A.
Latar
Belakang
Penanggulangan bencana, merupakan
upaya untuk mencegah atau menurunkan risiko kesehatan sesaat dan setelah
bencana seperti pertolongan gawat darurat dan munculnya KLB penyakit menular
dan gizi. Kegiatannya antara lain penilaian cepat, mobilisasi petugas
kesehatan, respons cepat untuk penangguiangan gawat darurat medis, pemantauan
dan lainnya (Azkha, 2010).
Penampungan sementara ditempatkan
pada bangunan gedung yg aman: sekoiah. kantor, stadion, gudang, dsb. Jika tidak
memungkinkan dapat ditempatkan di lapangan atautempat terbuka, dengan
mendirikantenda-tenda, Pada pengungsianyg cukup lamadibuat hunian semi permanen
yang berupa barak yang berisi beberapa keluarga. Peran petugas kesehatanjelas
melakukan surveilans,memberikan peiayanan kesehatan, penyuiuhan, melakukan
trauma hilling dan menyediakan fasiiitas sanitasi seperti MCK, pengeioiaan sampah
dan pengendaban vektor penyakit (Azkha, 2010).
Untuk segi sanitasi Pada saat
bencana baik di pemukiman ataupun pada tempat pengungsian akan banyak
menimbulkan sampah baik berupa daun-daunan, kertas dan plastik karena umumnya
makanan adalab siap saji. Begitujuga masalah dalam buang kotoran dan limbah,
pada umumnya kita sering teriambat dalam pengeloiaannya, sehingga lingkungan
pemukiman ataupun tempat pengungsian mudah tercemar, sehingga mengundang
berbagai vektor penyakit (Azkha, 2010).
Disamping itu juga perlu
memperhatikan nutrisi masyarakat, agar merekaselalu dalam keadaan sehat dalam
menghadapi bencana. Perlu memberikan makanan yang bergizi. Pengawasanketat
perlu diberikan padadapur umum yang menyediakanmakananbagi pengungsi.
Pengawasan diarahkan untuk kualitas dan keamanan bahan makanan, kebersihan
peralatan /perabotan, kebersihanpenjamah makanan, tempat pengolahan dan
penyimpanan makanan ketersediaan air bersih (Azkha, 2010).
Setiap terjadinya bencana
biasanya juga diiringi dengan suiitnya untuk mendapatkan sumber air bersih,
karena PDAM yang rusak, sumur yang tidak layak lagi, sehingga umumnya
masyarakat menggunakan badanbadan air yang sudah tercemar. Untuk Itusebagai
petugas kesehatanharus cepat tanggap untuk penyediaan air bersih diarahkan
pengguna-annya untuk: mandi, minum, cuci, memasak Sumber air dapat diperoleh
dari: suqgai, danau, sumur, air tanah daiam danmataair.Untuk itudiperlukan:
volume dan kuaiitas air yg memenuhi, sistem penampungan, pengolahan,
penyaiurandan distribusinya (Azkha, 2010).
Berdasarkan pernyataan diatas
maka yang melatarbelakangi PBL II berbasis penanggulanga bencana yaoitu banyak nya masalah masalah
kesehatan yang terjadi pasca bencana di Sulawesi Tengah khususnya pada posko
pengungsian Ngatabaru.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari Pengalaman
Belajar Lapangan II adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan
umum
Adapun tujuan umum dari kegiatan PBL II ini adalah
untuk melakukan intervensi terkait penyuluhan cuci tangan pakai sabun,
penyuluhan gizi seimbang, penyuluhan pengolahan sampah, penyuluhan mengenai
diare dan advokasi mengenai pengadaan air bersih di pengungsian petobo,
ngatabaru.
2. Tujuan
khusus
Adapun
tujuan umum dari kegiatan PBL II ini adalah:
a. Untuk
Memberikan pengetahuan dan mempraktekkan kepada anak anak di pengusian tentang
cuci tangan pake sabun (CTPS) yang baik dan benar.
b. Untuk
memberikan pengetahuan tentang 4 pilar gizi seimbang, untuk memberitahukan
tentang pengolahan makanan yang benar dan untuk mengedukasikan pola makan yang
bergizi untuk pengungsi.
c. Untuk
meningkatkan pengetahuan dalam mengolah dan memanfaatkan sampah organic dan
anorganik dengan mengurangi jumlah sampah.
d. Untuk
menambah pengetahuan masyarakat pengungsian terkait penyakit diare agar
masyarakat dapat mencegah penyakit diare secara mandiri.
e. Untuk
mempengaruhi pemangku kebijakan agar mengeluarkan jadwal distribusi air bersih
sehingga distribusi air dapat berjalan dengan lancar dan masalah air bersih
dapat teratasi di Posko 6 Pengungsian Petobo
C.
Manfaat
Kegiatan
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan
Pengalaman Belajar Lapangan II adalah sebagai berikut:
1. Manfaat
bagi Mahasiswa
Dengan
adanya PBL II ini dapat menambah ilmu pengetahuan mahasiswa tentang kesehatan
masyarakat dari aspek derajat masalah kesehatan, perilaku kesehatan, faktor
lingkungan, pelayanan kesehatan, dan herediter, serta pengaruhnya terhadap
derajat kesehatan.
2. Manfaat
bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Dengan
adanya PBL II ini diharapkan dapat dijadikan landasan untuk universitas
tadulako khususnya untuk program studi kesehatan masyarakat tentang pentingnya
kesehatan masyarakat dari aspek derajat masalah kesehatan, perilaku kesehatan,
faktor lingkungan, pelayanan kesehatan, dan herediter, serta pengaruhnya
terhadap derajat kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman Belajar Lapangan II
Pengalaman belajar lapanganyang biasa disingkat PBL merupakan proses belajar untuk mendapatkan kemampuan profesional kesehatan masyarakat yaitu menerapkan diagnose komunitas yang intinya mengenali, mengembangkan program penanganan masalah kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif, bertindak sebagai manajer madya yang dapat berfungsi sebagai pelaksana, pengelola, pendidikan dan peneliti, melakukan pendekatan kepada masyarakat dan bekerja dalam tim multidisipliner.
Kegiatan PBL dilakukan dengan melibatkan pemerintah desa dan masyarakat setempat yang berorientasi langsung pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat seperti dinas kesehatan provinsi.
PBL II menitikberatkan pada pelaksanaan program intervensi terhadap masalah-masalah kesehatan yang menjadi prioritas masalah dilingkungan pengungsian posko 6 petobo, Ngatabaru. Kegiatan PBL II merupakan kelanjutan PBL I yang telah kami adakan, ditahap ini mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan kemmpuannya dalam bersosialisasi, dengan masyarakat untuk dapat memberikan pemecahan terhadap prioritas masalah yang telah ditentukan pada PBL I, sehingga masyarakat pengungsian dapat mengetahui masalah-masalah yang ada dilokasi PBL sera mampu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
B. Intervensi Fisik
Pemberian penyuluhan kesehatan dalam upaya meningkatkan pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu promosi kesehatan berupa alat bantu lihat (visual aids), alat bantu dengar (audio aids) dan alat bantu lihat dengar (Audio Visual Aids). Berdasarkan penelitian oleh Yusyaf (2011), didapatkan bahwa efektif menggunakan alat bantu lihat (visual aids) berupa lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang demam berdarah.
C. Intervensi Non Fisik
1. Penyuluhan
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Pendidikan kesehatan merupakan usaha untuk
menyiapkan siswa agar dapat tumbuh kembang sesuai, selaras, seimbang dan sehat
baik fisik, mental, sosial dan lingkungan melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan yang diperlukan bagi peranannya saat ini maupun di masa
yang akan datang (Ananto, 2006).
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku atau tindakan
didorong oleh keinginan atau motivasi. Untuk mewujudkan motivasi dan tindakan
dalam aktifitas CCTPS dan BSPT pada anak-anak tuna grahita, perlu dicari metoda
yang tepat dan sesuai dengan karakteristik mereka.
Menurut Notoatmodjo (2007), penyuluhan merupakan
bagian dari pendidikan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap, dan praktik masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri. Penyuluhan dapat dilaksanakan antara lain dengan ceramah dan
demonstrasi. Demonstrasi dapat dilaksanakan secara langsung dalam bentuk
praktik atau menggunakan bantuan media seperti video.
Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan cara yang
paling efektif, sederhana dan murah untuk mencegah penyakit-penyakit. Jika
dikombinasikan dengan peningkatan pengetahuan, praktik cuci tangan pakai sabun
merupakan pendekatan kesehatan preventif yang efektif dan telah terbukti
menurunkan risiko tidak hanya diare, tetap juga penyakit lain seperti kolera
dan disentri sebanyak 48-49 % (Depkes RI, 2008).
Mencuci tangan dengan sabun merupakan kebiasaan yang
seharusnya ditanamkan sejak dini mengingat anak-anak umumnya lebih rawan
mengalami gangguan kesehatan dibandingkan dengan orang dewasa, di samping itu
akan lebih mudah mulai menanamkan kebiasaan ini pada anak-anak dibandingkan
mengubah perilaku orang dewasa. Pemberian pengetahuan dan pembentukan kesadaran
tentang perilaku hidup bersih dan sehat dirasa sangat efektif ketika dilakukan
semenjak usia dini.
Langkah-langkah cuci tangan yang benar ada 6 langkah
yaitu membasahi tangan dan menggosok kedua telapak tangan, punggung tangan dan
sela-sela jari, ujung jari saling menguci, menggosok ibu jari dan ujung jari
digosok diatas telapak tangan, kemudian bilas air bersih (Puspromkes RI, 2010).
2. Penyuluhan
Gizi Seimbang
Pedoman Umum Gizi Seimbang sebagai alat memberikan penyuluhan pangan
dan gizi kepada masyarakat luas dalam rangka memasyarakatakan gizi seimbang,
pada tahun 1995 Direktorat Gizi Depkes telah mengeluarkan Pedoman Umum Gizi
Seimbang ( PUGS). PUGS merupakan penjabaran lebih lanjut dari pedoman 4 sehat 5
sempurna yang memuat pesan-pesan yang berkaitan dan pencegahan baik masalah
gizi kurang, maupun masalah gizi lebih selama 20 tahun terakhir telah mulai
menampakkan diri di Indonesia.
Pengelompokan bahan makanan disederhanakan, yaitu didasarkan pada
tiga fungsi utama zat-zat gizi,yaitu sebagai :
a.
Sumber energi atau tenaga
b.
Sumber zat pembangun
c. Sumber
zat pengatur
Untuk mencapai gizi seimbang hendaknya susunan makanan sehari terdiri
dari campuran ketiga kelompok bahan makanan tersebut.
Ketiga golongan makanan
tersebut digambarkan dalam bentuk kerucut dengan urutan-urutan menurut
banyaknya digunakan dalam hidangan sehari-hari. Dasar kerucut menggambarkan
sumber energi atau tenaga yaitu golongan bahan makanan yang paling banyak
dimakan, bagian tengah menggambarkan sumber zat pengatur, sedangkan bagian atas
menggambarkan sumber zat pembangun yang secara relatif paling sedikit di makan
tiap hari.
a. Sumber
zat energy atau tenaga,padi-padian,tepung-tepungan,umbi-umbian,sagu dan pisang
yang di beberapa bagian di Indonesia juga dimakan sebagai makanan pokok.
b. Sumber zat
pengatur ,sayur-sayuran dan buah-buahan.
c. Sumber
zat pembangun, ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan dan hasil
olahnya seperti tempe, tahu dan oncom.
PUGS memuat tiga belas pesan dasar yang diharapkan dapat digunakan
masyarakat luas sebagai pedoman praktis untuk mengatur makanan sehari-hari yang
seimbang dan aman guna mencapai dan
mempertahankan ststus gizi dan kesehatan yang optimal. Ketiga belas pesan dasar
tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Makanlah aneka ragam makanan
b.
Makanalah makanan untuk memenuhi kecukupan
energi
c.
Makan makanlah sumber karbohidrat,setengah dari
kebutuhan energi
d.
Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat
dari kebutuhan energi
e.
Gunakan garam beriodium
f.
Makanlah makanan sumber zat besi
g.
Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur empat
bulan
h.
Biasakan makan pagi
i.
Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya
j.
Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara
teratur
k.
Hindari minum minuman beralkohol
l.
Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
m. Bacalah
label pada makanan yang dikemas
Terdapat 4 (empat) pilar prinsip yang harus dipenuhi agar gizi
seimbang dapat terpenuhi :
a. Mengonsumsi
pangan beragam.
b. Membiasakan
perilaku hidup bersih.
c. Melakukan
aktivitas fisik.
d. Mempertahankan
dan memantau Berat Badan (BB) dalam batas normal.
Terdapat
juga 10 pesan-pesan PGS Baru 2015 yaitu:
a. Syukuri
dan nikmati anekaragam makanan.
b. Banyak
makan sayur dan cukup buah-buahan.
c. Biasakan
mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein hewani.
d. Biasakan
mengonsumsi anekaragam makanan pokok.
e. Batasi
konsumsi pangan manis, asin, dan berlemak.
f. Biasakan
sarapan.
g. Biasakan
minum air putih yang cukup dan aman.
h. Biasakan
membaca label pada kemasan pangan.
i.
Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih.
j.
Lakukan aktivitas yang cukup dan pertahankan
berat badan normal.
3. Penyuluhan
Pengolahan Sampah
a. Pengertian
sampah
Sampah
(refuse) adalah sebagian dari sesuatu
yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang
umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan
industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya)
dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990). Sumber sampah bisa bermacam-macam,
diantaranya adalah : dari rumah tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum,
industri, dan jalan.
b. Jenis-jenis
sampah
1) Sampah
organic
Menurut
Murtadho dan Said (1987), sampah organik di - bedakan menjadi sampah organik
yang mudah membusuk (misal: sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah) dan s
ampah organik yang tidak mudah membusuk (misal : plastik dan kertas).
2) Sampah
Anorganik
Sampah
anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non-hayati, baik
berupa produk sinterik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang.
Sampah anorganik ialah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non hayati baik
berupa produk sinterik maupun hasil prosses teknology pengelolahan bahan
tambang atau sumber daya alam dan tidak dapat diuraikan oleh alam, Contohnya:
botol plastik, tas plastik, kaleng (Novi, 2014).
c. Komposisi
Sampah
Menurut
Ecolink (1996). Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai:
1) Sampah
Organik Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan
yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau
yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah
tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik,
misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun.
2) Sampah
Anorganik Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbaharui seperti
mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini
tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik
secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya
hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada
tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan
kaleng.
d. Dampak
Menurut Marliani (2014)
dampak yang dihasilkan yaitu:
1) Pengelolaan
sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi
masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah
bertebaran dimana-mana. Memberikan dampak negatif terhadap estetika lingkungan.
2) Pengelolaan
sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat.
Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk
mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja,
rendahnya produktivitas).
3) Pembuangan
sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak
bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
4) Infrastruktur
lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti
tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan
sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di
jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan
diperbaiki
e. Tahapan
Pengelolaan Sampah
Menurut Marliani (2014)
tahapan engelolaan sampah yang dapat dilakukan yaitu:
1) Pencegahan
dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan
pemilahan atau pemisahan sampah organik dan anorganik dengan menyediakan tempat
sampah organik dan anorganik disetiap rumah.
2) Pemanfaatan
Kembali Kegiatan pemanfaatan sampah kembali, terdiri atas:
a) Pemanfaatan
sampah organik, seperti composting (pengomposan). Sampah yang mudah membusuk
dapat diubah menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan untuk melestarikan fungsi
kawasan wisata..
b) Pemanfaatan
sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan
kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan baku dari
barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangkan pemanfaatan kembali secara
tidak langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng,
koran bekas, botol, gelas dan botol air minum dalam kemasan.
3) Tempat
Pembuangan Sampah Akhir Dengan pengelolaan sampah yang baik, sisa sampah akhir
yang benar-benar tidak dapat dimanfaatkan lagi hanya sebesar ± 10%. Kegiatan
ini tentu saja akan menurunkan biaya pengangkutan sampah bagi pengelola
kawasan, mengurangi luasan kebutuhan tempat untuk lokasi TPS, serta memperkecil
permasalahan sampah yang saat ini dihadapi oleh banyak pemerintah daerah.
4. Penyuluhan
Mengenai Diare
Diare merupakan suatu penyakit berubahnya konsitensi
tinja dari lembek sampai mencair mungkin dapat disertai dengan muntah atau
tinja dan bertambahnya frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih dalam sehari
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang,
termasuk Indonesia. Di Indonesia ditemukan sekitar 60 juta kejadian diare
setiap tahunnya dan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian. (Depkes
RI, 2011).
Diare merupakan gejala yang terjadi dengan
tanda-tanda kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi.
Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus.
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja, Penyakit diare juga
masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia, karena morbiditas
dan mortalitasnya yang masih tinggi (Wong, 2008).
Rendahnya cakupan personal hygiene dan sanitasi
lingkungan sering sekali menjadi faktor resiko terjadinya KLB diare (Kemenkes
RI, 2011 dalam Mokodompit dkk, 2015). Faktor personal hygiene (kebersihan perorangan) ibu juga sangat
berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita. Perilaku ibu yang tidak
hygienis seperti tidak mencuci tangan pada saat memberi makan anak, tidak
mencuci bersih peralatan masak dan makan, dapat menyebabkan balita terkena
diare. Personal hygiene ibu dan
sanitasi lingkungan perumahan yang baik bisa terwujud apabila didukung oleh
perilaku masyarakat yang baik (Depkes RI, 2008).
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah
menyebar dan menularnya diare ialah dengan menjaga kebersihan perorangan karena
faktor kebersihan menjadi faktor yang penting untuk menghindarkan anak dari
penyakit diare (Fida dan Maya, 2012).
5. Advokasi
Pengadaan Air Bersih
Menurut
Foss & Foss et al (1980); Toulmin (1981) advokasi adalah upaya persuasif
yang mencangkup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, dan rekomendasi
tindak lanjut mengenai sesuatu (Hadi Pratomo dalam Notoatmodjo, 2005). Advokasi
adalah usaha mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk
komunikasi persuasif (John Hopkins School
for Public Health). WHO (1989) seperti dikutip UNFPA dan BKKBN (2002)
mengungkapkan bahwa “Advocacy is a
cpmbination on individual and social action design to gain political comitment,
policy support, social acceptence and system support for particular health
goal programe”
Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MenKes/SK/XI/2002
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri
terdapat pengertian mengenai “Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk
keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum
apabila dimasak”.
BAB III
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil kegiatan
1. Hasil Intervensi Fisik
Intervensi Fisik di lakukan dengan pembagian Media Cetak berupa Leaflet, Kipas Tangan berisi info kesehatan, Spanduk yang berasal dari Kerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Media cetak ini digunakan untuk memudahkan dalam pemberian informasi kesehatan ketika penyuluhan berlangsung. Media cetak ini telah tersebar 100% ke seluruh warga pengungsian serta Spanduk telah terpasang pada tengah tengah posko pengungsian Ngatabaru. Media cetak ini mendapatkan respon yang baik dari Masyarakat di posko pengungsian dengan terlihatnya antusias warga menempel poster di tenda tenda pengusian mereka dan membantu dalam pemasangan spanduk.
2. Hasil Intervensi Non Fisik
a.
Penyuluhan Cuci Tangan Pakai Sabun
(CTPS)
Hasil dari intervensi ini yaitu
meningkatnya pengetahuan anak-anak posko 6 pengungsian Ngata Baru. Hal ini
terlihat pada sesi tanya jawab sebagai bentuk Pre Test dan Post Test,
pada Sesi tanya Jawab Pre Test anak-anak
posko 6 pengungsian Ngata Baru mereka hanya menjawab dari pertanyaan yang
diberikan dengan seadanya. Bahkan tidak tahu, kemudian pada sesi tanya jawab
setelah materi diberikan kepada sasaran intervensi, anak-anak menjawab dengan sangat
antusias dan jawaban diberikan benar, sehingga penanggung jawab bisa
menyimpulkan bahwa sasaran dapat memahami materi yang telah diberikan dengan
baik. Kemudian masuk pada sesi mempraktekkan para sasaran intervensi telah
mampu mempraktekkan sendiri.
b. Penyuluhan
Gizi Seimbang
Tabel 3.1 Rata-rata peningkatan pengetahuan terkait gizi seimbang
NO
|
Jenis
Test
|
Hasil
Rata-Rata
|
Jumah
(N)
|
1
|
Pre
test
|
6,84
|
27
|
2
|
Post
test
|
7,28
|
26
|
Perbandingan tingkat pengetahuan dari sebelum dan sesudah penyuluharn dan penyebearan leaflet pada ibu-ibu yang berada di posko pengungsian NgataBaru yaitu ada peningkatan setelah Post test dengan hasil 7,28 % walaupun dengan mensosialisasikan dengan bantuan dosen Prodi Gizi. Hal ini ada penaikan pengetahuan tentang gizi seimbang walaupun responden masyarakat masih ada yang belum memahami beberapa materi yang terkait dengan penyuluhan.
c. Penyuluhan
Pengolahan Sampah
Tabel
3.2 Rata-rata peningkatan
pengetahuan terkait pengolahan sampah.
No
|
Jenis Test
|
Hasil Rata-Rata
|
Jumlah (N)
|
1.
|
Pre Test
|
78.64
|
22
|
2.
|
Post Test
|
93.64
|
22
|
Berdasarkan
tabel diatas, hasil penyuluhan pengolahan sampah yang telah dilakukan pada
posko 6 pengungsian ngata baru, melalui door
to door dengan menggunakan jenis test pretest
dan posttest dengan jumlah (N) 22
orang yang diwawancarai, terjadi perbedaan antara sebelum dan sesudah
penyuluhan pengolahan sampah dilakukan dengan jumlah hasil rata-rata pretest
adalah 78.64 dan posttes 93.64 .
d. Penyuluhan
Mengenai Diare
Tabel 3.3 Rata-rata peningkatan
pengetahuan terkait diare
No
|
Jenis Test
|
Hasil rata-rata
|
Jumlah (N)
|
1
|
Pre test
|
59,26
|
27
|
2
|
Post test
|
83,33
|
27
|
e. Advokasi
Distribusi Air Bersih
Berdasarkan hasil
intervensi dengan metode atvokasi hasil yang diperoleh yaitu advokasi tidak
berhasil yang ditandai dengan tidak ditandatanganinya MoU yang berisi
perjanjian untuk pembuatan jadwal
distribusi air ke posko 6 yang terdapat di pengungsian Petobo. MoU tidak dapat ditandatangani karena
pembuatan jadwal untuk distribusi air sulit untuk dilaksanakan. Hal ini
disebabakan karena kurangnya kendaraan untuk distribusi air ke setiap posko.
B. Pembahasan
Berdasarkan kesepakatan bersama maka program intervensi yang dilakukan pada PBL II adalah intervensi fisik dan non fisik. Untuk intervensi fisik yaitu pembagian leaflet, brosur, kipas tangan, serta pemasangan spanduk tentang kesehatan dipengungsian. Sedangkan intervensi non fisik yaitu penyuluhan cuci tangan pakai sabun (CTPS), Penyuluhan Gizi Seimbang, Penyuluhan Pengolahan Sampah, Penyuluhan Mengenai Diare dan advokasi distribusi air bersih.
Adapun programintervensi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Intervensi Fisik
a. Pembagian Brosur, Poster, Spanduk dan Kipas
Pada kegiatan intervensi fisik melakukan kegiatan dengan membagikan media cetak kesehatan berupa brosur, poster, spanduk dan kipas yang berisi informasi mengenai pelayanan kesehatan, seperti tidak merokok di pengungsian, membuang air besar/kecil dijamban, PHBS dan memberikan ASI ditempat pengungsian. Dimana hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan menambah pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan di pengungsian Petobo, Ngatabaru.
Hal ini seusai dengan Zulaikha (2012) bahwa Dalam program KIE media cetak lebih efektif untuk menyampaikan informasi dan pendidikan gizi, karena media cetak merupakan suatu media statis, mengutamakan pesan-pesan visual, dan umumnya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna yaitu berupa poster, leaflet, brosur, majalah, modul, dan buku saku.
b. Intervensi Non Fisik
a.
Penyuluhan Cuci Tangan Pakai Sabun
(CTPS)
Penyuluhan dilakukan tentang
cuci tangan pakai sabun (CTPS) di pengungsian Petobo, Ngatabaru dengan target
penyuluhan anak-anak diposko pengungsian dari Sekolah Dasar Kelas 1 hingga
Kelas 6 berumur 8-12 tahun, berjumlah 18 orang atau 30% dari jumlah anak anak
yang hadir. Penyuluhan dilakukan untuk Memberikan pengetahuan kepada anak anak
di pengusian tentang CTPS serta mengajarkan kepada anak anak pengungsian cara
cuci tangan pake sabun yang baik dan benar.
Sebelum penyuluhan dimulai,
melakukan pre test kepada anak-anak. pada Sesi tanya Jawab Pre Test anak-anak posko 6 pengungsian Ngata Baru beberapa
anak-anak, mereka hanya menjawab dari pertanyaan yang diberikan dengan
seadanya, bahkan tidak tahu . kemudian setelah dilakukan kegiatan penyuluhan
CTPS Hasil yang didapatkan yaitu
meningkatnya pengetahuan anak-anak posko 6 pengungsian Ngata Baru. Kemudian
dilakukan post test setelah kegiatan penyuluhan diberikan, sasaran dapat paham,
menjawab dengan benar, Kemudian pada saat mempraktekkan para sasaran telah
mampu mempraktekkan sendiri CTPS.
Hal ini
sejalan dengan teori Notoatmodjo (2013), bahwa penyuluhan kesehatan sama dengan
pendidikan kesehatan masyarakat (Public
Health Education), yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan
kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa
dengan adanya pesan tersebut atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat
berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan
tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran.
b.
Penyuluhan Gizi Seimbang
Penyuluhan dan pembagian leaflet
tentang gizi seimbang di posko
pengungsian Petobo-NgataBaru, target dari penyuluhan ini adalah ibu-ibu di
tempat pengungsian posko 6 dengan masyarakat yang turut menghadiri sebesar 26
orang atau 35% dari jumlah penduduk pengungsian di posko 6 Petobo-NgataBaru
untuk diberikan edukasi tentang gizi seimbang dalam pengalaman belajar lapangan
(PBL) II berbasis penanggulangan bencana.
Sebelum penyuluhan dan pemberian leaflet kepada ibu-ibu di posko 6
pengungsian Petobo-Ngatabaru dilakukan pre
test dan post test untuk melihat
pengetahuan tentang gizi seimbang dan pengelolahan makanan yang baik dan benar
dengan persediaan makanan yang terbatas di pengungsian . Hal ini sesuai dengan
Imran (2017) bahwa Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal
dari proses terjadinya penurunan derajat kesehatan yang dalam jangka panjang
akan mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi korban
bencana. Pengungsian tempat tinggal (shelter)
yang ada sering tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga secara langsung maupun
tidak langsung dapat menurunkan daya tahan tubuh dan bila tidak segera
ditanggulangi akan menimbulkan masalah di bidang kesehatan.
c.
Penyuluhan Pengolahan Sampah
Berdasarkan intervensi yang telah
dilakukan pada posko 6 pengungsian ngata baru bahwa masyarakat masih kurang
memahami cara pengolahan sampah seperti cara pemanfaatan sampah organik dan
anorganik dan juga masyarakat di pengungsian tersebut tidak memiliki tempat
pembuangan sampah sementara (TPS).
Berdasarkan hasil intervensi mengenai pengolahan
sampah yang telah di lakukan dengan cara door
to door di posko 6 pengungsian ngata baru, terjadi peningkatan pengetahuan
masyarakat dari sebelum dan sesudah pemberian sosialisasi atau penyuluhan
mengenai pengolahan sampah melalui Pre
Test dan Post Test. Hal ini di
tunjukkan dengan melihat tabel di atas, sig >0,000 berarti ada peningkatan
pengetahuan masyarakat setelah di lakukannya penyuluhan hal ini juga sesauai
dengan literatur (Maulana, 2007) mengatakan bahwa akan terjadi peningkatan
pengetahuan masyarakat setelah dilakukan pemberian informasi berupa ceramah
atau penyuluhan.
d.
Penyuluhan Mengenai Diare
Hasil intervensi diare yang telah dilakukan
pada Posko 6 pengungsian Petobo melalui metode door to door dengan menggunakan jenis test pretest dan postest dengan
jumlah responden sebanyak 22 orang diperoleh hasil terdapat perbedaan
pengetahuan masyarakat sebelum penyuluhan dan setelah penyuluhan. dimana
sebelum penyuluhan hasil rata-rata pretest
sebanyak 59,26 dan mengalami peningkatan
setelah penyuluhan dengan nilai rata-rata postest
83,33 dan dipeoleh nilai signifikan yaitu 0,00.
Hal ini
sejalan dengan literatur Harjoni (2013) yang menuliskan bahwa nilai signifikan
di bawah 0,05 menandakan bahwa H0
diterima, sedangkan nilai signifikan di atas 0,05 H1 diterima dan H0 di
tolak. Sementara itu, output antara kedua variabel, menghasilkan angka
0,00 yang berarti H0 diterima ini menandakan terjadi peningkatan terhadap
pengetahuan masyarakat di posko pengungsian.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat menurut
Weni (2016), bahwa pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku
selanjutnya, perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator
kesehatan masyarakat sebagai keluaran pendidikan kesehatan.
e.
Advokasi Distribusi Air Bersih
Jenis
intervensi yang dilakukan untuk menangani masalah air bersih yaitu dengan
melakukan advokasi langsung kepada kepala lurah Pengungsian Petobo. Wilayah
pengungsian yang menjadi prioritas masalah air bersih yaitu posko 6. Masyarakat
di posko 6 masih kekurangan distribusi air bersih karena distribusi air yang
dilakukan oleh PMI terkadang tidak menjangkau posko 6. Hal ini sesuai dengan Herlambang (2010) yang menyatakan
bahwa pada kondisi darurat distribusi sering menjadi penyebab ketidakpuasan
dalam pelayanan air bersih karena air bersih merupakan faktor kunci yang
menjaga agar orang tetap sehat, khususnya dalam keadaan darurat.
Hal ini juga sesuai dengan Sastra M
(2005) bahwa Penyediaan air bersih dalam permukiman merupakan prasarana untuk
mendukung perkembangan penghuninya. Air bersih di permukiman harus tersedia
dengan baik dalam arti kualitas memenuhi standar, jumlah cukup, tersedia secara
terus menerus dan cara mendapatnya mudah dan terjangkau, dimana menjadikan
penghuni permukiman akan nyaman tinggal Dengan kondisi ini menjadikan
masyarakat yang tinggal di permukiman tersebut dapat beraktivitas dengan baik
tanpa tergganggu dengan masalah air bersih. Karena itu, kebutuhan masyarakat
mengenai air bersih semakin bertambah pula sehingga membutuhkan usaha yang
sadar dan sengaja agar sumber daya air dapat tersedia secara berkelanjutan.
Setelah
melakukan advokasi kepada kepala lurah Pengungsian Petobo hasil yang diperoleh
yaitu tidak ditandatanganinya MoU yang berisi tentang pengadaan jadwal
distribusi air ke posko 6. Hal tersebut tidak berhasil karena kurangnya alat
transportasi untuk mendistribusi air bersih ke setiap posko sehingga pengadaan
jadwal distribusi air bersih ke posko 6 tidak dapat dilaksanakan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun Kesimpulan hasil
Intervensi dari PBL II adalah Telah terjadi peningkatan pengetahuan saat
dilakukanya intervensi pengetahuan dan mempraktekkan kepada anak anak di pengusian
tentang cuci tangan pake sabun (CTPS) yang baik dan benar, meningkatnya
pengetahuan ibu-ibu tentang 4 pilar gizi seimbang, pengolahan makanan yang
benar dan pola makan yang bergizi untuk pengungsi, mengolah dan memanfaatkan
sampah organic dan anorganik dengan mengurangi jumlah sampah, menambah
pengetahuan masyarakat pengungsian terkait penyakit diare agar masyarakat dapat
mencegah penyakit diare secara mandiri, dan mempengaruhi pemangku kebijakan
agar mengeluarkan jadwal distribusi air bersih sehingga distribusi air dapat
berjalan dengan lancar dan masalah air bersih dapat teratasi di Posko 6
Pengungsian Petobo
B. Saran
Adapun tujuan dari
Pengalaman Belajar Lapangan II adalah
sebagai berikut:
1. Saran
Bagi Institusi Kesehatan Masyarakat
Saran Bagi Institusi Kesehatan Masyarakat yaitu Untuk
PBL berikutnya harus lebih dimaksimalkan lagi persiapan untuk Turun PBL
nantinya sehingga bisa lebih effisien lagi dan lebih baik lagi kedepanya.
2. Saran
Bagi Pengungsian
Saran Bagi Pengungsian adalah harus lebih menjaga
kebersihan dan kesehatan di lingkungan pengungsian, dan harus bisa menerapkan
PHBS di kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ananto, P, 2006, Usaha Kesehatan Sekolah di Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah,
Yrama Widya, Bandung.
Almatsier,sunita,
2010, Prisip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia
Pusaka Utama, Jakarta.
Azwar, Asrul, 1990, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia,2008, Strategi nasional: sanitasi total berbasis masyarakat, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2011, Pengobatan dan Pencegahan Diare, Depkes
RI, Jakarta.
Fida dan Maya. 2012, Pengantar Kesehatan Anak, : D –Medika, Yogyakarta.
Harjoni, 2013,
‘Efektifitas dan manfaat program pembangunan masyarakat mulis sejahtera(PMMS)’,
Vol.7,No.2
Herlambang, Ari
2010, “Teknologi Penyediaan Air Minum
untuk Keadaan Tanggap Darurat” , JAI,
No. 1, Vol 6.
Marliani, 2014, Pemanfaatan Limbah Rumah
Tangga (Sampah Anorganik) Sebagai Bentuk Implementasi Dari Pendidikan
Lingkungan Hidup, Jurnal Formatif, Vol. 4, No. 2, Hal 124-132.
Mokodompit, Amanda dkk. 2015, Hubungan
tindakan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita di puskesmas
bilalang kota kotamobagu.
Murtadho, Djuli dan Said Gumbira, 1987,
Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Padat. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa.
Notoatmodjo, S., 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku,
Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, S 2013, Promosi Kesehatan dan Prilaku Kesehatan,
Rineka Cipta, Jakarta.
Pusat Promosi Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Disekolah.
Sastra M, Suparno, Endy Marlina, 2005, Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. Andi,
Yogyakarta.
Siregar, Widyana dkk, 2016, Hubungan Sanitasi
Lingkungan Dan Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di
Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utarakota
Sibolga Tahun 2016, Vol. 1, No. 5, Hal 1-9.
Wong, D.L, 2008, Buku Ajar Keperawatan Pediatric, EGC, Jakarta.
Zulaikhah, 2012, Pendidikan Gizi Dengan
Media Booklet, terhadap pengetahuan Gizi, Vol. 7, No. 2, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Hal 127-133.
0 Komentar