Makalah
MOBILITAS PENDUDUK
Dosen Pengampuh: Nurhaya S. Patui, S.KM., M.PH
Disusun
Oleh
Kelompok
III:
Oktiza Dwi Rianti (N 201 16 051)
Moh. Reza Rizaldy (N 201 16 086)
Irnawati Kusbin (N 201 16 026)
Syahriani (N 201 16 211)
Ayu Pratiwi (N
201 16 126)
Ni Made Arinda (N 201 16 176)
Aisyah Rizti Khansa (N 201 16 116)
PROGRAM STUDI KESEHATAN
MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mobilitas
penduduk telah berlangsung sejak terciptanya manusia pertama kali. Manusia
melakukan perburuan maupun meramu tumbuh-tumbuhan yang berguna untuk
kelangsungan hidupnya. Sebelum mulai menatap mereka melakukan aktifitas di
bidang pertanian yang mulai dengan pola berpindah-pindah kemudian melakukan
pertanian menetap.
Pada
dasarnya manusia melakukan mobilitas dengan suatu tujuan yaitu untuk
meningkatkan kualitas hidupnya mulai dengan pemenuhan kebutuhan pangan sekunder
lainnya. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa seseorang akan melakukan
mobilitas dengan tujuan untuk memperoleh pekerjaan akan pendapatan. Dengan
demikian daerah tujuan mobilitas penduduk merupakan daerah dimana terdapat
peluang yang lebih besar untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik atau
peningkatan pendapatan. Sehingga kesempatan kerja yang tersedia disuatu daerah
merupakan salah satu faktor pendorong adanya mobilitas penduduk.
Selanjutnya,
jika kebutuhan dasarnya telah dapat terpenuhi maka mobilitas dilakukan dengan
tujuan memenuhi kebutuhan sekunder, termasuk wisata bahkan mngkin sampai
tingkat foya-foya.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa pengertian dan ruanglingkup
mobilitas penduduk.
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari
mobilitas penduduk.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor
yang mempengaruhi mobilitas penduduk.
4. Untuk mengetahui jenis dari
mobilitas penduduk permanen (migrasi) dan bagaimana permasalahan kependudukan
dalam migrasi penduduk.
5. Untuk mengetahui apa mobilitas
penduduk non permanen (sirkuler) dan bagaimana contohnya.
6. Untuk mengetahui bagaimana perilaku
mobilitas pendudu dan sumber data mobilitas penduduk dan analisis penduduk.
7. Untuk mengetahui rumus mobilitas
penduduk
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN RUANGLINGKUP
MOBILITAS PENDUDUK
Mobilitas
penduduk mempunyai pengertian pergerakan penduduk dari satu daerah ke daerah
lain. Baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu yang lama atau menetap
seperti mobilitas ulang-alik (komunitas) dan migrasi. Mobilitas penduduk adalah
perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari suatu
daerah ke daerah lain.
Mobilitas
dibedakan 2 yaitu mobilitas non permanen (tidak tetap) dan mobilitas tetap
(tetap). Apabila perpindahan bertujuan untuk menetap di daerah tujuan maka
disebut migrasi. Jadi migrasi artinya perpindahan penduduk dari satu daerah ke
daerah lain untuk menetap.
Jenis-jenis
mobilitas permanen :
1. Urbanisasi yaitu perpindahan
penduduk dari desa ke kota.
2. Transmigrasi yaitu perpindahan
perpindahan penduduk dari pulau yang padat ke pulau yang kurang padat
penduduknya. Transmigrasi diatur oleh pemerintah.
3. Migrasi yaitu masuknya penduduk dari
satu Negara ke Negara lain.
4. Emigrasi yaitu keluarnya penduduk
suatu negara untuk masuk ke negara lain.
5. Remigrasi yaitu kembalinya penduduk
ke negara asalnya.
Mobilitas penduduk dapat dibedakan
antara mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas penduduk horinzontal.
1. Mobilitas penduduk vertical
Mobilitas
vertical adalah semua gerakan penduduk dalam usaha perubahan status sosial atau
sering disebut dengan perubahan status, atau perpindahan dari cara-cara hidup
tradisional ke cara-cara hidup yang lebih modern.
Contohnya, seorang buruh tani yang berganti pekerjaan menjadi pedagang termasuk gejala perubahan status sosial. Begitupula seorang dokter gigi beralih pekerjaan menjadi seorang actor film juga termasuk mobilitas vertical.
Contohnya, seorang buruh tani yang berganti pekerjaan menjadi pedagang termasuk gejala perubahan status sosial. Begitupula seorang dokter gigi beralih pekerjaan menjadi seorang actor film juga termasuk mobilitas vertical.
2. Mobilitas penduduk horizontal
Mobilitas
horizontal adalah semua gerakan penduduk yang melintas batas wilayah tertentu
dalam periode waktu tertentu atau sering pula disebut dengan mobilitas penduduk
geografis adalah gerak (movement) penduduk yang melintas batas wilayah menuju
ke wilayah yang lain dalam periode waktu tertentu (Mantra, 1987). Batas wilayah
umumnya digunakan batas administrates, misalnya propinsi, kabupaten, kecamatan,
kelurahan, pendukuhan (dusun). Naim (1979) dalam penelitiannya mengenai
mobilitas penduduk suku Minagkabau menggunakan batas budaya Minang sebagai
batas wilayah.
Hingga kini belum ada kesempatan
diantara para ahli dalam menentukan batas wilayah dan waktu tersebut. Hal ini
sangat bergantung kepada luas cakupan wilayah penelitian oleh setiap peneliti.
Sebagai contoh, Badan Pusat Statistik (BPS) dalam melaksanakan Sensus Penduduk
di Indonesia menggunakan batas propinsi sebagai batas wilayah, sedangkan batas
waktu digunakan enam bulan atau lebih. Jadi, menurut definisi yang dibuat oleh
BPS, seseorang disebut migrant apabila orang tersebut bergerak melintasi batas
propinsi menuju ke propinsi lain, dan dapat pula seseorang disebut migrant
walau berada di propinsi tujuan kurang dari enam bulan tetapi orang tersebut
berniat tinggal menetap atau tinggal enam bulan atau lebih di propinsi tujuan.
Mantra (1978) dalam penelitiannya
mengenai mobilitas penduduk non permanent disebuah dukuh di Bantul menggunakan
dukuh sebagai satuan wilayah dan batas waktu yang digunakan untuk meninggalkan
dukuh asal enam jam atau lebih. Batas enam jam diambil karena seseorang yang
bepergian menginggalkan dukuh asal keperluan tertentu dan bepergiannya
dipersiapkan terlebih dahulu, dan lamanya menginggalkan dukuh minimal enam jam.
Alasannya lain pengambilan batas enam jam ialah untuk menjaring orang-orang
yang melakukan mobilitas ulang alik atau communiting.
Akibat belum adanya kesepakan
diantara para ahli mobilitas penduduk mengenai ukuran batas wilayah dan waktu
ini hasil penelitian mengenai mobilitas penduduk diantara peneliti tidak dapat
diperbandingkan. Mengingat bahwa skala penelitian itu bervariasi antara
peneliti yang satu dengan peneliti lain, sulit bgai peneliti mobilitas penduduk
untuk menggunakan batas wilayah dan waktu yang baku (standard). Misalnya,
apabila wilayah penelitian itu desa, tidak mungkin menggunakan batas propinsi
sebagai batas wilayah dan meninggalkan daerah asal 6 bulan atau lebih sebagai
batas waktu. Jadi, ada baiknya tidak ada batas waktu baku untuk batas wilayah
dan waktu penelitian mobilitas penduduk. Sudah tentu bahwa makin sempit batasan
ruang da waktu yang digunakan, makin banyak terjadi gerak penduduk antara
wilayah tersebut.
Kalau dilihat ada tidaknya niatan
untuk menetap di daerah tujuan, mobilitas penduduk dapat pula dibagi dua, yaitu
mobilitas penduduk permanent atau migrasi dan mobilitas penduduk non permanent.
Jadi, migrasi adalah gerak penduduk yang melintas batas wilayah asal menuju ke
wilayah lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Sebaliknya, mobilitas
penduduk non permanent ialah gerak penduduk dari suatau wilayah ke wilayah lain
dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Apabila seseorang menuju ke
daerah lain dan sejak semula sudah bermaksud tidak menetap di daerah tujuan.,
orang tersebut digolongkan sebagai pelaku mobilitas non permanent walaupun
bertempat tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu lama (steele, 1983).
Contoh yang baik dalam hal ini ialah mobilitas penduduk orang Minang yang
melintas batas budaya Minagkabau menuju ke daerah lain. Walaupun berada di
daerah tujuan selama puluhan tahun, mareka dikategorikan sebagai migrant
nonpermanent karena tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Gerak penduduk
orang Minang ini disebut dengan merantau. Sayang, banyak para migrant tidak
dapat memberikan ketegasan apakah mereka ada niatan menetap di daerah tujuan
atau tidak pada saat melakukan mobilitas yang pertama kali. Sering niatan
tersebut berubah setelah pelaku mobilitas tinggal di daerah tujuan niata
tersebut dalam jangka waktu relative lama.
Gerak penduduk yang nonpermanent
(sirkulasi, circulation) ini dapat pula dibagi menjadi dua yaitu ulang alik
(jawa=nglaju, Inggris=Communiting) dan dapat menginap atau mondok di daerah
tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali ke daerah asal pada hari itu
juga. Pada umumnya penduduk yang melakukan mobilitas ingin kembali ke daerah
asal secepatnya sehingga kalau dibandingkan frekuensi penduduk ulang alik
terbesar disusul oleh menginap/mondok dan migrasi. Secara operasional,
macam-macam bentuk mobilitas penduduk tersebut diukur berdasarkan konsep ruang
dan waktu. Misalnya mobilitas ulang alik, konsep waktunya diukur dengan enam
jam atau lebih meninggalkan daerah asal dan kembali pada hari yang sama;
menginap/mondok diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal lebih dari satu
hari. Tetapi kurang dari enam bulan, sedangkan mobilitas permanent diukur dari
lamanya meninggalkan daerah asal enam bulan atau lebih kecuali orang yang sudah
sejak semula berniat menetap di daerah tujuan seperti seorang istri yang berpindah
ke tempat suami.
B. BENTUK-BENTUK MOBILITAS PENDUDUK
Mobilitas
tradisional, dimana penduduk melakukan mobilitas atas dasar untuk memenuhi
kebutuhan primer terutama pangan. Aktivitas mobilitas tradisional merupakan
arus desa ke kota yang termasuk dalam pengertian urbanisasi.
Mobilitas
pra-modern, yang merupakan transisi dari mobilitas tradisional menuju mobilitas
modern. Dalam hal ini penduduk mulai melakukan mobilitas dengan tujuan yang
lebih luas bukan hanya sekedar untuk cukup pangan. Aktivitas dari desa ke kota
sangat meningkat disertai dengan mobilitas antar kota dan juga mobilitas dari
kota ke luar kota (pedesaan). Sehingga terjadi dengan apa yang disebut
urbanisasi modern. Penduduk mobilitas atau migrasi dengan tujuan yang lebih
luas termasuk kesenangan dan kenyamanan.
Mobilitas
modern, dimana mobiolitas penduduk telah mmelampaui batas-batas Negara dengan
berbgai macam-macam tujuan baik kegiatan perdagangan maupun berwiraswasta.
Mobilitas
canggih atau super-modern, dimana mobilitas dilakukan telah melampaui
pengertian berwiraswasta secara wajar yang dapat dimasukkan dalam kategori
berfoya-foya dengan konsumsi yang berlebihan.
Bentuk mobilitas penduduk dapat dipahami berkaitan dengan keberhasilan dalam aktivitas ekonomi yang meliputi 2 komponen yaitu kesempatan kerja (produktifitas) dan pendapatan (atau dana). Komponen mobilitas tersebut dapat di pandang sebagai indikator kualitas kehidupan masyarakat.
Bentuk mobilitas penduduk dapat dipahami berkaitan dengan keberhasilan dalam aktivitas ekonomi yang meliputi 2 komponen yaitu kesempatan kerja (produktifitas) dan pendapatan (atau dana). Komponen mobilitas tersebut dapat di pandang sebagai indikator kualitas kehidupan masyarakat.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
MOBILITAS PENDUDUK
Faktor
dari sejarah asal yang disebut faktor pendorong seperti adanya bencana alam,
panen gagal, lapangan kerja terbatas, keamanan terganggu, kurangnya sarana
pendidikan. Faktor yang ada di daerah tujuan yang disebut faktor penarik
seperti, tersedianya lapangan kerja, upah tinggi, tersedia sarana pendidikan
kesehatan dan hiburan. Faktor yang terletak diantara daerah asal dan daerah
tujuan yang disebut penghalang yang termasuk faktor ini misalnya jarak jenis
alat transport dan biaya transport jarak yang tidak jauh dan mudahnya
transportasi mendorog mobilitas penduduk. Yang terdapat pada diri seseorang
disebut faktor individu. Faktor ini sangat mempengaruhi keinginan seseorang
untuk melakukan mobilitas atau tidak. Contoh faktor individu ini antara lain:
umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
Faktor
pendorong dan penarik perpindahan penduduk ada yang negatif dan ada yang
positif. Faktor pendorong yang positif yaitu para migran ingin mencari atau
menambah pengalaman di daerah lain. Sedangkan faktor pendorong yang negatif
yaitu fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup terbatas dan lapangan pekerjaan
terbatas pada pertanian. Faktor penarik yang positif yaitu daerah tujuan
mempunyai sarana pendidikan yang memadai dan lebih lengkap. Faktor penarik yang
negatif adalah adanya lapangan pekerjaan yang lebih bervariasi, kehidupan yang
lebih mewah, sehingga apa saja yang diperlukan akan mudah didapat dikota.
D. MOBILITAS PENDUDUK PERMANEN
(MIGRASI)
1. Migrasi penduduk
Migrasi
penduduk terbagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Migrasi internasional yang dapat di
bedakan atas migrasi masuk (imigrasi) dan migrasi keluar (emigrasi).
Imigrasi
adalah masuknya penduduk suatu Negara ke Negara lain baik untuk maksud
berkunjung, bekerja maupun kepentingan lain dalam waktu tertentu atau untuk
selamanya, seperti datangnya orang Eropa yang masuk ke Amerika.
Emigrasi
adalah perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan
untuk menetap atau bekerja (penduduk yang keluar dari suatu Negara lain untuk
menetap atau bekerja). Contoh : perginya orang Indonesia (TKI atau TKW) ke
timur tengah untuk bekerja.
b. Migrasi Internal yang disebut juga
transmigrasi dan Urbanisasi
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain dalam suatu wilayah Negara. Contohnya: perindahan suatu penduduk dari jawa ke daerah-daerah di Sumatera, Kalimantan, Irian jaya dsb.
Urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan maksud untuk mencari nafkah.
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain dalam suatu wilayah Negara. Contohnya: perindahan suatu penduduk dari jawa ke daerah-daerah di Sumatera, Kalimantan, Irian jaya dsb.
Urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan maksud untuk mencari nafkah.
2. Permasalan Kependudukan Berkaitan
dengan Migrasi Penduduk
Berbagai jenis migrasi yang terjadi membawa dampak yang berbeda-beda bagi masyarakat asal maupun masyarakat tujuan.
Berbagai jenis migrasi yang terjadi membawa dampak yang berbeda-beda bagi masyarakat asal maupun masyarakat tujuan.
a. Migrasi internasional
1) Dampak negatif adanya imigrasi dan
cara penanggulangannya
a) Masuknya budaya-budaya asing yang
tidak sesuai
Makin banyak orang asing yang masuk ke Indonesia
berarti makin banyak pula budaya yang masuk. Karena orang-orang asing tersebut juga membawa budaya Negara asalnya yang sudah melekat. Banyak budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya asli bangsa Indonesia. Hal tersebut lambat laun dapat merusak budaya bangsa Indonesia. Contohnya adalah sikap konsumtif dan pergaulan bebas. Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, kita harus menjaga budaya bangsa agar tidak terpengaruh dengan budaya luar. Di samping itu penduduk juga harus bersikap selektif dan mempertebal keimanan dan ketakwaan sehingga terhindar dari budayabudaya yang bertentangan dengan nilai agama dan budaya bangsa. Pemerintah juga dapat berperan dengan menciptakan iklim kondusif bagi berkembangnya budaya-budaya daerah dan nasional, seperti dengan menetapkan undang-undang dan kebijakan-kebijakan yang mendukung upaya pelestarian nilai dan budaya bangsa.
Makin banyak orang asing yang masuk ke Indonesia
berarti makin banyak pula budaya yang masuk. Karena orang-orang asing tersebut juga membawa budaya Negara asalnya yang sudah melekat. Banyak budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya asli bangsa Indonesia. Hal tersebut lambat laun dapat merusak budaya bangsa Indonesia. Contohnya adalah sikap konsumtif dan pergaulan bebas. Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, kita harus menjaga budaya bangsa agar tidak terpengaruh dengan budaya luar. Di samping itu penduduk juga harus bersikap selektif dan mempertebal keimanan dan ketakwaan sehingga terhindar dari budayabudaya yang bertentangan dengan nilai agama dan budaya bangsa. Pemerintah juga dapat berperan dengan menciptakan iklim kondusif bagi berkembangnya budaya-budaya daerah dan nasional, seperti dengan menetapkan undang-undang dan kebijakan-kebijakan yang mendukung upaya pelestarian nilai dan budaya bangsa.
b) Masuknya orang-orang asing yang
bermasalah
Imigran-imigran yang masuk ke Indonesia tidak semuanya berniat baik. Ada kalanya beberapa di antara imigran tersebut mempunyai tujuan yang tidak baik, seperti mengedarkan narkoba, menjual barang-barang ilegal, melarikan diri dari jeratan hukum di negaranya (buronan), untuk melakukan kegiatan memata-matai, dan lain-lain. Hal tersebut sangatlah mengganggu bagi kestabilan politik, ekonomi, sosial, dan budaya Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan ketahanan nasional yang tinggi dengan melibatkan semua elemen bangsa. TNI dan Polri perlu meningkatkan kewaspadaan penjagaan terutama di daerah-daerah perbatasan dan melakukan pemeriksaan rutin dan disiplin terhadap imigran (WNA). Pemerintah melalui petugas keimigrasian dan bea cukai menerapkan aturan yang ketat dan disiplin dalam membuat ijin, memeriksa, dan menindak imigran beserta barang-barang yang masuk ke Indonesia. Masyarakat dapat bertindak proaktif dengan melaporkan ke pihak yang berwajib jika melihat kejanggalan-kejanggalan yang berkaitan dengan imigran (WNA).
Imigran-imigran yang masuk ke Indonesia tidak semuanya berniat baik. Ada kalanya beberapa di antara imigran tersebut mempunyai tujuan yang tidak baik, seperti mengedarkan narkoba, menjual barang-barang ilegal, melarikan diri dari jeratan hukum di negaranya (buronan), untuk melakukan kegiatan memata-matai, dan lain-lain. Hal tersebut sangatlah mengganggu bagi kestabilan politik, ekonomi, sosial, dan budaya Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan ketahanan nasional yang tinggi dengan melibatkan semua elemen bangsa. TNI dan Polri perlu meningkatkan kewaspadaan penjagaan terutama di daerah-daerah perbatasan dan melakukan pemeriksaan rutin dan disiplin terhadap imigran (WNA). Pemerintah melalui petugas keimigrasian dan bea cukai menerapkan aturan yang ketat dan disiplin dalam membuat ijin, memeriksa, dan menindak imigran beserta barang-barang yang masuk ke Indonesia. Masyarakat dapat bertindak proaktif dengan melaporkan ke pihak yang berwajib jika melihat kejanggalan-kejanggalan yang berkaitan dengan imigran (WNA).
2) Dampak negatif adanya emigrasi dan
cara penanggulangannya
a) Keengganan orang-orang Indonesia di
luar negeri untuk kembali ke Indonesia
Banyak
orang Indonesia yang bekerja di luar negeri enggan untuk kembali ke Indonesia.
Mereka beralasan bahwa upah pekerja di luar negeri lebih tinggi bila
dibandingkan dengan di Indonesia. Selain itu, juga suasana dan kehidupan di
luar negeri dianggap lebih kondusif. Keengganan para pekerja tersebut terutama
tenaga ahli untuk kembali ke Indonesia dapat mengurangi tenaga ahli di
Indonesia. Usaha untuk menanggulangi hal tersebut dapat dilakukan dengan
memperkokoh rasa nasionalisme. Juga dapat dilakukan dengan menciptakan iklim
dalam negeri yang kondusif, terutama dalam dunia industri dan investasi,
sehingga memicu membaik dan meningkatnya kehidupan ekonomi masyarakat.
b) Rusaknya citra Indonesia di mata
negara lain
Rusaknya citra Indonesia di mata negara lain disebabkan oleh ulah orang-orang Indonesia di negara lain yang tidak bertanggung jawab, seperti melakukan tindak kejahatan di negara lain, buron yang lari ke negara lain, dan lain-lain. Untuk menanggulangi masalah tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah melalui pihak keimigrasian untuk lebih memperketat perijinan pengajuan paspor/visa ke negara lain. Pemerintah juga bisa menjalin kerja sama secara baik dengan aparat-aparat yang berwenang negara lain ataupun membuat kebijakan-kebijakan dan perjanjian-perjanjian dengan Negara lain, misalnya perjanjian ekstradisi dan lain-lain.
Rusaknya citra Indonesia di mata negara lain disebabkan oleh ulah orang-orang Indonesia di negara lain yang tidak bertanggung jawab, seperti melakukan tindak kejahatan di negara lain, buron yang lari ke negara lain, dan lain-lain. Untuk menanggulangi masalah tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah melalui pihak keimigrasian untuk lebih memperketat perijinan pengajuan paspor/visa ke negara lain. Pemerintah juga bisa menjalin kerja sama secara baik dengan aparat-aparat yang berwenang negara lain ataupun membuat kebijakan-kebijakan dan perjanjian-perjanjian dengan Negara lain, misalnya perjanjian ekstradisi dan lain-lain.
b. Migrasi Internal
Migrasi
nasional terbagi menjadi dua, antara lain transmigrasi dan urbanisasi.
1) Dampak negatif adanya transmigrasi
dan cara penanggulangannya
a) Memerlukan banyak biaya
Program
transmigrasi terutama yang bukan swakarsa memerlukan banyak biaya. Biaya-biaya
tersebut untuk pemberangkatan sejumlah transmigran dan pembukaan lahan baru.
Untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintah dapat memprioritaskan
transmigrasi swakarsa, sehingga biaya ditanggung oleh transmigran sendiri.
Adapun pemerintah hanya sebatas menyediakan lahan baru saja. Namun untuk
menumbuhkan kesadaran masyarakat agar melakukan transmigrasi swakarsa bukanlah
pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu pemerintah harus senantiasa memberikan
penyuluhanpenyuluhan pada masyarakat.
b) Sering timbulnya konflik antar
masyarakat
Masyarakat
setempat, khususnya masyarakat tujuan transmigrasi yang berada di pedalaman
sangat sulit menerima pendatang baru, apalagi mereka menganggap bahwa transmigran
mengambil lahan garapan mereka. Hal tersebut sering memicu kecemburuan antara
masyarakat setempat terhadap para transmigran, bahkan di antara mereka sering
terjadi konflik. Untuk menanggulangi masalah tersebut perlu dilakukan
penyuluhan dan pembinaan terhadap masyarakat setempat di daerah tujuan
transmigrasi. Di samping itu, juga diberikan bantuan berupa fasilitas-fasilitas
yang serupa yang diberikan pada para transmigran sehingga dapat meminimalisir
kecemburuan sosial. Pemerintah juga bisa mengadakan forum bersama yang
mempertemukan antara masyarakat setempat dan para transmigran, sehingga lebih
mempererat hubungan di antara mereka.
2) Dampak urbanisasi dan upaya
penanggulangannya
Urbanisasi
yang terus menerus berlangsung dapat meningkatkan jumlah penduduk di kota
dengan cepat. Di sisi lain jumlah penduduk di desa makin berkurang. Hal ini
menyebabkan ketimpangan pembangunan dan ketimpangan sosial antara desa dengan
kota.
a) Dampak negatif urbanisasi bagi kota
· Meningkatnya jumlah pengangguran
Urbanisasi
mengakibatkan, persaingan kerja makin tinggi dan kesempatan kerja makin kecil,
sehingga orang sulit mencari pekerjaan.
· Meningkatnya angka kriminalitas
Kebutuhan
hidup di kota sangatlah kompleks, namun usaha pemenuhannya kian sulit. Hal
itulah yang membutakan mata sebagian orang, sehingga nekat menghalalkan segala
cara demi memenuhi kebutuhan, seperti merampok, menipu, mencuri, korupsi, dan
lain-lain.
· Munculnya slum area (daerah kumuh)
Dengan
adanya urbanisasi menjadikan lahan pemukiman makin sempit. Jumlah lahan yang
tersedia tidak sebanding dengan jumlah penduduknya, sehingga sulit untuk
mencari lahan untuk mendirikan rumah. Meskipun ada, lahan tersebut harganya
sangat mahal, karena banyak orang yang menginginkannya. Mahalnya harga tanah
tersebut menjadikan masyarakat tidak mampu membeli. Akhirnya mereka lebih
memilih tinggal di kolong jembatan, bantaran sungai, membuat rumah kardus,
bahkan ada yang tinggal di daerah pemakaman.
b) Dampak negatif bagi desa
Urbanisasi
ternyata membawa pengaruh yang besar bagi masyarakat di desa. Pembangunan dan
dinamisasi desa menjadi menurun. Hal tersebut disebabkan karena:
· Tenaga terampil di desa berkurang
karena berpindah ke kota.
· Penduduk desa yang bersekolah di
kota umumnya enggan kembali ke desa.
· Tenaga yang tertinggal di desa,
umumnya orang-orang tua yang sudah tidak terampil dan produktif lagi. Untuk
menanggulangi atau bahkan mencegah munculnya dampak-dampak negatif urbanisasi
tersebut, perlu diupayakan untuk menekan dan memperkecil laju urbanisasi. Upaya
tersebut dapat dilakukan dengan pemerataan pembangunan industri sampai ke
desa-desa.
· Pembangunan infrastruktur jalan ke
desa-desa, sehingga memperlancar hubungan desa dengan kota.
· Mengoptimalkan usaha pertanian,
sehingga tingkat pendapatan masyarakat desa.
· Pembangunan fasilitas umum di desa,
seperti listrik, puskesmas, sekolah, pasar, dan lain-lain
E. MOBOLITAS PENDUDUK NON PERMANEN
(SIRKULER)
Mobilitas
penduduk sirkuler atau mobilitas non permanen adalah gerak penduduk dari suatu
wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah
tujuan.
Sebagai
contoh, di Indonesia (menurut batasan sensus penduduk) mobilitas penduduk
sirkuler dapat didefinisikan sebagai gerak penduduk yang melintas batas
propinsi menuju ke propinsi lain dalam jangka waktu kurang enam bulan. Hal ini
sesuai dengan paradigma geografis yang didasarkan atas konsep ruang (space) dan
waktu (time). Data mobilitas penduduk sirkuler sukar didapat. Hal ini
disebabkan para pelaku mobilitas sirkuler tidak memberitahu kepergian mereka kepada
kantor desa di daerah asal, begitu juga dengan kedatangan mereka di daerah
tujuan. Meskipun deminian, dengan segala keterbatasan data, mobilitas penduduk
Indonesia, baik permanent maupun nonpermanent (sirkuler) diduga frekuensinya
akan terus meningkat dan semakin lama semakin cepat. Menurut Ananta (1995),
suatu revolusi mobilitas tampaknya juga telah terjadi di Indonesia. Hal ini
dipengaruhi oleh tersedianya prasarana transport dan komunikasi yang mewadai
dan modern.
F. PERILAKU MOBILITAS PENDUDUK
Perilaku
mobilitas penduduk oleh Ravenstain disebut dengan hukum-hukum migrasi sebagai
berikut: Para migran cenderung memilih tempat terdekat sebagai daerah tujuan.
Faktor paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigran adalah
situasinya memperoleh pekerjaan di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh
pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan. Daerah tujuan
mempunyai nilai kefaedahan wilayah (place utility) lebih tinggi dibanding
dengan daerah asal. Semakin tinggi pengaruh kekotaan terhadap seseorang,
semakin besat tingkat mobilitasnya. Semakin tinggi pendapatan seseorang,
semakin tinggi frukuensi mobilitasnya. Penduduk yang masih muda dan belum kawin
lebih banyak melakukan mobilitas dari pada mereka yang berstatus kawin.
Penduduk yang berpendidikan tinggi biasanya lebih banyak melaksanakan mobilitas
dari pada yang berpendidikan rendah. Kepuasan terhadap kehidupan di masyarakat
baru tergantung pada hubungan sosial para pelaku hubungan sosial para pelaku
mobilitas dengan masyarakat tersebut. Kepuasan terhadap kehidupan di kota
tergantung pada kemampuan perseorangan untuk mendapatkan pekerjaan dan adanya
kesempatan bagi anak-anak untuk berkembang. Setelah menyesuaikan diri dengan
kehidupan kota, para pelaku mobilitas pindah ke tempat tinggal dan memilih
daerah tempat tinggal dipengaruhi oleh daerah tempat bekerja.
G. SUMBER DATA MOBILITAS PENDUDUK DAN
ANALISIS
Pada
umumnya ada tiga sumber data mobilitas penduduk yaitu: sensus penduduk,
registrasi penduduk dan survei penduduk. Diantara ketiga sumber data mobilitas
penduduk data yang didapat dari sensus penduduk dan survei penduduk yang paling
lengkap, hanya kelemahannya data yang didapat dari sensus penduduk hanya
meliputi mobilitas penduduk yang bersifat permanen saja. Dan hasil registrasi penduduk
dan survei penduduk diperoleh data baik mobilitas permanen maupun nonpermanen,
hanya kelemahannya tidak semua mobilitas penduduk dapat dicatat.
H. RUMUS
MOBILITAS
1. Angka
Mobilitas
Angka
mobilitas adalah rasio dari banyaknya penduduk yang pindah secara lokal (mover)
disbanding jumlah penduduk tegah tahun dalam satu jangka waktu tertentu.
X K
Dimana: m = angka
mobilitas
M = jumlah orang yang pindah
P = jumlah penduduk ten
2. Angka
Migrasi Masuk
X K
Dimana: m = angka
mobilitas
M = jumlah orang yang pindah
P = jumlah penduduk ten
3. Angka
Migrasi Keluar
X K
Dimana:
m = angka mobilitas
M = jumlah orang yang pindah
P = jumlah penduduk ten
4. Angka
Migrasi Neto
X K
Dimana: m = angka
mobilitas
M = jumlah orang yang pindah
P = jumlah penduduk ten
5. Angka
Migrasi Bruto
X K
Dimana: m = angka
mobilitas
M = jumlah orang yang pindah
P = jumlah penduduk ten
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mobilitas
penduduk adalah gerakan atau arus perpindahan penduduk dari suatu tempat ke
tempat lain. Peranan mobilitas pendudukterhadap laju pertumbuhan antara wilayah
satu dengan wilayah yang lain berbeda-beda. Untuk Indonesia secara keseluruhan
tingkat pertumbuhan penduduknya lebih dipengaruhi oleh tinggi rendahnya sifat
fertilitas dan mortalitas, karena migrasi netto hamper dikatan nol, tidak
banyak orang Indonesia yang pindah keluar negeri, begitu juga orang luar negeri
pindah ke Indonesia.
B. SARAN
Setelah
mengetahui mobilitas penduduk diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
wawasan pembaca terhadap mobilitas penduduk. Dengan demikian kesejahteraan
masyarakat dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Kartomo Wirosuhardjo. Dkk. (1981).
Dasar-dasar Demografi. Jakarta : F.E.U.I
Mantra, Ida Bagoes. (2004). Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
http://www.masbied.com/2010/…/14/makalah-mobilitas-penduduk/
http://sichesse.blogspot.com/…/makalah-mobilitas-penduduk.h…
http://smile-pesri.blogspot.com/…/12/mobilitas-penduduk.html
http://kulpulan-materi.blogspot.com/…/mobilitas-penduduk.ht…
http://www.imammurtaqi.com/…/permasalahan-kependudukan-berk…
Mantra, Ida Bagoes. (2004). Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
http://www.masbied.com/2010/…/14/makalah-mobilitas-penduduk/
http://sichesse.blogspot.com/…/makalah-mobilitas-penduduk.h…
http://smile-pesri.blogspot.com/…/12/mobilitas-penduduk.html
http://kulpulan-materi.blogspot.com/…/mobilitas-penduduk.ht…
http://www.imammurtaqi.com/…/permasalahan-kependudukan-berk…
0 Komentar