Tugas Resume
Pengelolaan Air Limbah
Dosen Pengampuh: Kiki Sanjaya S.KM., M.KL
Disusun Oleh :
Nama : Moh. Reza Rizaldy
Stambuk : N 201 16 086
Kelas : KESMAS A 2016
PROGRAM
STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
TADULAKO
2018
Pertemuan Ke 5
A. Konsep Acceptable Daily Intake (ADI) Dalam
Penentuan Pemaparan Jangka Panjang
Senyawa Toksik Dalam Air
Istilah asupan harian yang dapat
diterima (Acceptable Daily Intake = ADI) oleh Komite gabungan FAO dan WHO
mengenai zat tambahan makanan pada tahun 1991. Selanjutnya digunakan untuk uji
toksikologik dan reevaluasinya terhadap sejumlah
besar zat tambahan yang meninggalkan residu dan zat kimia dalam makanan.
ADI
didefinisikan sebagai ”besarnya asupan harian suatu zat kimia yang bila
dikonsumsi seumur hidup, tampaknya tanpa risiko berarti berdasarkan semua fakta
yang diketahui pada saat itu. ADI ini dinyatakan dalam miligram zat kimia per
kilogram berat badan (mg/kg).”
Apabila
terdapat data yang sesuai dari studi terhadap hewan percobaan atau epidemiologi
tentang toxitas dari senyawa polutan yang ada dalam air minum, maka untuk
menentukan standar konsentrasi dari tiap-tiap senyawa polutan tersebut dapat
menggunakan konsep ADI (Acceptable Daily Intake) yakni jumlah total senyawa
kimia (polutan) yang masuk (yang dikonsumsi) kedalam tubuh manusia perhari.
ADI
dari suatu senyawa kimia didefinisikan sebagai dosis yang diperkirakan tidak
menimbulkan resiko jangka panjang apabila senyawa tersebut dikonsumsi atau
masuk kedalam tubuh tiap hari, akan tetapi ADI bukanlah merupakan garansi
keamanan secara mutlak, dan juga bukan merpakan suatu perkiraan resiko.
Pengandaian terhadap satu nilai ambang batas terhadap tiap individu didalam
jumlah penduduk yang besar adalah merupakan penyederhanaan. Penduduk secara
genetik adalah heterogen dengan sejarah pemaparan, kondisi penyakit sebelumnya,
kondisi nutrisi dan kondisi lainnya yang berbeda.
Oleh
karena itu, setiap individu mempunyai nilai ambang batas yang unik. Untuk
individu tertentu dalam suatu populasi mungkin mempunyai resiko yang tinggi,
dan individu lainnya mempunyai kemungkinan mendapatkan resiko yang rendah.
Konsep ADI ini juga kurang sesuai untuk pemakaian senyawa lipophilic dan logam
berat yang cenderung terjadi proses bioakumulasi. ADI biasanya diturunkan dari
analisis secara detail terhadap sifat peracunan dari suatu senyawa kimia yang
telah diuji. Tingkat konsentrasi maksimum tanpa memberikan pengaruh yang buruk
(no observed adverse effect level disingkat NOAEL) dari suatu senyawa kimia,
ditentukan untuk pengaruh buruk yang lebih sensitif pada sistem pengujian,
biasanya terhadap binatang atau kadag-kadang terhadap manusia, dan factor
keamanan atau ketidak pastian digukan kepada dosis NOAEL untuk menetapkan dosis
yang aman terhadap populasi penduduk atau manusia secara umum. Untuk menetapkan
ADI yakni dengan cara mengalikan NOAEL hasil ekperimen (mg/kg/hari) dengan berat
badan orang dewasa (70 kg) dan dibagi dengan faktor keamanan atau faktor
ketidak-pastian.
Oleh
karena ADI adalah merupakan total intake (pemasukan) senyawa kimia racun harian
dari berbagai macam sumber yakni dari air minum, makanan, dan juga udara atau
lainnya, maka untuk menentukan konsentrasi senyawa polutan dalam air minum yang
diijinkan dengan asumsi tiap orang dewasa mengkonsumsi 2 liter air minum per
hari, harga akhir konsentarsi harus dibagi dengan faktor 2.
Hasil
perhitungan tersebut biasanya digunakan untuk penentuan pemaparan jangka
panjang senyawa kimia racun kronis yang diijinkan yang berasal dari air minum.
Dalam beberapa kasus yang berkenaan dengan pemaparan jangka pendek terhadap
anak-anak, yang mana kemungkinan mempunyai resiko yang lebih besar karena ratio
konsumsi air minum terhadap berat badan mempunyai harga yang lebih besar, USEPA
menetapkan standar perhitungan pemaparan individual dengan menggunakan asumsi
berat badan anak 10 kg dan konsumsi air minum 1 liter per hari, serta menggunakan
faktor keamanan 3,5. Ada juga cara lain umtuk menentukan konsentrasi ADI yakni
dengan konversi dosis berdasarkan luas permukaan tubuh (mg/M2 luas) sebagai
ganti dari berat badan. Korelasi tersebut kemungkinan lebih sesuai untuk
ekstrapolasi dari binatang kecil (misalnya tikus) terhadap manusia dibandingkan
dengan apabila data percobaan terhadap anjing atau kera.
Referensi:
Pertemuan Ke 6
A. Strategi
Pengelolahan Air Limbah Komunal dan Non Komunal
1.
IPAL Komunal
Sistem
Sanitasi Terpusat (off site sanitation) merupakan sistem pembuangan air
buangan rumah tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran) yang disalurkan
keluar dari lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran pengumpul air
buangan dan selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air
buangan sebelum dibuang ke badan perairan.
IPAL komunal adalah pengelolahan limbah seperti limbah
WC, air cuci ataupun dari air kamar mandi. IPAL
Komunal merupakan sistem pengelolaan air limbah yang dilakukan secara terpusat Namun IPAL komunal ini digunakan secara bersama-sama
komponen IPAL komunal juga terdiri atas unit pengelolah limbah. Terdapat juga
jaringan perpipaan yaitu bak control dan juga lubang perawatan, kemudian ada
juga sambungan rumah tangga agar lebih aman pada
saat dibuang dan sesuai
dengan baku mutu lingkungan.
Sistem
ini dilakukan untuk menangani limbah domestik pada wilayah yang tidak
memungkinkan untuk dilayani oleh sistem terpusat ataupun secara individual.
Penanganan dilakukan pada sebagian wilayah dari suatu kota, dimana setiap rumah
tangga yang mempunyai fasilitas MCK pribadi menghubungkan saluran pembuangan ke
dalam sistem perpipaan air limbah untuk dialirkan menuju instalasi pengolahan
limbah komunal. Untuk sistem yang lebih kecil dapat melayani 2-5 rumah tangga,
sedangkan untuk sistem komunal dapat melayani 10-100 rumah tangga atau bahkan
dapat lebih. Effluent dari instalasi pengolahan dapat disalurkan menuju sumur
resapan atau juga dapat langsung dibuang ke badan air (sungai). Fasilitas
sistem komunal dibangun untuk melayani kelompok rumah tangga atau MCK umum.
Bangunan pengolahan air limbah ini dapat diterapkan di perkampungan dimana
tidak memungkinkan bagi warga masyarakatnya untuk membangun septictank individual
di rumahya masing-masing.
Manfaat IPAL komunal ini memiliki banyak manfaat di
antaranya adalah perlaku atau gaya hidup masyarakat bisa menjadi semakin sehat,
mengelolah air limbah domestik ataupun air limbah industri supaya air tersebut
nantinya bisa digunakan kembali sesuai dengan kebutuhan masing-masing, supaya
air limbah yang akan dialirkan tidak tercemar lagi dan agar biota-biota yang
ada disungai tidak mati karena banyaknya bahan kimia yang ada dilimbah
tersebut.
2.
IPAL Komunal Non
Komunal
Sistem
sanitasi setempat (on-site sanitation) adalah sistem pembuangan air
limbah dimana air limbah tidak dikumpulkan serta disalurkan ke dalam suatu
jaringan saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan air buangan
atau badan air penerima, melainkan dibuang di tempat. Sistem ini di pakai
jika syarat-syarat teknis lokasi dapat dipenuhi dan menggunakan biaya relatif
rendah. Sistem ini sudah umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia.
Kelebihan
sistem ini adalah:
a.
Biaya pembuatan relatif
murah.
b.
Bisa dibuat oleh setiap
sektor ataupun pribadi.
c.
Teknologi dan sistem
pembuangannya cukup sederhana.
d.
Operasi dan
pemeliharaan merupakan tanggung jawab pribadi.
Disamping itu,
kekurangan sistem ini adalah:
a.
Umumnya tidak
disediakan untuk limbah dari dapur, mandi dan cuci.
b.
Mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis
pembuatan dan pemeliharaan tidak dilakukan sesuai aturannya.
Referensi:
Pertemuan Ke 7
A.
Tahapan
Pengelolahan Air
Limbah Secara Sistematis Dan Mendeksripsikan Tujuan Setiap
Tahapan
Pengelolaan.
1. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk
menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam limbah. Beberapa proses
pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit removal,
equalization and storage, serta oil separation.
2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary
Treatment)
Pengolahan tahap pertama memiliki tujuan yang sama dengan
pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses
yang terjadi ialah neutralization, chemical addition and coagulation,
flotation, sedimentation, dan filtration.
3. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary
Treatment)
Tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat terlarut dari
limbah yg tak dapat dihilangkan dgn proses fisik. Peralatan yang umum digunakan
pada pengolahan tahap ini ialah activated sludge, anaerobic lagoon, tricking
filter, aerated lagoon, stabilization basin, rotating biological contactor,
serta anaerobic contactor and filter.
4. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary
Treatment)
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah
tahap ketiga ialah coagulation and sedimentation, filtration, carbon
adsorption, ion exchange, membrane separation, serta thickening gravity or
flotation. pada proses ini dilakukan pemisahan secara kimia untuk lebih
memurnikan air yang belum sepenuhnya bersih.
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan
sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion,
pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying
bed, incineration, atau landfill.
Referensi:
Pertemuan Ke 8
A. Metode
Pengelolahan Air Limbah Secara Biofilter
Proses
pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau biofilter tercelup dilakukan
dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang di dalamnya
diisi dengan media penyangga untuk pengebangbiakan mikroorganisme dengan atau
tanpa aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara atau
oksigen. Posisi media biofilter tercelup di bawah permukaan air. istem biofilm
yang yang terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada
medium, lapisan alir limbah dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa
polutan yang ada di dalam air limbah, misalnya senyawa organik (BOD, COD),
amonia, fosfor dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis
yang melekat pada permukaan medium.
Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan
oksigen yang terlarut di dalam air limbah, senyawa polutan tersebut akan
diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang
dihasilkan akan diubah menjadi biomasa. Sulpai oksigen pada lapisan biofilm
dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya pada sistem RBC, yakni dengan
cara kontak dengan udara luar pada sistem “Trickling Filter” dengan aliran
balik udara. Sedangkan pada sistem biofilter tercelup, dengan menggunakan
blower udara atau pompa sirkulasi. Jika lapiasan mikrobiologis cukup tebal,
maka pada bagian luar lapisan mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik
sedangkan pada bagian dalam biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam
kondisi anaerobik. Pada kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S, dan jika
konsentrasi oksigen terlarut cukup besar, maka gas H2S yang terbentuk tersebut
akan diubah menjadi sulfat (SO4) oleh bakteri sulfat yang ada di dalam biofilm.
Selain itu, pada zona aerobik amonium akan diubah menjadi
nitrit dan nitrat dan selanjutnya pada zona anaerobik nitrat yang terbentuk
mengalami proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Karena di dalam sistem
bioflim terjadi kondisi anaerobik dan aerobik pada saat yang bersamaan, maka
dengan sistem tersebut proses penghilangan senyawa nitrogen menjadi lebih
mudah.
Referansi:
Pertemuan Ke 9
A. Metode
Pengelolahan Air Limbah Dengan Metode Lumpur Aktif
Proses pengolahan limbah dengan
metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis
untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme
sendiri selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material, juga
menjadikan material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya. Metode
pengolahan lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses pengolahan
air limbah yang memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut.
Lumpur aktif (activated sludge)
adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang pertama kali dilakukan di
Ingris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini diadopsi seluruh dunia sebagai
pengolah air limbah domestik sekunder secara biologi. Proses ini pada dasarnya
merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan
H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused)
atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di
tangki penjernihan (Gariel Bitton, 1994).
Anna dan Malte (1994) berpendapat
keberhasilan pengolahan limbah secara biologi dalam batas tertentu diatur oleh
kemampuan bakteri untuk membentuk flok, dengan demikian akan memudahkan
pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek
yang terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lain.
Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume
Lumpur (Sludge Volume Index = SVI) dan Stirrd Sludge Volume Index (SSVI).
Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok, yang diwakili
oleh faktor bentuk (Shape Factor = S). Pada kesempatan lain Anna dan Malte (1997)
menyatakan bahwa proses lumpur aktif dalam pengolahan air limbah tergantung
pada pembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme (terutama
bakteri), partikel inorganik, dan polimer exoselular. Selama pengendapan flok,
material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada
permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan
pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya
dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok tergantung pada
hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer dalam
flok, dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitas lumpur
granular dari reaktor lumpur anaerobik.
Frank et all (1996) mencoba
menggambarkan bahwa dalam sistem pengolah lumpur aktif baik untuk domestik
maupun industri mengandung 1-5% padatan total dan 95-99% bulk water (liqour ?).
Pembuangan kelebihan lumpur merupakan proses yang mahal, dilakukan dengan
mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering). Pada bagian
lain dinyatakan pula bahwa konsentrasi besi yang tinggi konsentrasi besi yang
tinggi, 70-90% dalam bentuk Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif. akumulasi
besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui penambahan FeSO4 yang
digunakan untuk menghilangkan fosfor. Jumlah besi dalam lumpur aktif akan
berkurang setelah memasuki kondisi anaerobik dan mungkin berasosiasi dengan
adanya aktifitas bakteri heterotrofik. Berkurangnya fosfor dalam lumpur aktif
dapat menyebabkan fosfor terlepas kedalam air. Jika ini terjadi merupakan
potensi untuk terjadinya eutrofikasi pada perairan.
Dewasa ini metode lumpur aktif
merupakan metode pengolahan air limbah yang paling banyak dipergunakan,
termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode lumpur aktif dapat dipergunakan
untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis industri seperti industri pangan,
Perhotelan, Rumah tinggal, Sekolah, bahan Pabrik dan lain sebaginya.
Dengan menerapkan sistem ini
didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung senyawa organik beracun dan
bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut dapat dipergunakan kembali
sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya. Diharapkan pemanfaatan
sistem daur ulang air limbah akan dapat mengatasi permasalahan persediaan
cadangan air tanah demi kelangsungan kegiatan industri dan kebutuhan masyarakat
akan air.
Referensi:
0 Komentar