbohong,
menipu dan mencuri.
f. Intoksifikasi
Tahapan dimana pemakai mengalami
keracunan karena penyalahgunaan narkotika. Di tahap ini, pemakai akan mengalami
kerusakan parah pada organ tubuh dan otak.
g. Meninggal
dunia
Merupakan tahapan yang paling berbahaya. Terjadinya kematian disebabkankarena
(1) timbulnya penyakit atau overdosis, (2) pemakaian narkotika dalam jangka
panjang.
2.1.5 Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba
Langkah pencegahan penyalahgunaan
narkoba di kalangan anak-anak dan remaja khususnya pelajar baik di rumah,
sekolah dan masyarakat:
a. Jangan
pernah mencoba narkoba.
b. Selektif
dalam pergaulan. Bergaul dengan teman-teman yang berperilaku positif.
c. Menjalin
komunikasi yang baik. Bicaralah dengan memberikan informasi tentang risiko
penggunaan dan penyalahgunaan narkoba.
d. Mendengarkan.
Jadilah pendengar yang baik bagi remaja.
e. Memberikan
contoh yang baik dengan membangun lingkungan sosial yang bebas dari narkoba.
f. Mengoptimalkan
sistem keamanan lingkungan di masyarakat.
g. Memperkuat
hubungan antara orang tua dan anak.
h. Membentengi
diri dengan iman dan taqwa.
i.
Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
sosial yang bersifat positif sehingga menghindarkan perilaku penyalahgunaan
narkoba (Lestari, 2013).
Selain itu, sekolah juga diharapkan
lebih meningkatkan peran PIK Remaja (Pusat Informasi Konseling) dimana kegiatan
ini bertujuan untuk memberikan solusi kepada remaja untuk membantu
menyelesaikan permasalahannya sehingga tidak menggunakan narkoba sebagai jalan
keluar dalam menenangkan diri dari permasalahan (Setiawan, 2016).
Penguatan sosial
di kalangan pelajar juga merupakan salah satu langkah pencegahan yaitu
dibentuknya kader anti narkoba di sekolah (Heldy, 2012).
Kader anti
narkoba di sekolah berperan dalam membantu teman di lingkungannya agar tidak
terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, selain itu kader diharapkan nantinya
mampu menjembatani antara pelajar yang menyalahgunakan narkoba dengan pihak
sekolah dalam program rehabilitasi tanpa diproses hukum (Sari, 2017).
Dikalangan para pelajar terutama bagi mereka yang
berada di bangku SMP maupun SMA biasanya
diawali
dengan
perkenalannya dengan rokok
dan terlanjur kebiasaan karena kebiasaan merokok ini, menjadi hal yang wajar dikalangan pelajar saat ini kemudian berlanjut
mengonsumsi NAPZA. Hal ini terjadi biasanya karena penawaran, bujukan, atau
tekanan seseorang atau sekelompok orang kepadanya, misalnya oleh teman sebayanya atau bisa saja stress yang
berkepanjangan, kurangnya perhatian
orang tua, keretakan rumahtangga (broken home) dan sekaligus didorong rasa ingin
tahu,
ingin
mencoba, atau ingin memakai (Putri, 2018).
2.2 Perilaku
2.2.1 Pengertian
Perilaku
Notoatmodjo (2012), mendefinisikan perilaku adalah merupakan
totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau
resultantantara berbagai faktor, baik
faktor internal maupun eksternal. Perilaku manusia sangatlah kompleks dan
mempunyai bentangan yang sangat luas.
Kwick (1974), mendefinisikan perilaku
sebagai aktifitas atau tindakan manusia yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku adalah semua kegiatan atau
aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun tidak dapat diamati
oleh pihak luar. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan manusia itu
sendiri (Fitriani, 2011).
Green menyatakan bahwa perilaku individu
atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor pokok, yaitu :
a. Faktor
Perilaku
Perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh 3
(tiga) faktor utama, yakni:
1. Faktor predisposisi(Predisposing Factors)
Merupakan factor
yang memotivasi atau mempermudah terjadinya suatu perilaku. Faktor ini mencakup
pengetahuan dan sikap yang terdapat dalam diri individu untuk bertindak
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
2. Faktor pemungkin (Enabling Factors)
Adalah faktor yang memungkinkan atau
memfasilitasi suatu perilaku. Faktor-faktor
ini mencakup ketersediaan fasilitas kesehatan bagi masyarakat dan aksesibilitas
fasilitas kesehatan pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya
perilaku kesehatan.
Snehandu B. Kar menganalisis bahwa
perilaku seseorang atau masyarakat itu ditentukan salah satunya oleh ada
tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan itu sendiri (accessibility of information).
3. Faktor penguat(Reinforcing Factors)
a. Yakni faktor-faktor yang mendorong
atau memperkuat terjadinya suatu perilaku, yang meliputi faktor sikap dan
perilaku petugas, tokoh masyarakat, tokoh agama yang dijadikan sebagai acuan
(contoh) bagi masyarakat. Serta
adanya undang-undang atau peraturan yang mengikat agar masyarakat mau dan sadar
berperilaku hidup
sehat.
b. Faktor Diluar Perilaku (non
perilaku) yang dapat mempengaruhi pencapaian kesehatan individu dan masyarakat,
misalnya sulit mencapai sarana pelayanan kesehatan, mahalnya biaya
transportasi, biaya pengobatan, kebijakan dan peraturan.
2.2.2 Domain
Perilaku
Terbentuknya suatu perilaku dipengaruhi
oleh karakteristik atau faktor-faktor lain dari organisme itu sendiri.
Faktor-faktor (determinan) terbentuknya suatu perilaku ini dibedakan menjadi
dua, yakni :
a. Determinan
atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat given atau bawaan. Misalnya
tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
b. Determinan
atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor
yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Kedua faktor tersebut terwujud apabila
perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya dan dapat diterima
oleh individu yang bersangkutan.
Dengan semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan khususnya dibidang pendidikan, ranah perilaku manusia oleh Benyamin
Bloom dibagi menjadi 3 (tiga) domain, sebagai berikut :
1. Pengetahuan
(Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu baik melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, raba dan
sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau ranah kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif ini mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu :
a. Tahu
(Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu
materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu
yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh
sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajarinya antara lain dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar sehingga dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari.
c. Aplikasi
(Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan
untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya.
d. Analisis
(analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di
dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain, seperti
dalam menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis
(Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada sesuatu
kemampuan untuk menyusun/meletakkan formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi
(Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan
untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
2. Sikap
(Attitude)
Sikap merupakan reaksi yang masih
tertutup dan belum berupa aktivitas/tindakan dari seseorang tetapi merupakan
predisposisi suatu perilaku yang mana merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungannya.
Sikap terdiri dari
beberapa tingkatan, sebagai berikut :
a. Menerima
(receiving)
Diartikan bahwa orang/individu (subjek)
mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespons
(responding)
Ditandai dengan memberikan jawaban
apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah
suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai
(valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah tanpa melihat benar atau salah dari hasil
pekerjaannya.
d. Bertanggung
jawab (responsible)
Bertanggung jawab merupakan
tingkatan paling tinggi dari sikap, dimana meyakini atas pilihan dan berani
mengambil resiko untuk hal tersebut.
3. Tindakan
(Practice)
Untuk mewujudkan sikap menjadi tindakan
diperlukan faktor pendukung yang memungkinkan terjadinya suatu tindakan, yaitu
ketersediaan fasilitas. Tindakan
juga dibedakan ke dalam beberapa tingkatan, sebagai berikut :
a. Respons
terpimpin (guided response)
Mampu melakukan segala sesuatu sesuai
dengan tata urutan yang benar (terstruktur) dan sesuai dengan yang diberikan
(contoh).
b. Mekanisme
(mechanism)
Pada tingkat ini, individu sudah dapat
melakukan sesuatu secara otomatis tanpa menunggu adanya perintah, hal ini
karena sudah menjadi suatu kebiasaan.
c. Adopsi
(adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau
tindakan yang sudah berkembang dengan baik, termodifikasi dengan tidak
mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2012).
2.2.3 Peranan Perilaku Terhadap
Kesehatan
Hendrik L. Blum (Azwar 2011), menyebutkan
bahwa perilaku bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
seseorang tetapi ada faktor-faktor lainnya, yaitu faktor lingkungan, adanya
pelayanan serta fasilitas kesehatan, dan faktor keturunan (hereditas). Dimana faktor perilaku merupakan masalah yang sangat
kompleks dalam membentuk orang, kelompok ataupun masyarakat agar mampu
berperilaku sehat.
Perilaku kesehatan adalah suatu respons
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok, yaitu:
a. Perilaku
pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha untuk
memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
bilamana sakit dan
perilaku ini terdiri dari tiga aspek; (1). Perilaku
pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan
kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. (2). Perilaku peningkatan kesehatan, apabila
seseorang dalam keadaan sehat. (3). Perilaku
gizi makanan dan minuman.
b. Perilaku
pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau
perilaku pencarian pengobatan (Health
seeking behavior)
Perilaku ini menyangkut upaya atau
tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment)
sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
c. Perilaku
kesehatan lingkungan
Perilaku ini menggambarkan bagaimana
seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan
sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya atau
merupakan cara bagaimana mengelola lingkungan sehingga tidak mengganggu
kesehatan pribadi, keluarga dan masyarakat (Notoatmodjo, 2012).
2.2.4 Indikator Perilaku
Penyalahgunaan Narkoba
Perilaku penyalahgunaan Napza
membutuhkan tahapan berjenjang dari mencoba menginisiasi Napza hingga mengalami
ketergantungan dengan intensitas gangguan yang berbeda pada setiap tahapan. Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder-V atau DSM-V mendiagnosis tingkat keparahan
perilaku penyalahgunaan Napza berdasarkan beberapa indikator, yaitu gangguan
fungsi kontrol, gangguan fungsi sosial, penggunaan zat berisiko, dan efek
farmakologis yang diakibatkan oleh pemakaian satu atau lebih zat psikoaktif
selama satu bulan. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa-III atau
PPDGJ-III membedakan tingkat keparahannya dari 3 rentang intoksifikasi tanpa
adanya komplikasi hingga adanya gangguan psikotik dan demensia yang disebabkan
karena penggunaan zat. Perilaku penyalahgunaan Napza yang menyebabkan
ketergantungan diindikasikan dengan penggunaan dan kebutuhan akan Napza yang terus-menerus
(Maramis, 2009).
2.3 Remaja
2.3.1 Pengertian Remaja
Gunarsa dalam Mantiri (2014), mendefinisikan
remaja sebagai manusia yang masih dalam perkembangannya menuju kedewasaan baik
jasmani maupun psikisnya yang bertitik tolak pada batas usianya dan merupakan
masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yakni antara 12-21 tahun.
Hal tersebut
sejalan dengan WHO, bahwa yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada
tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa dengan batasan usia antara
14-21 tahun. Sedangkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, menyebutkan remaja
merupakan penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan belum menikah. BKKBN
sendiri memberi batasan bahwa rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah.
Masa remaja merupakan periode terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun
intelektual. Sifat
khas remaja adalah mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai
petualangan dan tantangan, serta cenderung berani menanggung risiko atas
perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Apabila keputusan
yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, remaja akan jatuh ke dalam
perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka pendek maupun
jangka panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial.
2.3.2 Kenakalan
Remaja
Masalah utama remaja
pada umumnya adalah pencarian jati diri. Mereka
mengalami krisis identitas karena untuk dikelompokkan ke dalam kelompok
anak-anak merasa sudah besar, namun kurang besar untuk dikelompokkan dalam
kelompok dewasa. Oleh
karena itu, remaja seringkali memiliki dorongan untuk menampilkan dirinya
sebagai kelompok tersendiri.
Penyalahgunaan
narkotika dan obat-obatan terlarang merupakan salah satu bentuk perilaku
menyimpang yang terjadi dikalangan remaja dan penyalahgunaan narkoba termasuk
ke dalam salah satu bentuk kenakalan remaja khusus.
Secara
psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak
terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja. Seringkali
didapati bahwa ada trauma dalam masa lalu remaja yang berpengaruh dalam
perkembangan mental sosial, seperti mengalami perlakuan kasar dan tidak
menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya,
seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri (Amanda dkk, 2017).
2.4 Tabel Sintesa Penelitian
No
|
Peneliti
(Tahun)
|
Judul
|
Karakteristik
|
Temuan
|
||
Subjek
|
Instrumen
|
Metode/Desain
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
1.
|
Delta Dzulhijjah Maha Putri
(2018)
|
Disfungsi Keluarga Pada Remaja Korban
Penyalahgunaan Narkoba di Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Timur
|
Keluarga Remaja
|
Peneliti dengan panduan wawancara
|
Kualitatif dengan jenis penelitian
fenomenologi
|
Penulis menganalisa bahwa
ke
7 remaja yang
menggunakan narkoba dipengaruhi
oleh berbagai macam kondisi.
|
2
|
Elviza Rahmadona1, Helfi Agustin1
(2014)
|
Pelajar/mahasiswa yang
berkunjung ke Poliklinik Instala si Napza RSJ Prof.
HB. Sa’anin
|
Guru Bimbingan Konseling, Kepala Sekolah
dan Siswa
|
kuisioner
|
Survei analitik dengan menggunakan desain casecontrol
study
|
Terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat religiusitas (p = 0,000, OR=175), peran keluar ga (p=0,009, OR=4,2)
dan peran teman sebaya (p=0,000, OR=9) terhadap penyalahgunaan narkoba.
|
3
|
Hesty Damayanti Saleh, Dewi Rokhmah, Iken
Nafikadini (2014)
|
Fenomena Penyalahgunaan NAPZA Di Kalangan
Remaja ditinjau dari teori Interaksionisme Simbolik
Di Kabupaten Jember
|
Remaja penyalahguna NAPZA
|
Wawancara, observasi, dan dokumentasi
|
Kualitatif
|
Informan utama telah menyalahgunakan NAPZA
sejak masih duduk di bangku SMP serta informan utama menggunakan ganja.
Informan utama menggunakan bahasa khusus untuk berkomunikasi dengan
penyalahguna NAPZA lainnya.
|
4
|
Qomariyatus Sholihah
(2015)
|
Efektivitas Program P4GN Terhadap
Pencegahan Penyalahgunaan Napza
|
Pekerja bongkar muat di
Pelabuhan Trisakti Banjarmasin
|
Kuesioner, dokumen
|
Kuantitatif
|
Hasil uji Wilcoxon, dengan uji tersebut
diperoleh nilai significancy 0,0001 (p<0,05), dengan
demikian dapat disimpulkan “terdapat perbedaan pengetahuan
yang bermakna antara sebelum penyuluhan dengan
sesudah dilakukan penyuluhan.
|
5
|
Yulius Prasetyo Rahayu (2013)
|
Penerapan bimbingan
Kelompok dengan Media Video untuk
meningkatkan pemahaman siswa
tentang Bahaya Narkoba pada
siswa Kelas VIII-D Smp Negeri
2ngoro
|
Siswa dan siswi kelas VIII.
|
Wawancara dengan kuesioner( pre dan post test)
|
Kuantitatif
|
Berdasarkan hasil penghitungan dengan
menggunakan uji
tanda, pada tabel (pre-test post-test)
menunjukkan tanda (+) adalah 7, sehingga X (banyaknya tanda yang lebih
sedikit) = 0. Berdasarkan tabel D dengan N = 7 dan X = 0, diperoleh ρ (kemungkinan harga di bawah ) = 0,008. Bila α (taraf kesalahan)
sebesar 5% (0,05), maka harga yang diperoleh (0,008< 0,05).Jadi dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan pemahaman siswa tentang bahaya narkoba sebelum dan sesudah pemberian bimbingan kelompok
dengan menggunakan media video. Dengan demikian ditolak dan diterima.
|
6
|
Nel Efni(2018)
|
Hubungan Pengetahuan dan dukungan keluarga dengan perilaku
penyalahgunaan
Napza di Kelas IIA lembaga
pemasyarakatan jambi
|
Korban
Penyalahgunaan Napza
|
Cross Sectional
|
Kuantitatif
|
1. Dari 40 pengguna
napza diketahui bahwa 21
responden (52,5%) dengan perilaku penyalahgunaan napza beresiko tinggi.
2. Dari 40
pengguna napza, diketahui bahwa 24 (60%) responden dengan pengetahuan
kurang baik.
3. Dari 40 pengguna , diketahui bahwa 22
responden (55%) dengan dukungan keluarga kurang baik.
4. Ada
hubungan pengetahuan dengan perilaku penyalahgunaan napza di
Kelas IIA Lembaga Permasyarakatan
Jambi
5. Ada
hubungan dukungan keluarga dengan perilaku
penyalahgunaan napza di Kelas
IIA Lembaga Permasyarakatan Jambi.
|
7
|
Alya Nurmaya (2016)
|
Penyalahgunaan napza di kalangan remaja
(studi kasus pada 2 Siswa di MAN 2 Kota
Bima)
|
Siswa sekolah
|
Obsevasi, wawancara dan dokumentasi
|
Kualitatif
|
Hasil penelitian
yang
dilakukan di MAN 2
Kota Bima tentang penyalahgunaan
NAPZA dikalangan remaja, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut: (1) Faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA pada subyek pertama yaitu
faktor individu (kepribadian) dan faktor
lingkungan pergaulan
(teman sebaya).
Sedangkan faktor penyebab penyalahgunaan
NAPZA pada subyek
kedua yaitu faktor keluarga (broken home) dan faktor lingkungan tempat
tinggal. (2) Penyalahgunaan NAPZA
berdampak negatif pada
fisik, psikologis, sosial dan spiritual sehingga berpengaruh pada
hasil prestasi belajar kedua subyek
di sekolah. (3)
Upaya guru bimbingan dan konseling terhadap kedua
subyek yang sudah terlanjur menyalahgunakan NAPZA dilakukan melalui layanan
informasi, konseling individual, home visit dan mengadakan razia. Namun hal
tersebut belum maksimal,
karena masalah NAPZA seharusnya
perlu mendapatkan perhatian
lebih serius dalam penanganannya, untuk
itu dibutuhkan tempat
terapi dan rehabilitasi yang
secara professional dapat dipertanggungjawabkan.
|
8
|
Rama Nur Kurniawan. K. (2018)
|
Strategi Promosi
Kesehatan Terhadap Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba
|
Pemerintah kota
setempat, siswa, dan petugas kesehatan
|
wawancara mendalam (indept Inter- view)
|
Kualitatif
|
penelitian ini
menyimpulkan bahwa Ad-
vokasi yang
dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Wa-
jo dengan cara
mengusulkan bantuan dana kepada Pemeerintah Daerah, untuk keperluan kegiatan
penyulu- han napza di sekolah.
Kemudian kemitraan yang dil- akukan
Dinas Kesehatan terhadap upaya penanggulan-
gan narkoba
dengan membangun kerjasama dengan
pihak polres, sekolah, puskesmas dan pemda. Serta Pemberdayaan yang dilakukan
dinas kesehatan dan puskesmas, dengan membentuk kader kesehatan remaja di
sekolah sebagai bentuk keikutsertaan siswa dalam memberantas narkoba di
Kabupaten Wajo. Olehnya itu diharapkan kepada penanggung jawab penanggulangan
narkoba Dinas Kesehatan Kabupaten Wajo
agar lebih melibatkan masyarakat dalam memerangi narkoba yang tidak
hanya berfokus ke anak sekolah dan perlunya me- maksimalkan dukungan social
(social support) dengan lebih memperbanyak kerjasama terhadap organisasi
kepemudaan.
|
9
|
Wahyudin (2018)
|
Dampak penyalahgunaan
Obat-obatan terlarang (Studi kasus
SMA Negeri 6 Takalar)
|
siswa
|
observasi,
wawancara, dan dokumentasi
|
Kualitatif
|
Faktor penyebab penyalahgunaan obat-obatan
terlarang oleh siswa di SMA Negeri 6 Takalar yaitu, a)
faktor internal di antaranya; kurangnya kontrol diri dan agama sebagai salah
satu kontrol diri, b) faktor eksternal di antaranya; faktor sosial, yaitu
pergaulan dan kondisi lingkungan, faktor ekonomi, menderong seseorang untuk
tersentuh dengan obat-obatan terlarang,
faktor keluarga, yaitu
kondisi keluarga yang
buruk dan kurangnya
perhatian orangtua, dan faktor pendidikan, belum sepenuhnya memberi
pendidikan akan bahaya obat- obatan terlarang.
|
10
|
Yesi
Ratnasari (2015)
|
Hubungan
Pengetahuan, Sikap Siswa Tentangbahaya Narkoba dan
peran
keluarga
terhadap upaya
pencegahan
Narkoba
(Studi
Penelitian di
Smp Agus Salim Semarang)
|
Siswa Siswi SMP dan SMA
|
Kuisioner
|
Kuantitatif
|
Sebanyak 64,5% responden mempunyai pengetahuan
cukup dan sebagian besar mempunyai sikap tidak mendukung tentang bahaya
narkoba sebanyak 61,3 %. Peran keluarga
mendukung sebanyak
46,8% dan sebagian besar upayapencegahan
responden baik sebanyak 51,6%. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan
sikap siswa tentang bahaya
narkoba didapatkan nilai p = 0,349. Tidak ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan
sikap dengan upaya pencegahan narkoba terdapat
p=0,852 dan p=0,100. Ada hubungan yang signifikan antara
peran keluarga dengan upaya pencegahan narkoba, didapatkan nilai p = 0,015
|
2.5 Kerangka Teori
Faktor Predisposisi
|
1. Pengetahuan
2. Sikap
·
Kepercayaan
|
Faktor Pendukung
|
1. Prasarana
|
2. Sarana
|
Faktor Pendorong
|
3. Dukungan Keluarga
|
2. Peran
Tokoh Masyarakat
|
1.
Teman Sebaya
|
Perilaku
Remaja dalam Penyalahgunaan Narkoba
|
3. Kepercayaan
4. Keyakinan
5. Nilai-nilai
|
4.
Peran Petugas
Kesehatan
|
Keterangan
:
Gambar.
2.5 Modifikasi Teori Laurence
Green dalam Notoatmodjo (2012)
Promosi kesehatan merupakan suatu bentuk
intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku individu,
kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan.
Teori yang dikembangkan oleh Green
dimulai dengan mendiagnosis ketiga faktor penyebab (determinan) tersebut,
kemudian intervensinya juga diarahkan terhadap tiga faktor tersebut. Diagnosis
perilaku ini disebut model “precede”
atau predisposing, reinforcing and
enabling cause in educational diagnosis and evaluation.
BAB III
DEFINISI KONSEP
3.1 Dasar
Pemikiran Variabel yang Diteliti
Penyalahgunaan narkoba merupakan salah
satu perilaku menyimpang yang marak dikalangan pelajar. Dalam beberapa kasus termasuk dalam
pelanggaran berat, dimana peran mereka tidak hanya sebagai pemakai saja tetapi
sekaligus sebagai pengedar.
Tingkat pengetahuan rendah serta sikap
permisif merupakan salah satu faktor yang berperan penting sehingga pelajar
terjerat dalam penyalahgunaan narkoba, selain itu faktor lingkungan pertemanan
juga memiliki peran terhadap pembentukan perilaku. Karena biasanya remaja merasa lebih
dihargai dan diterima dikalangan sebayanya.
Salah satu upaya dalam mencegah
terjadinya penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar adalah dengan memberikan
informasi yang tepat, proporsional, dan komprehensif tentang narkoba sehingga
diharapkan mereka memiliki pengetahuan serta sikap yang baik agar tidak
terjerumus pada perilaku menyimpang.
Selain itu salah satu peran yang perlu
dimaksimalkan untuk mencegah perilaku menyimpang tersebut, yaitu tidak hanya
pada tingkat pengetahuan dan sikap tentang narkoba tetapi juga bagaimana pihak
yang bertanggung jawab untuk merehabilitasi
terhadap penyalahgunaan narkoba tersebut untuk sesering mungkin datang ke lokasi untuk memberikan obat-obatan dan
melakukan rehabilitasi langsung dengan cara meminta izin keluarga yang
bersangkutan dan apabila anak tersebut memberontak akan di jemput dengan paksa
dan akan direhabilitasi di BNN Provinsi Sulawesi Tengah. Juga bagaimana bertindak
dan berperan serta ikut dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba
dilingkungannya dengan cara berkoordinasi dengan semua pihak-pihak terkait.
Peran yang penting juga harus dilakukan
adalah membatasi pergaulan anak tersebut dan mengintai kegiatan anak diluar
rumah saat bergaul dengan teman sebayanya. Karena pengaruh teman sebaya sangat mempengaruhi sikap
remaja tersebut sehingga remaja tersebut menggunakan narkoba lebih tepatnya
sabu-sabu tanpa di ketahui oleh orang tua dari remaja tersebut.
Berdasarkan
penelitian yang di lakukan pada usia remaja 12-22 tahun menunjukkan pada masa
transisi dimana anak remaja umumnya masih belum mendapatkan atau menemukan
identitas diri. Oleh sebab itu pada masa ini mereka sering
merasa dirinya sudah
cukup dewasa dan
mampu untuk mandiri, tetapi di
lain pihak tindakan mereka kurang dapat dipertanggung jawabkan. Melihat kondisi
tersebut maka sangat dibutuhkan perhatian dan bimbingan orang
tua yang mampu
memantau pertumbuhan dan perkembangan si anak agar tidak terlibat
atau terjerumus ke dalam kenakalan remaja termasuk penyalahgunaan narkotika.
3.2 Bagan
Pola Pikir
Faktor Predisposisi:
1.
Pengetahuan
2.
Sikap
|
Perilaku Remaja dalam penyalahgunaan
Narkoba
|
Faktor pendukung:
Prasarana
|
Faktor pendorong:
Teman
sebaya
|
Gambar 3.2 Bagan
Pola Pikir
3.3 Definisi Konsep
3.3.1 Faktor Predisposisi
Menurut Green (1980), faktor
predisposisi merupakan faktor yang memotivasi atau mempermudah terjadinya suatu
perilaku, seperti pendidikan, umur, jenis kelamin, keluarga, dan status
penyakit keluarga.
a. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimaksud adalah sejauh
mana tingkat pengetahuan informan mengenai narkoba. Aspek pengetahuan tentang narkoba yang ingin diketahui
oleh penulis adalah sejauh mana informan mengenal narkoba, bahaya narkoba, dampak penyalahgunaannya, serta hal yang mendasari sehingga menggunakan
narkoba.
b. Sikap
Sikap yang dimaksud peneliti yaitu bagaimana seorang
remaja tersebut menanggapi hal-hal seperti menyelesaikan masalah internal
mereka dan bagaimana remaja tersebut saat bergaul dengan teman sebayanya,
bagaimana remaja tersebut menyikapi ajakan-ajakan tersebut sehingga mau
menggunakan narkoba tersebut.
3.3.2 Faktor Pendukung
Faktor penguat merupakan faktor-faktor
yang diperoleh dari adanya suatu sosialisasi
dari pihak-pihak kesehatan dan pihak seperti BNN dan wajib melakukan rehabilitasi terhadap remaja yang sudah positif memakai narkoba
(sabu-sabu).
3.3.3 Peran dan Fungsi teman sebaya
Peran teman sebaya yang dimaksud yaitu
bagaimana pengaruh teman sebaya dalam mempengaruhi sikap dan perilaku sehingga
remaja tersebut menggunakan narkoba.
BAB IV
METODE
PENELITIAN
4.1 Jenis
Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kualitatif, yaitu merupakan metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen),
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Soegiyono, 2016).
Penelitian ini menggunakan pendekatan
studi kasus, yaitu merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya peneliti
menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau
sekelompok individu (Creswell, 2014).
4.2 Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Palu Barat Palu Kota Palu dari
bulan januari-maret
2018.
Lokasi wawancara dilakukan di tempat
yang disepakati oleh informan sesuai dengan keinginannya dengan tujuan agar
merasa nyaman, tidak tertekan, dan tidak terbebani sehingga informasi yang
diperoleh asli dari apa yang dialami dan dirasakan informan.
4.3 Informan
Informan penelitian adalah orang yang
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan
merupakan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti (Moleong, 2007).
Informan penelitian terdiri dari tiga (Suyanto & Sutinah, 2013), sebagai
berikut :
4.3.1 Informan
Kunci
Informan kunci adalah seseorang yang mengetahui dan memiliki informasi pokok
yang diperlukan dalam suatu penelitian. Adapun informan kunci dari penelitian
ini yaitu, petugas P2M BNN Kota Palu.
4.3.2 Informan Biasa
Informan biasa adalah mereka yang
terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan biasa dalam penelitian ini
adalah Remaja yang
pernah atau yang masih menggunakan narkoba.
4.3.3 Informan Tambahan
Informan tambahan, adalah mereka yang
dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi
sosial yang sedang diteliti. Adapun
informan tambahan dalam penelitian ini adalah teman sebaya dari remaja yang menggunakan narkoba
tersebut.
4.4 Teknik
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik yang
digunakan dalam menentukan informan adalah purposive
sampling yaitu penentuan
didasarkan pada adanya tujuan dan pertimbangan serta kriteria tertentu yang
tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian (Soegiyono, 2016).
Adapun kriteria dalam menentukan
informan dalam penelitian ini, adalah :
1. Remaja kecamatan Palu Barat Kota Palu.
2. Pernah
menggunakan atau yang masih menggunakan narkoba.
3. Bersedia
menjadi informan.
4.5 Instrumen
Penelitian
Instrumen
utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan menyertakan buku,
alat tulis, alat perekam, dan kamera sebagai instrumen tambahan dengan maksud
untuk memudahkan dalam mengumpulkan informasi selama melakukan penelitian.
4.6 Pengumpulan,
Pengolahan, dan Penyajian Data
4.6.1 Pengumpulan Data
a.
Data Primer
Diperoleh dengan melakukan pengamatan
lapangan dengan maksud mengamati secara langsung perilaku yang berkaitan dengan
fokus penelitian dan wawancara mendalam (indepth
interview), dimana peneliti melakukan tanya jawab langsung kepada informan
dengan menggunakan pedoman wawancara (interview
guide) yang memuat pokok-pokok pertanyaan dengan tujuan untuk memperoleh
informasi atau keterangan yang ingin diketahui oleh peneliti.
b. Data
Sekunder
Perolehan data melalui literatur yang
relevan dan terpercaya dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Sumber data sekunder dalam penelitian
ini diperoleh dari Badan Narkotika Nasional Kota Palu dan Badan Narkotika
Nasional Provinsi Sulawesi Tengah
4.6.2 Pengolahan
Data
Pengolahan data dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan analisa. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan teknik matriks, dimana informasi yang diperoleh diolah dalam tabel
yang memuat : nama informan, hasil wawancara, pemaknaan data, perumusan
teori, dan kategorisasi serta dalam bentuk narasi/cerita.
4.6.3 Penyajian Data
Bentuk penyajian data dalam penelitian ini adalah narasi deskriptif.
4.7 Keabsahan
Data
Validasi data dilakukan agar data-data
yang diperoleh selama penelitian ini dapat terjaga dan untuk menjaga keabsahan data tersebut maka dilakukan
triangulasi. Triangulasi adalah pengumpulan data yang menggunakan berbagai
sumber dan berbagai teknik pengumpulan data secara serentak yang bertujuan untuk mengurangi kebiasaan data serta mengecek
kebenaran data dari berbagai sudut pandang.
Triangulasi sumber, yakni
mengumpulkan/mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang
sama. Peneliti menggali informasi terkait persepsi penyalahgunaan narkoba
kepada informan dengan melakukan wawancara mendalam. Triangulasi teknik,
berarti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan
data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipasif,
wawacancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara
serempak (Soegiyono, 2016).
DAFTAR
PUSTAKA
Af’idah, Sofia Anisatul. 2016. “Metode Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Satuan Tugas Anti Narkoba Sekolah.” Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Amanda, Maudy Pritha, Sahadi Humaedi, and Meilanny Budiarti
Santoso. 2017. “Penyalahgunaan Narkoba Dikalangan Remaja.” Penelitian Dan
PPM 4 (Juli): 339–45.
Azwar, Saifuddin. 2011. Sikap Manusia : Teori Dan
Pengukurannya. 2nded. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
BNN, Kota palu. 2018.
BNN, Puslitdatin. 2017. “Hasil Survei Penyalahgunaan Dan
Peredaran Gelap Narkoba Pada Kelompok Pelajar Dan Mahasiswa Di 18 Provinsi
Tahun 2016.” Jakarta.
BNN RI. 2017. Laporan Akhir Survey Nasional Perkembangan Penyalahguna Narkoba Tahun
Anggaran 2014. Jakarta: BNN.
Creswell, John W. 2014. Research Design Pendekatan
Kualitatif, Kuantitatif, Dan Mixed. 3rded. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Chandra, Heldy. 2012. Peranan Badan Narkotika Nasional
Provinsi dalam Pencegahan dan Penanggulangan Peredaran Narkotika di Provinsi
Sulawesi Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin.
Eleanora, Fransiska novita. 2011. “Bahaya Penyalahgunaan
Narkoba Serta Usaha Pencegahan Dan Penanggulangannya.” Hukum XXV
(April): 439–52.
Fitriani, Sinta. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Hariyanto, Bayu Puji. 2018. “Pencegahan Dan Pemberantasan
Peredaran Narkoba Di Indonesia.” Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran
Narkoba Di Indonesia 1 (1): 201–10.
Ismail, Wahyuni. 2017. “Teori Biologi Tentang Perilaku
Penyalahgunaan Narkoba.” Biotek 5: 127–43.
Junianto, S. (2015). Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Retrieved from https://
meetdoctor.com/article/pengertian- narkotika-psikotropika-dan-zat-adiktif
KOMPAS. 2018. “Jerat Candu Narkoba.” 6 Maret 2018,
2018.
Lestari, Wulan Fitri. 2013. “Peranan Pihak Sekolah Dalam
Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Dikalangan Pelajar SLTA Di Pontianak.”
Universitas Tanjungpura.
Mantiri, Vive Vike. 2014. “Perilaku
Menyimpang di Kalangan Remaja di Kelurahan Pondang , Kecamatan Amurang Timur
Article : Deviant Behavior Among Adolescents , in the Pondang Village ,
District East Amurang , South Minahasa . Vive Vike Mantiri Email :
Vivevike_manti @yahoo.co.id L” III (1): 1–13.
Martono, Lydia Harlina, and Satya Joewana. 2006. Pencegahan
Dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah. Jakarta: PT.
Balai Pustaka.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan Dan
Perilaku Kesehatan. Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nasional, B. N. (2016). Survei Prevalensi Penya-
lahgunaan Narkoba pada Kelompok Ru- mah Tangga di 20 Provinsi Tahun 2015.
Jakarta: Pusat Penelitian Data Dan Infor- masi Badan Narkotika Nasional.
Partodihardjo, Subagyo. 2010. Kenali Narkoba Dan Musuhi
Penyalahgunaannya. Jakarta: Erlangga.
Putry maha, Delta Dzulhijja. 2018 Disfungsi Keluarga Pada Remaja Korban Penyalahgunaan
Narkoba Di Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Timur. Fakultas Ilmu Sosial
dan
Ilmu Politik,
Universitas Mulawarman.
Soegiyono. 2016. Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung: CV. Alfabeta. Suyanto, Bagong, and Sutinah. 2013. Metode Penelitian Sosial.
3rded. Jakarta: Prenada Media Group.
Sari, Devy Mulia. 2017. "Peran
Kader Anti Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Pelajar oleh Badan Narkotika
Nasional Surabaya".Jurnal Promkes, Vol.5 No.2/12 2017:128-140.
Hoy,
Wayne K, and Cecil G Miskel. 2017. Educational Administration : Theory Research and
Practice. 9th ed. New York: McGraw-Hill.
L A M P I R A N
Lampiran 4
PEDOMAN
WAWANCARA
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
I.
Informan Kunci
Petugas
P2M BNN Kota Palu:
1.
Menurut anda, apa saja faktor yang membuat remaja
menyalahgunakan narkoba?
2.
Apa langkah dari pihak anda (BNN Kota Palu) untuk
menangani penyalahgunaan narkoba di kangan remaja?
3.
Apakah anda pernah memberikan sosialisasi tentang narkoba
kepada remaja khususnya di kecamatan Palu Barat?
4.
Apakah anda pernah melihat atau menangani kasus remaja
yang menyalahgunakan narkoba di kecamatan Palu Barat?
5.
Menurut anda, bagaimana peran keluarga atau teman dekat
dalam perilaku penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu pada remaja?
II.
INFORMAN BIASA
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
a.
Pengetahuan
- Apa
yang anda ketahui tentang narkoba?
- Dari
mana
anda mendapatkan informasi tentang
narkoba?
- Jenis
narkoba apa saja yang Anda ketahui?
- Apa alasan mendasar anda menguunakan narkoba
tersebut?
- Apakah
anda mengetahui dampak/bahaya
dari menyalahgunakan narkoba?
b.
Sikap
-
Bagaimana cara
Anda memperoleh narkoba?
-
Dari mana Anda
mendapatkan narkoba?
-
Apa yang anda lakukan pada saat pertama kali
ditawari narkoba?
-
Apakah Anda
merasa ingin terus menggunakan narkoba?
-
Bagaimana cara
Anda menjauhi narkoba?
-
Bagaimana
tanggapan (sikap) Anda bila teman/orang yang anda
kenal menggunakan narkoba?
c.
Prasarana
-
Apakah anda pernah mendengar informasi tentang bahaya
narkoba?
-
Dari mana anda mendapatkan informasi tersebut?
-
Sejauh yang anda ketahui, apakah pernah diselenggarakan penyuluhan/sosialisasi tentang narkoba di lingkungan anda?
-
Apakah dalam sosialisasi juga mengikutkan remaja dalam kegiatan-kegiatan penyuluhan/sosialisasi di lingkungan anda?
d.
Teman Sebaya
-
Apakah anda mempunyai satu kelompok/perkumpulan seumuran
dengan anda yang anda ikuti?
-
Apa saja yang anda lakukan dengan teman-teman anda di
perkumpulan tersebut?
-
Apakah dalam perkumpulan tersebut, terdapat teman anda
yang menggunakan narkoba?
-
Menurut anda, bagaimana pandangan teman anda tentang
narkoba?
-
Apakah teman anda pernah mengajak anda untuk
menyalahgunakan narkoba?
-
Bagaimana bentuk ajakan dari teman sehingga anda
terpengaruh untuk menyalahgunakan narkoba?
-
Bagaimana anda menanggapi ajakan tersebut?
III.
INFORMAN TAMBAHAN
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
1.
Apa yang Anda
ketahui tentang narkoba?
2.
Dari mana Anda
memperoleh informasi tentang narkoba?
3.
Menurut Anda,
apakah menggunakan narkoba termasuk perilaku menyimpang?
4.
Dampak/bahaya
apa yang ditimbulkan bila menggunakan narkoba?
5.
Sudah berapa
lama Anda mengetahui saudara anda menggunakan narkoba?
6.
Bagaimana
pergaulan saudara anda
dilingkungannya?
7.
Apakah Anda
pernah menegur/menasehati/memperingati saudara yang
menggunakan narkoba?
8.
Apakah saudara Anda termasuk orang yang
berprestasi/biasa saja/broken home/bermasalah?
9.
Tindakan apa
yang Anda lakukan agar saudara tidak terlibat lagi
dengan narkoba?
Lampiran 5
LEMBAR
OBSERVASI
No
|
ASPEK/DIMENSI
|
KESESUAIAN
|
Ket
|
|
ADA
|
TIDAK
|
|||
1
|
Terdapat informasi
tentang bahaya narkoba
|
|||
2
|
Pernah diselenggarakan penyuluhan/sosialisasi tentang
narkoba di lingkungan tsb.
|
|||
3
|
Sosialisasi yang
ada juga mengikutkan remaja dalam kegiatan-kegiatan
penyuluhan/sosialisasi di lingkungan tsb.
|
|||
4
|
Subjek mempunyai
satu kelompok/perkumpulan seumuran yang diikuti
|
Lampiran 2
PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN
PENELITIAN
(Consent)
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Menyatakan
dengan sesungguhnya bahwa setelah mendapatkan penjelasan penelitian dan
memahami informasi yang diberikan oleh peneliti serta mengetahui tujuan dan
manfaat dari penelitian, maka dengan ini saya secara sukarela bersedia menjadi
informan dalam penelitian ini.
Dengan
pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya serta penuh kesadaran dan
tanpa paksaan dari pihak manapun.
Palu,
…………………..2019
Yang
Menyatakan
(…………………………….)
Lampiran 3
PERSETUJUAN PENGAMBILAN GAMBAR
INFORMAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Menyatakan
dengan ini saya bersedia foto/gambar saya dipublikasikan untuk kepentingan
ilmiah dalam rangka penyusunan Skripsi bagi peneliti dan tidak akan merugikan
saya.
Demikian
persetujuan ini saya buat dengan sebenar-benarnya serta penuh kesadaran tanpa
paksaan dari pihak manapun.
Palu,
…............................2019
Yang
Menyatakan
(……………………………...)
JADWAL PENELITIAN
Judul : Perilaku Remaja Dalam Penyalahgunaan Narkoba
Jenis Sabu-Sabu Di Kecamatan Palu Barat Kota Palu
Nama : Azwar Anas
Stambuk : N 201 15 135
No
|
Kegiatan
|
November
|
Desember
|
Januarai
|
Februari
|
Maret
|
||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
1
|
Penyusunan Proposal
|
|||||||||||||||||||||
2
|
Penyusunan Instrumen
|
|||||||||||||||||||||
3
|
Ujian Proposal
|
|||||||||||||||||||||
4
|
Perbaikan Proposal
|
|||||||||||||||||||||
5
|
Pelaksanaan Penelitian
|
|||||||||||||||||||||
6
|
Pengumpulan Data
|
|||||||||||||||||||||
7
|
Pengolahan Data
|
|||||||||||||||||||||
8
|
Ujian Hasil Penelitian
|
|||||||||||||||||||||
9
|
Perbaikan
|
|||||||||||||||||||||
10
|
Ujian Skripsi
|
|||||||||||||||||||||
11
|
Perbaikan dan Penyerahan Skripsi
|
0 Komentar