Iklan atas - New

Current Issue Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)


MAKALAH

CURRENT ISSUE

“KEBIJAKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RUMAH SAKIT (K3RS)”




DISUSUN OLEH

Hadi Ashari
N20115059

PEMINATAN ADMINSTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2018

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Pembangunan kesehatan menurut Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 merupakan upaya yang dilakukan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk membentuk hidup sehat bagi setiap orang agar tercapai derajat kesehatan yang optimal untuk digunakan sebagai investasi bangsa dalam pembangunan nasional khususnya pembangunan sumber daya manusia yang produktif baik dari segi sosial maupun ekonomis. Permasalahan pembangunan kesehatan yang terdiri dari upaya kesehatan, pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan, aksesibilitas serta mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, penelitian dan pegembangan, manajemen, regulasi, serta sistem informasi kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan merupakan akumulasi dari kesinambungan dari upaya dan program lintas sektor di periode sebelumnnya (Kementerian Kesehatan, 2015)
Yang berperan penting dalam tercapainya pembangunan kesehatan adalah kebijakan. Secara singkat, kebijakan dapat diartikan sebagai aturan dalam bentuk tertulis dan keputusan resmi suatu organisasi yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik dalam lingkup publik maupun prifat. Tujuan kebijakan pada dasarnya adalah mengintegrasikan pengetahuan ke dalam suatu disiplin yang menyeluruh untuk menganalisis pilihan publik dan pengambilan keputusan sehingga kebijakan ikut berperan dalam proses kehidupan masyarakat (Rahayu, 2016)
Menurut World Health Organization rumah sakit adalah bagian dari integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan yang mempunyai fungsi menyediakan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan penyakit(preventif) kepada masyarakat sehingga pelayanan kesehatan dapat menunjang peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Malinggas, Posangi, & Soleman, 2015).  Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat yang dijalankan dengan asas kemanusiaan, keadilan dan persamaan hak serta menjalankan fungsi sosial.
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas (Tarwaka, 2012).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 tahun 2016 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit dan Pengaturan K3RS bertujuan untuk terselenggaranya keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit secara optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan.
World Health Organization (WHO) menyatakan secara global dari 35 juta pekerja kesehatan, 3 juta terpajan patogen darah. 2 juta terpajan virus HBV, 0,9 terpajan virus HBC dan 170.000 terpajan virus HIV/AIDS. 8-12% pekerja rumah sakit sensitif terhadap lateks dan lebih dari 90% terjadi di Negara berkembang. (Kepmenkes No. 1087 Tahun 2010). Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4,62/100 perawat per tahun (Kepmenkes RI No. 432 Tahun 2007). Dan Berdasarkan Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukan bahwa kecelakaan kerja di Rumah Sakit terdapat sekitar 41% lebih besar dari industri lain.Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores, terpotong, luka bakar, penyakit infeksi dan lain-lain
Hasil survei ILO menyatakan bahwa berdasarkan tingkat daya saing karena faktor K3, prestasi K3 Indonesia berada pada urutan ke 98 dari 100 negara yang disurvei. Data KAK dan PAK di rumah sakit belum tercatat dengan baik. Data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, hingga akhir 2015 telah terjadi kecelakaan kerja secara umum sebanyak 105.182 kasus. Sementara itu, untuk kasus kecelakaan berat yang mengakibatkan kematian tercatat sebanyak 2.375 kasus dari total jumlah kecelakaan kerja. Angka kecelakaan kerja dan PAK di Indonesia masih tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa capaian K3 di Indonesia masih perlu ditingkatkan.
1.2    Rumusan masalah
1.         Bagaimana pengertian implementasi kebijakan ?
2           Bagimana teori implementasi kebijakan ?
3           Bagaimana  K3RS ?
4           Bagaimana tinjauan umum rumah sakit ?
5           Bagaimana standar K3RS
5.1    Tujuan
a.         Untuk mengetahui pengertian implementasi kebijakan ?
b.         Untuk mengetahui teori implementasi kebijakan ?
c.         Untuk mengetahui K3RS ?
d.        Untuk mengetahui tinjauan umum rumah sakit ?
e.         Untuk mengetahui standar K3RS

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Impelementasi Kebijakan
Secara umum, yang dimaksud dengan impelementasi kebijakan adalah proses dimana formula kebijakan ditransformasikan menjadi produk yang konkrit kebijakan. Dan dalam asumsi yang seringkali dipakai sebagai dasar dalam melakukan analisa, impelementasi kebijakan adalah upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan yang dinyatakan dalam formulasi kebijakan, sebagai policy statement ke dalam policy outcome yang muncul sebagai akibat dari aktivitas pemerintah (Grindle Merilee S, 1980).
2.2    Teori Impelementasi Kebijakan
Menurut George Edward III dalam Widodo (2010:96) terdapat 4 faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan impelementasi kebijakan
a.    Komunikasi
Menurut Edward III dalam Widodo (2010), komunikasi diartikan sebagai “proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”. Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III dalam Widodo (2010:97) perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapakan. Menurut Edward III dalam Widodo (2010:97), komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi, antara lain dimensi transmisi (trasmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency).
b.    Sumber Daya
Edward III dalam Widodo (2010:98) mengemukakan bahwa faktor sumberdaya mempunyai peranan penting dalam impelementasi kebijakan. Menurut Edward III dalam Widodo (2010:98) bahwa sumberdaya tersebut meliputi sumberdaya manusia, sumberdaya anggaran, dan sumberdaya peralatan dan sumberdaya kewenangan
c.    Disposisi
Pengertian disposisi menurut Edward III dalam Widodo (2010:104) dikatakan sebagai “kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan”. Edward III dalam Widodo (2010:104-105) mengatakan bahwa : jika impelementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kamauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III dalam Agustinus (2006:159-160)


d.    Struktur birokrasi
Ripley dan Franklin dalam Winarno (2005:149-160) mengidentifikasi enam karakteristik birokrasi sebagai hasil pengamatan terhadap birokrasi di Amerika Serikat, yaitu:
1)        Birokrasi diciptakan sebagai instrumen dalam menangani keperluan-keperluan publik (public affair).
2)        Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam impelementasi kebijakan publik yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dalam setiap hierarkinya.
3)        Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda.
4)        Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang kompleks dan luas.
5)        Birokrasi mempunyai naluri bertahan hidup yang tinggi dengan begitu jarang ditemukan birokrasi yang mati.
6)        Birokrasi bukan kekuatan yang netral dan tidak dalam kendali penuh dari pihak luar.
2.3  Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)
Dalam rangka pengelolaan dan pengendalian risiko yang berkaitan dengan keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit agar terciptanya kondisi Rumah Sakit yang sehat, aman, selamat, dan nyaman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit, maka Rumah Sakit perlu menerapkan SMK3 Rumah Sakit. SMK3 Rumah Sakit merupakan bagian dari sistem manajemen Rumah Sakit secara keseluruhan. Ruang lingkup SMK3 Rumah Sakit meliputi:
a.     Penetapan Kebijakan K3RS
          Dalam pelaksanaan K3RS, pimpinan tertinggi Rumah Sakit harus berkomitmen untuk merencanakan, melaksanakan, meninjau dan meningkatkan pelaksanaan K3RS secara tersistem dari waktu ke waktu dalam setiap aktifitasnya dengan melaksanakan manajemen K3RS yang baik. Rumah Sakit harus mematuhi hukum, peraturan, dan ketentuan yang berlaku. Pimpinan Rumah Sakit termasuk jajaran manajemen bertanggung jawab untuk mengetahui ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku untuk fasilitas Rumah Sakit.
b.     Perencanaan K3RS
         Rumah Sakit harus membuat perencanaan K3RS yang efektif agar tercapai keberhasilan penyelenggaraan K3RS dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3RS dilakukan untuk menghasilkan perencanaan strategi K3RS, yang diselaraskan dengan lingkup manajemen Rumah Sakit. Perencanaan K3RS tersebut disusun dan ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit dengan mengacu pada kebijakan pelaksanaan K3RS yang telah ditetapkan dan selanjutnya diterapkan dalam rangka mengendalikan potensi bahaya dan risiko K3RS yang telah teridentifikasi dan berhubungan dengan operasional Rumah Sakit. Dalam rangka perencanaan K3RS perlu mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, kondisi yang ada serta hasil identifikasi potensi bahaya keselamatan dan Kesehatan Kerja.
c.      Pelaksanaan Rencana K3RS
         Program K3RS dilaksanakan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan dan merupakan bagian pengendalian risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja. Adapun pelaksanaan K3RS meliputi:
1.     Manajemen risiko K3RS;
2.     Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit;
3.     Pelayanan Kesehatan Kerja;
4.     Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja;
5.     Pencegahan dan pengendalian kebakaran;
6.     Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja
7.     Pengelolaan peralatan medis dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan
8.     Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana
d.     Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3RS
          Rumah Sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, selanjutnya untuk mencapai sasaran harus dilakukan pencatatan, pemantauan, evaluasi serta pelaporan. Penyusunan program K3RS difokuskan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan gangguan kesehatan serta pencegahan kecelakaan yang dapat mengakibatkan kecelakaan personil dan cidera, kehilangan kesempatan berproduksi, kerusakan peralatan dan kerusakan/gangguan lingkungan dan juga diarahkan untuk dapat memastikan bahwa seluruh personil mampu menghadapi keadaan darurat. Kemajuan program K3RS ini dipantau secara periodik guna dapat ditingkatkan secara berkesinambungan sesuai dengan risiko yang telah teridentifikasi dan mengacu kepada rekaman sebelumnya serta pencapaian sasaran K3RS yang lalu.
e.      Peninjauan dan Peningkatan Kinerja K3RS
         Pimpinan Rumah Sakit harus melakukan evaluasi dan kaji ulang terhadap kinerja K3RS. Hasil peninjauan dan kaji ulang ditindaklanjuti dengan perbaikan berkelanjutan sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Kinerja K3RS dituangkan dalam indikator kinerja yang akan dicapai dalam setiap tahun. Indikator kinerja K3RS yang dapat dipakai antara lain:
1.     Menurunkan absensi karyawan karena sakit.
2.     Menurunkan angka kecelakaan kerja.
3.     Menurunkan prevalensi penyakit akibat kerja.
4.     Meningkatnya produktivitas kerja Rumah Sakit
2.4    Standar Pelaksanaan K3RS
Rumah sakit memiliki kewajiban dalam menjamin kondisi dan fasilitas yang aman, nyaman dan sehat bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit melalui pengelolaan fasilitas fisik, peralatan, teknologi medis secara efektif dan efisien. Dalam rangka melaksanakan kewajiban tersebut harus sesuai dengan standar K3RS. Adapun standar pelaksanaan K3RS meliputi:
A.       Manajemen Risiko K3RS
   Manajemen risiko K3RS adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara komperhensif di lingkungan Rumah Sakit. Manajemen risiko merupakan aktifitas klinik dan administratif yang dilakukan oleh Rumah Sakit untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hal ini akan tercapai melalui kerja sama antara pengelola K3RS yang membantu manajemen dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program keselamatan dan Kesehatan Kerja, dengan kerjasama seluruh pihak yang berada di Rumah Sakit. Dan Manajemen risiko K3RS bertujuan meminimalkan risiko keselamatan dan kesehatan di Rumah Sakit pada tahap yang tidak bermakna sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap keselamatan dan kesehatan sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.
B.       Keselamatan dan kemanan di rumah sakit
Keselamatan adalah suatu tingkatan keadaan tertentu dimana gedung, halaman/ground, peralatan, teknologi medis, informasi serta sistem di lingkungan Rumah Sakit tidak menimbulkan bahaya atau risiko fisik bagi pegawai, pasien, pengunjung serta masyarakat sekitar. Keselamatan merupakan kondisi atau situasi selamat dalam melaksanakan aktivitas atau kegiatan tertentu. Sedangkan keamanan adalah suatu kondisi yang melindungi properti milik Rumah Sakit, sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari bahaya pengrusakan dan kehilangan atau akses serta penggunaan oleh mereka yang tidak berwenang. keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun non materil.
Tujuan Standar keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit bertujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan cidera serta mempertahankan kondisi yang aman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.
C.       Pelayanan Kesehatan Kerja
Upaya pelayanan kesehatan yang diberikan pada SDM Rumah Sakit secara paripurna meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pegawai di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
D.       Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah upaya meminimalkan risiko penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) terhadap sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlah, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup serta mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup sekitarnya. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah adalah sisa suatu usaha dan/atau  kegiatan yang mengandung B3. Untuk di Rumah Sakit, limbah medis termasuk limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Berikut ini yang termasuk katagori Bahan Berbahaya dan Beracun yang mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun.

E.       Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
Kebakaran merupakan salah satu bencana yang mungkin terjadi di Rumah Sakit. Dimana akibat yang ditimbulkannya akan berdampak buruk sangat luas dan menyeluruh bagi pelayanan, operasional, sarana dan prasarana pendukung lainnya, dimana didalamnya juga terdapat pasien, keluarga, pekerja dan pengunjung lainnya. Untuk hal tersebut maka Rumah Sakit harus melakukan upaya pengelolaan keselamatan kebakaran. Pencegahan kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran di Rumah Sakit. Pengendalian kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk memadamkan api pada saat terjadi kebakaran dan setelahnya. Dan bertujuan untuk Memastikan sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit aman dan selamat dari api dan asap, Memastikan asset/properti Rumah Sakit (bangunan, peralatan, dokumen penting, sarana) yang aman dan selamat dari api dan asap.
F.        Pengelolaan Prasarana Rumah Sakit Dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Prasarana atau sistem utilitas Rumah Sakit adalah sistem dan peralatan yang mendukung pelayanan mendasar perawatan kesehatan yang aman. Sistem ini mencakup distribusi listrik, air, ventilasi dan aliran udara, gas medis, pipa air, pemanasan, limbah, dan sistem komunikasi dan data. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah upaya memastikan sistim utilitas aman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit. Dan bertujuan untuk Menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan memastikan kehandalan prasarana atau sistem utilitas dan meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi. Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja pada sistim utilitas mencakup strategi-strategi untuk pengawasan pemeliharaan utilitas yang memastikan komponen-komponen sistem kunci, seperti listrik, air, lift, limbah, ventilasi, dan gas medis dan lain lain diperiksa, dipelihara, dan diperbaiki secara berkala. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja
G.      Pengelolaan Peralatan Medis Dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Peralatan medis merupakan sarana pelayanan di Rumah Sakit dalam memberikan tindakan kepada pasiennya, perawatan, dan pengobatan yang digunakan untuk diagnosa, terapi, rehablitasi dan penelitian medik baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah upaya memastikan sistem peralatan medis aman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dan bertujuan untuk Melindungi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari potensi bahaya peralatan medis baik saat digunakan maupun saat tidak digunakan.
H.       Kesiapsiagaan Menghadapi Kondisi Darurat atau Bencana
Suatu rangkaian kegiatan yang dirancang untuk meminimalkan dampak kerugian atau kerusakan yang mungkin terjadi akibat keadaan darurat oleh karena kegagalan teknologi, ulah manusia atau bencana yang dapat terjadi setiap saat dan dimana saja (internal dan eksternal). Keadaan darurat adalah suatu keadaan tidak normal atau tidak diinginkan yang terjadi pada suatu tempat/kegiatan yang cenderung membahayakan bagi manusia, merusak peralatan/harta benda atau merusak lingkungan sekitarnya. Dan bertujuan untuk Meminimalkan dampak terjadinya kejadian akibat kondisi darurat dan bencana yang dapat menimbulkan kerugian fisik, material, jiwa, bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung yang dapat mengganggu operasional serta menyebabkan kerusakan lingkungan ataupun mengancam finansial dan citra Rumah Sakit.
2.5    Tinjauan Umum Rumah sakit
a.         Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan sebuah organisasi atau perusahaan yang memiliki tenaga medis profesional yang telah memiliki fasilitas kedokteran yang sifatnya tetap dalam menyelenggarakan pelayanan dokter, perawatan berkelanjutan, diagnosis mengenai berbagai macam pengobatan penyakit yang diderita oleh seorang pasien (American Hospital Association: 1974). Pada era globalisasi saat ini, pelaku organisasi perusahaan membutuhkan sistem informasi sebagai sarana penunjang perusahaan melakukan kegiatannya sesuai dengan tujuan yang diinginkan(Oktaviana, 2017)
Menurut World Health Organization rumah sakit adalah bagian dari integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan yang mempunyai fungsi menyediakan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan penyakit(preventif) kepada masyarakat (Malinggas et al., 2015)
b.        Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Untuk menjalankan tugasnya, maka rumah sakit mempunyai fungsi :
1.      Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
2.      Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
3.      Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
4.      Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 56 Tahun 2014 tentang Klasisfikasi dan perizinan Rumah Sakit bahwa rumah sakit dibagi menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan dimana  rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit sedangkan rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Rumah sakit juga dapat diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan yang terdiri atas rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D. Adapun klasifikasi rumah sakit umum adalah sebagai berikut :
1.      Rumah Sakit Umum Kelas A
     Rumah sakit umum kelas A yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 5 (lima) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi dan rehabilitasi medik; 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain yaitu : pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik; 16 (enam belas) pelayanan medik sub spesialis yaitu : pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, serta gigi dan mulut; dan 7 (tujuh) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut yaitu : pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi, periodonti, orthodonti, prosthodonti, pedodonsi dan penyakit mulut.
2.      Rumah Sakit Kelas B
   Rumah Sakit Umum kelas B yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 5 (lima) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi dan rehabilitasi medik; paling sedikit 8 (delapan) pelayanan dari 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain yaitu : pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik; paling sedikit 2 (dua) pelayanan subspesialis dari 4 (empat) subspesialis dasar yaitu : pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, serta obstetri dan ginekologi; dan paling sedikit 3 (tiga) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut yaitu : pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi dan orthodonti.
3.      Rumah Sakit Umum Kelas C
   Rumah Sakit Umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik umum yaitu : pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana; 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 3 (tiga) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi dan patologi klinik; dan paling sedikit 1 (satu) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.
4.      Rumah Sakit Umum Kelas D
     Rumah Sakit Umum kelas D yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik umum yaitu : pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana; paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; dan 2 (dua) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan radiologi dan laboratorium.
  Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1045 Tahun 2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit bahwa tugas utama rumah sakit adalah melaksanakan pelayanan kesehatan yang paripurna serta pendidikan dan pelatihan melalui pelayanan kesehatan primer dan sekunder serta pendidikan kesehatan.




BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
  A.    Kesimpulan
a.       impelementasi kebijakan adalah proses dimana formula kebijakan ditransformasikan menjadi produk yang konkrit kebijakan
b.      Menurut George Edward III dalam Widodo (2010:96) terdapat 4 faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan impelementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi ddan struktur birokrasi
c.       Dalam rangka pengelolaan dan pengendalian risiko yang berkaitan dengan keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit agar terciptanya kondisi Rumah Sakit yang sehat, aman, selamat, dan nyaman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit, maka Rumah Sakit perlu menerapkan SMK3 Rumah Sakit
d.      Rumah sakit memiliki kewajiban dalam menjamin kondisi dan fasilitas yang aman, nyaman dan sehat bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit melalui pengelolaan fasilitas fisik, peralatan, teknologi medis secara efektif dan efisien. Dalam rangka melaksanakan kewajiban tersebut harus sesuai dengan standar K3RS
e.       Rumah sakit merupakan sebuah organisasi atau perusahaan yang memiliki tenaga medis profesional yang telah memiliki fasilitas kedokteran yang sifatnya tetap dalam menyelenggarakan pelayanan dokter, perawatan berkelanjutan, diagnosis mengenai berbagai macam pengobatan penyakit yang diderita oleh seorang pasien
  B.     Saran
       Dalam kebijakan K3RS setiap rumah sakit seharusnya menerapkan yang namanya K3RS dan itu sudah di wajibkan dalam undang-undang dan untuk penulis makalah selenjutnya diharapkan dapat menulis makalah tentang evaluasi K3RS di rumah sakit karena makalah ini hanya menjelaskan tentang bagaimana implementasi K3RS di rumah sakit


Posting Komentar

0 Komentar