BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomi (Press, 2017)
Pelayanan kesehatan
pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan upaya pencegahan dan pengobatan
suatu penyakit, termasuk di dalamya pelayanan medis yang didasarkan atas dasar
hubungan individual antara dokter dengan pasien yang membutuhkan kesembuhan
atas penyakit yang dideritanya. Dokter merupakan pihak yang mempunyai keahlian
di bidang medis atau kedokteran yang dianggap memiliki kemampuan dan keahlian
untuk melakukan tindakan medis. Sedangkan pasien merupakan orang sakit yang
awam akan penyakit yang dideritanya dan mempercayakan dirinya untuk diobati dan
disembuhkan oleh dokter. Oleh karena itu dokter berkewajiban memberikan
pelayanan medis yang sebaik-baiknya bagi pasien (Erdiansyah, 2011).
Selain itu juga sering
terjadinya kealpaan atau kelalaian yang merupakan bentuk kesalahan yang tidak
berupa kesengajaan, akan tetapi juga bukan merupakan sesuatu yang terjadi
karena kebetulan. Jadi dalam kealpaan ini tidak ada niat jahat dari pelaku.
Kealpaan atau kelalaian dan kesalahan dalam melaksanakan tindakan medis menyebabkan
terjadinya ketidakpuasan pasien terhadap dokter dalam melaksanakan upaya
pengobatan sesuai profesi kedokteran. Kealpaan dan kesalahan tersebut menyebabkan
kerugian berada pada pihak pasien. Praktik kedokteran bukanlah pekerjaan yang
dapat dilakukan siapa saja, tapi hanya dapat dilakukan oleh kelompok
professional kedokteran yang berkompeten dan memenuhi standar tertentu. Secara teoritis
terjadi sosial kontrak antara masyarakat profesi dengan masyarakat umum. Dengan
kontrak ini memberikan hak kepada masyarakat profesi untuk mengatur otonomi
profesi, standar profesi yang disepakati. Sebaliknya masyarakat umum (pasien)
berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar yang diciptakan oleh masyarakat
professional tadi. (Erdiansyah, 2011).
Dengan demikian dokter memiliki tanggungjawab atas profesinya dalam hal
pelayanan medis kepada pasiennya. Dokter sebagai profesi mempunyai tugas untuk
menyembuhkan penyakit pasiennya. Kadangkala timbul perbedaan pendapat karena
berlainan sudut pandang, hal ini bisa timbul karena banyak faktor yang mempengaruhinya,
seperti adanya kelalaian pada dokter, atau penyakit pasien sudah berat sehingga
kecil kemungkinan sembuh, atau ada kesalahan pada pihak pasien. Selain itu
masyarakat atau pasien lebih melihat dari sudut hasilnya, sedangkan dokter
hanya bisa berusaha, tetapi tidak menjamin akan hasilnya asalkan dokter sudah
bekerja sesuai dengan standar profesi medik yang berlaku (Erdiansyah, 2011).
Oleh karena itu untuk melihat sejaumana tindakan seorang dokter mempunyai
implikasi yuridis jika terjadi kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan, serta unsur-unsur apa saja yang dijadikan ukuran untuk menentukan
ada tidaknya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter, tidak bisa
terjawab dengan hanya mengemukakan sejumlah perumusan tentang apa dan bagaimana
terjadinya kesalahan. Tetapi penilaian mengenai rumusan tersebut harus dilihat
dari dua sisi, yaitu pertama harus dinilai dari sudut etik dan baru kemudian
dilihat dari sudut hukum. (Erdiansyah, 2011).
Penegakan hukum yang proporsional terhadap tindakan dokter yang melakukan
tindakan kesalahan dalam pelayanan kesehatan selain memberi perlindungan hukum
bagi masyarakat sebagai konsumen dan biasanya mempunyai kedudukan yang lemah,
dilain pihak juga bagi dokter yang tersangkut dengan persoalan hukum jika
memang telah melalui proses peradilan dan terbukti tidak melakukan perbuatan malpraktik
akan dapat mengembalikan nama baiknya yang dianggap telah tercemar, karena
hubungan dokter dan pasien bukanlah hubungan yang sifatnya kerja biasa atau
atasan bawahan tapi sifatnya kepercayaan malpraktek medik memang merupakan
konsep pemikiran Barat khususnya Amerika (Erdiansyah, 2011).
Untuk itu masih perlu ada pengkajian secara khusus guna memperoleh suatu
rumusan pengertian dan batasan istilah malpraktik. Tuntutan terhadap malpraktik
kedokteran seringkali kandas di tengah jalan karena sulitnya pembuktian. Dalam
hal ini pihak dokter perlu membela diri dan mempertahankan hak-haknya dengan mengemukakan
alasan-alasan atas tindakannya. Baik penggugat dalam hal ini pasien, pihak
dokter maupun praktisi (Hakim dan Jaksa) mendapat kesulitan dalam menghadapi
masalah malpraktik kedokteran ini, terutama dari sudut teknis hukum atau
formulasi hukum yang tepat untuk digunakan. Masalahnya terletak pada belum
adanya hukum dan kajian hukum khusus tentang malpraktik kedokteran yang dapat dijadikan
pedoman dalam menentukan dan menanggulangi adanya malpraktik kedokteran di
Indonesia (Erdiansyah, 2011).
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etika hukum kedokteran
2. Apa ruang lingkup hukum kedokteran
3. Apa tujuan profesi etika kedokteran
4.
Apa
hubungan hukum dokter dan pasien dalam pelayanan kesehatan
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui Pengertian etika kedokteran
2.
Untuk
mengetahui tujuan profesi etika kedokteran
3.
Untuk
mengetahui ruang lingkup hukum kedokteran
4.
Untuk
mengetahui hubungan hukum dokter dan pasien dalam pelayanan kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Etika Kedokteran
Etika kedokteran
merupakan seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran dalam hubungannya
dengan klien / pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan
bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medis
ditinjau dari segi norma-norma / nilai-nilai moral. Etika hukum kedokteran
adalah penerapan, penelaran moral pada masalah yang dihadapi dokter dalam
berprofesi sebagai dokter.
B.
Tujuan Etika Profesi Kedokteran
Tujuan dari etika
profesi dokter adalah untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya
perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan mencegah agar dokter dalam
menjalani profesinya dapat bersikap professional maka perlu kiranya membentuk
kode etik profesi kedokteran untuk mengawal sang dokter dalam menjalankan
profesinya tersebut agar sesuai dengan tuntutan ideal. Tuntunan tersebut kita
kenal dengan kode etik profesi dokter.
C.
Ruang Lingkup Hukum Kedokteran
Hukum kedokteran memiliki ruang lingkup seperti di bawah ini:
1.
Peraturan
perundangundangan yang secara langsung dan tidak langsung mengatur masalah
bidang kedokteran, contohnya UUPK.
2.
Penerapan
ketentuan hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana yang tepat untuk
hal tersebut.
3.
Kebiasaan
yang baik dan diikuti secara terus menerus dalam bidang kedokteran, perjanjian
internasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diterapkan dalam praktik kedokteran, menjadi sumber hukum dalam bidang
kedokteran.
4.
Putusan
hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, menjadi sumber hukum dalam
bidang kedokteran.
5.
Melakukan
pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang melanggar etika profesi.
D.
Hubungan Hukum Dokter dan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan
Ditinjau dari aspek sosiologis, hubungan hukum dokter dan pasien
dewasa ini mengalami perubahan, semula kedudukan pasien dianggap tidak
sederajat dengan dokter, karena dokter dianggap paling tahu terhadap pasiennya,
dalam hal ini kedudukan pasien sangat pasif, sangat tergantung kepada dokter.
Namun dalam perkembangannya hubungan antara dokter dan pasien telah mengalami
perubahan pola, di mana pasien dianggap sederajat kedudukannya dengan dokter. Segala
tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasiennya harus mendapat
persetujuan dari pasien, setelah pasien mendapatkan penjelasan yang cukup memadai
tentang segala seluk beluk penyakit dan upaya tindakan mediknya.
Hubungan hukum dokter dan pasien dalam pelyanan kesehatan yaitu:
1.
Kepercayaan
tidak lagi tertuju pada dokter pribadi, akan tetapi pada keampuhan ilmu dan
teknologi kesehatan
2.
Masyarakat
menganggap bahwa tugas dokter tidak hanya menyembuhkan, akan tetapi lebih
ditekankan pada perawatan
3.
Ada kecenderungan
untuk menyatakan bahwa kesehatan bukan lagi merupakan keadaan tanpa penyakit,
akan tetapi lebih berarti kesejahteraan fisik, mental dan sosial
4.
Semakin
banyaknya peraturan yang memberikan perlindungan hukum kepada pasien, sehingga
pasien semakin mengetahui dan memahami hak-haknya dalam hubungan dengan dokter
5.
Tingkat
kecerdasan masyarakat mengenai kesehatan semakin meningkat dan mampu mengadakan
penilaian.
Beberapa
ahli yang telah melakukan penelitian tentang hubungan antara dokter dan pasien,
baik di bidang medis, sosiologis maupun antropologi sebagaimana dikutip oleh
Veronica Komalawati menyatakan sebagai berikut:
1.
Russel,
menyatakan bahwa hubungan antara dokter dan pasien 5 lebih merupakan hubungan
kekuasaan, yaitu hubungan antara pihak yang memiliki wewenang (dokter) sebagai
pihak yang aktif, dengan pasien yang menjalankan peran kebergantungan sebagai
pihak yang pasif dan lemah
2.
Freidson,
Freeborn dan Darsky, menyebutkan bahwa hubungan antara dokter dan pasien
merupakan pelaksanaan kekuasaan medis oleh dokter terhadap pasien
3.
Schwarz dan
Kart, mengungkapkan adanya pengaruh jenis praktik dokter terhadap perimbangan
kekuasaan antara pasien dengan dokter dalam hubungan pelayanan kesehatan. Dalam
praktik dokter umum, kendali ada pada pasien karena kedatangannya sangat
diharapkan oleh dokter tersebut, sedangkan pada praktik dokter spesialis,
kendali ada pada dokter umum sebagai pihak yang merujuk pasiennya untuk berkonsultasi pada dokter spesialis yang
dipilihnya. Hal ini berarti bahwa hubungan pasien dengan dokter umum lebih seimbang
daripada hubungan pasien dengan dokter spesialis.
4.
Kisch dan
Reeder, meneliti seberapa jauh pasien dapat memegang kendali hubungan dan
menilai penampilan kerja suatu mutu pelayanan medis yang diberikan dokter kepada
pasiennya. Dalam penelitian ini ditemukan adanya beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi peran pasien dalam hubungan pelayanan medis, antara lain jenis
praktik dokter (praktik individual atau praktik bersama), atau sebagai dokter
dalam suatu lembaga kedokteran. Masing-masing kedudukan tersebut merupakan
variabel yang diperlukan yang dapat memberikan dampak terhadap mutu pelayanan
medis yang diterimanya.
5.
Szasz dan
Hollender, mengemukakan tiga jenis prototip hubungan antara dokter dan
pasiennya, yaitu hubungan antara orang tua dan anak, antara orang tua dan
remaja, dan prototip hubungan antara orang dewasa.
Hubungan hukum dokter dan pasien dalam pelayanan kesehatan bahwa hubungan antara dokter dan pasien
terdapat 2 (dua) pola hubungan, yaitu pola hubungan vertikal yang paternalistik
dan pola hubungan horizontal yang kontraktual. Dalam hubungan vertikal,
kedudukan antara dokter sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan tidak
sederajat dengan pasien sebagai pengguna/penerima jasa pelayanan kesehatan, sedangkan
dalam pola hubungan horizontal yang kontraktual, kedudukan antara penerima jasa
layanan kesehatan dan pemberi jasa pelayanan kesehatan mempunyai kedudukan yang
sederajat.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Etika
kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran dalam
hubungannya dengan klien / pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta
merupakan bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan
medis ditinjau dari segi norma-norma / nilai-nilai moral.
2.
Tujuan dari
etika profesi dokter adalah untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya
perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan mencegah agar dokter dalam
menjalani profesinya dapat bersikap professional maka perlu kiranya membentuk
kode etik profesi kedokteran untuk mengawal sang dokter dalam menjalankan
profesinya tersebut agar sesuai dengan tuntutan ideal
3.
Hubungan
hukum dokter dan pasien dalam pelayanan kesehatan bahwa hubungan antara dokter dan pasien
terdapat 2 (dua) pola hubungan, yaitu pola hubungan vertikal yang paternalistik
dan pola hubungan horizontal yang kontraktual. Dalam hubungan vertikal, kedudukan
antara dokter sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan tidak sederajat dengan
pasien sebagai pengguna/penerima jasa pelayanan kesehatan, sedangkan dalam pola
hubungan horizontal yang kontraktual, kedudukan antara penerima jasa layanan kesehatan
dan pemberi jasa pelayanan kesehatan mempunyai kedudukan yang sederajat.
4.
Peraturan
perundangundangan yang secara langsung dan tidak langsung mengatur masalah
bidang kedokteran, contohnya UUPK, Penerapan ketentuan hukum administrasi,
hukum perdata dan hukum pidana yang tepat untuk hal tersebut, Kebiasaan yang
baik dan diikuti secara terus menerus dalam bidang kedokteran, perjanjian
internasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diterapkan dalam praktik kedokteran, menjadi sumber hukum dalam bidang
kedokteran, Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, menjadi
sumber hukum dalam bidang kedokteran, Melakukan pencatatan terhadap dokter dan
dokter gigi yang melanggar etika profesi.
B. Saran
Dengan penuh kesadaran dari kami selaku penyusun
makalah ini, kami sangat mengaharapkan dan juga membutuhkan saran teman-teman
peserta diskusi dan juga khususnya dari dosen penanggung jawab mata kuliah
Etika hukum kesehatan jika masih ada yang belum tersampaikan pada makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Erdiansyah,
2011, Jurnal Ilmu Hukum,
Pertanggungjawaban Pidana terhadap Dokter atas Kesalahan dan Kelalaian dalam
Memberikan Pelayanan Medis di Rumah Sakit, Vol. 3, No. 2, Hal. 297-300
Http://arifsugitanata0.blogspot.co.id/2016/05/makalah-etika-kedokteran.html
Press Permata
T, 2017, Undang-undang Kesehatan &
Tenaga Kesehatan, permata press
0 Komentar