Daya
saing suatu bangsa dapat diukur dari tiga hal; pertama, tingkat penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi suatu bangsa, kedua, kemampuan manajemen suatu
bangsa; ketiga, kemampuan sumber daya manusia, maka dalam hal ini ketika suatu
negara tidak dapat mengembangkan sumber daya manusianya, maka negara tersebut
belum mampu mengembangkan apapun, sebab berhasilnya pembangunan sangat bergantung
kepada faktor manusia dan manusialah yang mempunyai kemampuan meningkatkan pembangunan
melalui pendidikan.
Manusia
selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena
manusia sebagai perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Perencanaan
tenaga kesehatan harus tepat sesuai dengan beban kerja puskesmas karena
merupakan unit pelayanan kesehatan terdepan yang fungsinya sangat
menunjang pencapaian visi Indonesia
sehat (Saputri, 2010).
Tenaga
kesehatan menurut SKN yang dikutip oleh Adisasmito (2007) adalah semua orang
yang bekerja secara aktif dan professional di bidang kesehatan, baik yang
memiliki pendidikan formal kesehatan, maupun tidak yang untuk jenis tertentu
memerlukan upaya kesehatan. Sedangkan menurut PP No. 32/1996 yang juga dikutip
oleh Adisasmito (2007), tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan formal di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.
Tahapan
dalam manajemen kesehatan dimulai dari perencanaan. Semua orang menyadari bahwa
perencanaan bagian terpenting dalam proses manajemen dan oleh karena itu
menyita waktu banyak dalam proses manajemen. Untuk manajer sumber daya manusia,
perencanaan berarti penentuan program karyawan (sumber daya manusia) dalam
rangka membantu tercapainya sasaran atau tujuan organisasi itu. Dengan kata
lain mengatur orang-orang yang akan menangani tugas-tugas yang dibebankan.
Pengelolaan
SDM kesehatan khususnya perencanaan kebutuhan SDM kesehatan selama ini masih
bersifat administratif kepegawaian dan belum dikelola secara professional,
masih bersifat top down dari pusat belum bottom up (dari bawah), belum sesuai
kebutuhan organisasi dan kebutuhan nyata di lapangan, serta belum berorientasi
pada jangka panjang. Perencanaan SDM atau perencanaan tenaga kerja diartikan
sebagai suatu proses menentukan kebutuhan akan tenaga kerja berdasarkan
peramalan, pengembangan, pengimplementasian, dan pengendalian kebutuhan
tersebut yang berintegrasi dengan perencanaan organisasi agar tercipta jumlah
pegawai, penempatan pegawai yang tepat dan bermanfaat secara ekonomis (Saputra,
2015).
Sumber
daya manusia kesehatan yaitu berbagai jenis tenaga kesehatan klinik maupun
nonklinik yang melaksanakan upaya medis dan intervensi kesehatan masyarakat.
Kinerja dari pelayanan kesehatan sangat tergantung kepada pengetahuan,
keterampilan dan motivasi dari orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan berhubungan erat dengan
masing-masing fungsi suatu organisasi kesehatan dan juga berinteraksi diantara
fungsi-fungsi tersebut. Untuk mencapai visi dan misi suatu organisasi
diperlukan keterampilan dan kemampuan SDM yang mampu mendiagnosa permasalahan
dan mengintervensi sehingga didapatkan penyelesaian dari setiap permasalahan
yang menjadi tugas pokok dan fungsi organisasi. Sumber daya manusia tersebut
juga dapat menjadi ancaman bagi pelaksana kebijakan, strategi, program, dan
prosedur suatu kegiatan apabila tidak dikelola dengan baik dan tepat
(Anonimous, 2008).
Sumber
daya manusia yang berkualitas dengan sikap dan keterampilan yang baik akan
menciptakan kepuasan pelanggan. Jika pelanggan merasa puas maka orang tersebut
akan memberitahukan kepada orang lain bagaimana pelayanan yang diberikan oleh
pihak puskesmas sehingga akan banyak orang yang berkunjung ke puskesmas
tersebut. Disamping melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, puskesmas
juga mempunyai fungsi sebagai pencegahan.
Salah
satu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran Program Pengembangan dan
Pemberdayaan SDM Kesehatan sesuai Rencana Strategis Kemenkes 2015-2019 yaitu
kegiatan perencanaan dan pendayagunaan SDM kesehatan. Sasaran kegiatan ini
adalah meningkatnya perencanaan dan pendayagunaan SDM kesehatan. Indikator
pencapaian sasaran adalah jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan di
fasilitas pelayanan kesehatan sebanyak 24.000 orang. Kementerian Kesehatan
melalui Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
(PPSDMK) telah melakukan upaya pendayagunaan SDM kesehatan untuk mengatasi
disparitas SDM kesehatan antarwilayah. Pendayagunaan tersebut meliputi pendistribusian/pemerataan,
pemanfaatan, dan pengembangan SDM kesehatan yang ditujukan terutama pada daerah
tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah
kesehatan (DBK) (Mujiati, 2016).
Sumber
Daya Manusia (SDM) kesehatan merupakan elemen yang sangat penting dan
berpengaruh terhadap peningkatan seluruh aspek dalam sistem pelayanan kesehatan
bagi seluruh lapisan masyarakat. Pelaksana kebijakan jaminan kesehatan adalah
unit-unit pelayanan kesehatan, mulai dari tingkat dasar sampai tingkat lanjutan
(Helmizar, 2013). SDM pelaksana pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) adalah dokter/ spesialis, dokter gigi, perawat, dan bidan
(Mukti, 2013).
Pentingnya
sumber daya manusia kesehatan dapat dilihat dari Program jaminan kesehatan
nasional. Program jaminan kesehatan nasional (JKN) adalah suatu program
pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang
menyeluruh bagi setiap masyarakat Indonesia agar dapat hidup sehat, produktif,
dan sejahtera (UU SJSN). Program ini merupakan bagian dari sistem jaminan
sosial nasional (SJSN) yang bersifat wajib bagi seluruh penduduk melalui badan
penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan. Implementasi program JKN oleh
BPJS kesehatan dimulai sejak 1 Januari 2014 (UU SJSN, 2012).
Implementasi
program JKN pada awal pelaksanaannya mengalami beberapa kendala seperti belum
semua penduduk tercakup menjadi peserta, distribusi pelayanan kesehatan yang
belum merata, kualitas pelayanan kesehatan yang bervariasi, sistem rujukan
serta pembayaran yang belum optimal. Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas
kesehatan, sumber daya manusia kesehatan dan kondisi geografis yang sangat
bervariasi, menimbulkan potensi melebarnya ketidakadilan kesehatan antara
kelompok masyarakat (DJSN, 2012).
Kota
palu merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi tengah yang telah aktif di bidang
kesehatan khususnya puskesmas. Jumlah
tenaga kesehatan di Kota Palu pada Tahun 2016 sebanyak 2.550 orang, menurun
jika dibandingkan Tahun 2015 (2.630 orang), yang tersebar pada seluruh unitkesehatan
yang ada di Kota Palu, baik pemerintah, BUMN maupun swasta. Jumlah tenaga
kesehatan yang bekerja di seluruh rumah sakit (RS) di Kota Palu yaitu 1.944
orang (76,24%), di Unit pelayanan kesehatan (Puskesmas dan jaringannya)
sebanyak 484 orang (18,96%), di sarana pelayanan kesehatan lainnya termasuk
institusi/diklat sebanyak 50 orang (1,96%), dan di Dinas Kesehatan Kota Palu
sebanyak 72 orang (2,82%) (Profil DinKes, 2016).
Dari
data dasar puskesmas Sulawesi Tengah tercatat puskesmas yang aktif di Kota Palu
adalah 12 puskesmas dimana terdapat 2 puskesmas rawat inap dan 10 puskesmas non
rawat inap, sedangkan puskesmas Singgani
termasuk puskesmas non rawat inap yang wilayah kerjanya terdapat di daerah
perkotaan. Puskesmas non rawat inap adalah puskesmas yang tidak
menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali pertolongan persalinan normal.
Puskesmas
Singgani merupakan salah satu puskesmas yang berada di wilayah Kota Palu, yang
terletak di Kecamatan Palu Timur, dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayanan
publik Puskesmas Singgani memiliki pegawai dengan jumlah sebanyak 55 orang.
Tenaga Kesehatan dokter umum sebanyak 4 orang, dokter gigi 1 orang, perawat 13
orang, bidan 18 orang, tenaga farmasi 5 orang, tenaga kesehatan masyarakat 8
orang, tenaga kesehatan lingkungan 1 orang, gizi 1 orang, ahli teknologi lab
medik 1 orang, dan tenaga pemeriksaan penunjang 3 orang. Jumlah penduduk pada
daerah wilayah kerja puskesmas Singgani berkisar 42.147 jiwa (Profil DinKes,
2016).
Berdasarkan
ketentuan dari WHO tahun 2006, bahwa rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah
penduduk dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur ketersediaan tenaga
kesehatan dalam mencapai target pembangunan kesehatan tertentu. Sampai dengan
tahun 2016, digunakan target rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk.
Secara umum rasio tenaga kesehatan sangat bervariasi menurut jenis tenaga
kesehatan yang ada, pada sebagian besar tenaga kesehatan belum memenuhi target
yang ditetapkan.
0 Komentar