Mobilitas penduduk atau perpindahan penduduk ada
karena kebutuhan hidup manusia tidak selalu dapat terpenuhi oleh kemampuan
wilayah dimana ia bertempat tinggal. Mobilitas penduduk terjadi antara lain
karena adanya perbedaan potensi dan kemampuan wilayah yang satu dengan yang
lain didalam memenuhi kebutuhan hidup peduduknya. Dalam konsep Geografi dikenal
dengan diferensiasi areal (Areal
differentiation) yaitu suatu anggapan bahwa interaksi antar wilayah akan
berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah berbeda dari wilayah yang lain,
karena terdapat permintaan dan penawaran antarwilayah tersebut (Bintarto,1979:
117)
Migrasi sirkuler di Indonesia sudah berlangsung
sejak tahun 1930-an dan akhir-akhir ini gejala perpindahan penduduk dari desa
ke kota cukup menonjol. Hal ini disebabkan oleh adanya alasan tertentu, seperti
keamanan, pendidikan dan pekerjaan (Mantra dan Sunarto HS dalam Kartomo
Wirosuroharjo, 1986: 212)
Namun demikian alasan pekerjaanlah yang paling mempengaruhi
untuk mengadakan mobilitas. Seperti diungkapkan oleh Idrus Abustam (1989: 40),
ada beberapa faktor yang mendorong penduduk pedesaan untuk melakukan mobilitas
antara lain semakin kecilnya luas pemilikan lahan pertanian, besarnya jumlah
anggota
rumah tangga, tidak adanya peluang bekerja diluar sektor pertanian di
daerah
asal, adanya teknologi pertanian, kebijakan pemerintah yang berpengaruh
terhadap
tingkat pernghasilan pertanian, dan faktor adat istiadat di daerah asal.
Lee
(1995:1) mengemukakan bahwa :
“Model yang sering digunakan untuk menganalisa
migrasi penduduk di suatu wilayah adalah model dorong-tarik (puhs-pull factors). Kondisi sosial ekonomi di daerah
asal yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan (needs) seseorang menyebabkan orang tersebut ingin pergi ke daerah
lain yang dapat memenuhi kabutuhan tersebut. Jadi, antara daerah asal dan
daerah tujuan terdapat perbedaan nilai kefaedahan wilayah (place utility). Daerah
tujuan mempunyai nilai kefaedahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah asal untuk menimbulkan mobilitas
penduduk.”
Selanjutnya
Lee (1995: 13) mengemukakan bahwa adanya perbedaan yang berarti
antara desa
dan kota dari
segi ekonomi dan
kesempatan kerja, menyebabkan
adanya mobilitas
dari desa ke
kota. Makin tinggi
perbedaan tersebut makin
banyak penduduk yang melaksanakan mobilitas. Alasan utama mereka
melaksanakan
mobilitas ialah alasan ekonomi, sosial dan kejiwaan.
Besarnya pertambahan penduduk di pedesaan akan berakibat semakin
menyempitnya
lapangan kerja di daerah tersebut. Pada akhirnya akan memotivasi
penduduk
pedesaan itu sendiri untuk melakukan mobilitas, dengan harapan akan
dapat lebih mencukupi kebutuhan keluarga. Kondisi sosial ekonomi suatu
penduduk
seperti rendahnya tingkat pendapatan dan belum tersedianya fasilitas
pembangunan
seperti pasar tradisional, sehinga tidak dapat memenuhi kebutuhan
penduduk Pulau Pisang secara cepat, hal ini merupakan faktor yang ikut
menyebabkan
terjadinya mobilitas penduduk Pulau pisang ke Kota Krui.
Kecamatan Pulau Pisang merupakan pemekaran dari
Kecamatan Pesisir Utara. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
Lampung Barat menyetujui dan menandatangani berita acara persetujuan bersama
terhadap Ranperda tentang pembentukan Kecamatan Pulau Pisang di Kabupaten
Lampung Barat. Hal tersebut berdasarkan keputusan Nomor :G/508/B.II/HK/2012
Tertanggal 2 Juli 2012 bahwa Gubernur Lampung memberikan persetujuan Kecamatan
Pulau Pisang Kabupaten Lampung Barat sebagai implementasi kewenangan pemerintah
dalam wujud Deskresi kewenangan.
Pembentukan Kecamatan Pulau Pisang telah memenuhi
kebutuhan atas regulasi yang diamanatkan dalam peraturan pemerintah Nomor 19
tahun 2008 Tentang Kecamatan, dimana dalam pasal 8 dijelaskan bahwa pulau dapat
dibentuk menjadi wilayah administratif kecamatan dengan mengecualikan
persyaratan sebagaimana di atur dalam pasal 3, syarat wilayah, fisik maupun
administrasi, yang sebelumya disetujui oleh gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat di daerah.
Kecamatan Pulau Pisang merupakan pulau yang berada
di perairan Samudera Hindia. Untuk menuju pulau ini, diperlukan waktu sekitar
satu jam dari penyebrangan pelabuhan Koala di Kota Krui Pesisir Barat. Namun,
jika masyarakat ingin cepat mencapai tujuan dapat menggunakan arternatif jalur
penyeberangan dari Desa Tembakak. Jarak dari Desa Tembakak menuju Pulau Pisang
hanya lima belas menit menggunakan perahu bermesin.
Kecamatan Pulau Pisang mempunyai luas 32,1 Km2, wilayah ini terdiri dari enam
desa yaitu Desa Pasar Pulau Pisang, Desa Labuhan, Desa Sukadana, Desa Suka
Marga, Desa Pekonlok dan Desa Bandar Dalam. Wilayah ini belum mempunyai pasar,
sehingga aktivitas ekonomi masyarakat belum dapat terpenuhi secara mudah dan
cepat. Hal ini menyebabkan masyarakat Pulau Pisang harus menyeberangi lautan
menuju Kota Krui untuk menjual hasil tangkap ikan, menjual hasil tenun, dan
membeli kebutuhan hidup sehari-hari termasuk bahan bakar minyak (BBM).
Keterbatasan ini memberikan suatu peluang (opportunity)
kepada penduduk, seperti pendirian warung kelontong oleh masyarakat sekitar.
Pada tahun 1970 penduduk Pulau Pisang mengandalkan
mata pencaharian pada bidang pertanian khususnya mata pencaharian cengkeh untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi. Hal ini dapat dibuktikan pada pencapaian bidang
ekonomi penduduk Pulau Pisang yang tinggi sehingga banyak masyarakat yang mampu
menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Selain itu, penduduk Pulau
Pisang dapat menunaikan ibadah haji.
Dari hasil prasurvei
melalui wawancara dengan masyarakat Pulau Pisang pada tanggal 28 Januari – 5
Pebruari 2013, diketahui bahwa jumlah penduduk Pulau Pisang yang melakukan
mobilitas sirkuler ke Kota Krui dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Jumlah Pelaku Mobilitas Sirkuler Penduduk
Pulau Pisang ke Kota Krui Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat
Tahun 2013.
No
|
Desa
|
Jumlah (jiwa)
|
Persentase (%)
|
1
|
Pasar pulau pisang
|
9
|
33,33
|
2
|
Sukadana
|
5
|
18,51
|
3
|
Labuhan
|
4
|
14,82
|
4
|
Suka
marga
|
4
|
14,82
|
5
|
Bandar
dalam
|
4
|
14,82
|
6
|
Pekon
Lok
|
1
|
3,70
|
Jumlah
|
27
|
100,0
|
|
Sumber : Wawancara dengan Masyarakat Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui sebanyak 27
penduduk Pulau Pisang melakukan mobilitas sirkuler ke Kota Krui. Penduduk Desa
Pasar Pulau Pisang adalah penduduk yang paling banyak melakukan mobilitas. Hal
ini dapat dilihat dari Tabel 1 bahwa dari Desa Pasar Pulau Pisang sebanyak 9
orang, Desa Labuhan sebanyak 4 orang, Desa Sukadana sebanyak 5 orang, Desa Suka
Marga sebanyak 4 orang, Desa Pekon Lok sebanyak 1 orang, dan Desa Bandar Dalam
sebanyak 4 orang.
Sehubungan dengan kesempatan kerja di Kecamatan
Pulau Pisang, maka penulis mencoba mewawancarai salah satu nelayan di Pulau
Pisang Bapak Heri. Menurut Bapak Heri, kesempatan kerja di daerah Pulau Pisang
dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Pada bulan September sampai dengan bulan
Februari terjadi musim angin barat sehingga kesempatan kerja nelayan berkurang.
Akibat cuaca buruk yang tidak menentu membuat nelayan tidak memiliki pilihan
untuk mencari pekerjaan lain selain menunggu kesempatan memancing seperti
biasanya.
Pada umumnya masyarakat melakukan mobilitas
sirkuler untuk membeli kebutuhan pokok, menjual ikan, berdagang. Kebutuhan
pokok yang dibeli masyarakat Pulau Pisang di Kota Krui antara lain sembako,
minyak tanah, premium (bensin), solar,
alat pancing nelayan dan lain sebagainya.
0 Komentar