EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR
“DIABETES MELLITUS”
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Esa kami dapat menyelesaikan makalah tentang Diabetes Mellitus ini dengan baik tanpa hambatan. Hal ini tidak terlepas juga karena dukungan dari dosen pembimbing kami.
Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini atas semua bantuan, bimbingan dan kemudahan yang telah diberikan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Meskipun telah berusaha dengan segenap kemampuan, namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna, sehingga kritik, koreksi, dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan makalah kami selanjutnya senantiasa akan kami terima dengan tangan terbuka.
Akhirulkalam, terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing yang telah membimbing kami untuk membuat makalah ini.
Palu, 30 November 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................................1
B.
Rumusan Masalah ......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi.......................................................................................................3
B. Epidemiologi..............................................................................................3
C. Klasifikasi...................................................................................................8
D. Faktor Resiko/Faktor Penyebab.................................................................11
E. Permasalahan.............................................................................................13
F. Pencegahan................................................................................................14
G. Penanggulangan/Pengobatan......................................................................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................18
B. Saran ........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas. Kadar gula darah yang meningkat merupakan efek umum dari diabetes tak terkontrol. Dimana pada tingkat tertentu bisa menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah (Muflihatin, 2016).
Menurut American Diabetes Association(ADA) tahun 2010, Diabetes Mellitus (DM).Merupakan satu kelompok penyakit metabolikdengan karakteristik hiperglikemia yangterjadi karena kelainan sekresi insulin, kerjainsulin, atau kedua-duanya (Perkeni, 2011).Diabetes melitus (DM) merupakan salah satupenyakit tidak menular yang prevalensinyaterus mengalami peningkatan di dunia, baik dinegara maju ataupun negara sedangberkembang. Menurut data World HealthOrganisation (WHO), diperkirakan 347 jutaorang di dunia menderita diabetes melitus danjika ini terus dibiarkan tanpa adanyapencegahan yang dilakukan dapat dipastikanjumlah penderita DM bisa meningkat(WHO,2013). Berdasarkan data InternationalDiabetes Federation (IDF) pada tahun 2013lebih dari 382 juta orang di dunia menderitadiabetes melitus. Indonesia merupakan salahsatu negara dengan penderita diabetes yangberumur 20-79 tahun terbanyak yaitumenempati urutan ke 7 tujuh dunia denganjumlah penderita 8,5 juta jiwa (Muflihatin, 2016).
Prevalensi nasional penyakit diabetesmelitus adalah 1,1% (berdasarkan diagnosistenaga kesehatan dan gejala). Sebanyak 17provinsi mempunyai prevalensi penyakitdiabetes melitus di atas prevalensi nasional,yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, SumateraBarat, Riau, Bangka Belitung, KepulauanRiau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa TenggaraBarat, Nusa Tenggara Timur, KalimantanTimur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Papua Barat (Istiqomah, 2014).
Diabetes melitus memiliki berbagaimacam komplikasi kronik dan yang palingsering ditemui adalah kaki diabetik. Insidenulkus diabetik setiap tahunnya adalah 2% diantara semua pasien dengan diabetes dan 5 –7,5% di antara pasien diabetes denganneuropati perifer. Meningkatnya prevalensidiabetes di dunia menyebabkan peningkatankasus amputasi kaki karena komplikasinya.Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satujuta amputasi dilakukan pada penyandangdiabetes setiap tahunnya, yang berarti setiap30 detik ada kasus amputasi kaki karenadiabetik di seluruh dunia (Istiqomah, 2014).
Dari data di atas yang melatarbelakangi makalah Diabetes Militus ini dikarenakan kadar gula darah yang meningkat yang mana merupakan efek umum dari diabetes tak terkontrol.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa definisi dari Diabetes Militus ?
2. Bagaimana epidemilogi dalam Diabetes Militus ?
3. Apa-apa saja klasifkiasi dari Diabetes Militus ?
4. Apa yang dimaksud dengan faktor resiko/penyebab dari Diabetes Militus ?
5. Bagaimanan permasalahan Diabetes Militus di Indonesia ?
6. Apa-apa saja pencegahan yang dilakukan terhadap Diabetes Militus ?
7. Apa saja penanggulangan maupun pengobatan terhadap Diabetes Militus ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui definisi dari Diabetes Militus
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari Diabetes Militus
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari Diabetes Militus
4. Untuk mengetahui faktor resiko/penyebab dari Diabetes Militus
5. Untuk mengetahui permasalahan Diabetes Militus di Indonesia
6. Untuk mengetahui pencegahan dari Diabetes Militus
7. Untuk mengetahui penaggulangan/pengobatan dari Dabetes Militus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Diabetes Melitus
Kencing manis atau penyakit gula, sudah dikenal sejak lebih kurang dua ribu tahun yang lalu. Pada waktu itu, dua ahli kesehatan yunani yaitu celcus dan areteus, memberikan nama atau sebutan diabetes pada orang yang menderita banyak minum dan banyak kencing. Oleh karena itu, hingga saat ini penderita banyak minum dan banyak kencing tersebut, dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah diabetes mellitus (bahasa latin: diabetes = penerusan : mellitus= manis) (Dewi, 2014).
Penyakit diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas. Kadar gula darah yang meningkat merupakan efek umum dari diabetes tak terkontrol. Dimana pada tingkat tertentu bisa menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah (Muflihatin, 2016).
Diabetes mellitus yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes mellitus merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Diabetes diartikan pula sebagai penyakit metabolisme yang termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi batas normal atau hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dl atau 120mg%) (sari, 2016).
B. Epidemiologi Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus atau dalam bahasa awam dikenal dengan nama kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula dalam darah akibat
kekurangan insulin. DM merupakan golongan penyakit kronis akibat adanya gangguan system metabolisme dalam tubuh, dimana organ pancreas tidak mampu memproduksi hormone insulin sesuai kebutuhan. Insulin adalah salah satu hormone yang diproduksi oleh pancreas yang bertanggung jawab mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah. Insulin dibutuhkan untuk mengubah karbohidrat, lemak dan protein menjadi energy yang bermanfaat bagi tubuh (Masriadi, 2016).
Diabetes merupakan salah satu dari berbagai penyakit yang mengancam hidup banyak orang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksikan kenaikan jumlah penyandang diabetes di INDONESIA dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 jutapada tahun 2030. Laporan statistic dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkanada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka tersebut terus bertambah hingga 3% atausekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025. Setengah dari angkatersebut di Asia, terutama India, China, Pakistan dan Indonesia (Masriadi, 2016).
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah penyandang diabetes di Indonesia tahun 2003 sebanyak 13,7Juta orang Dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan jumlah penyandang diabetes akan mencapai 20,1 juta pada tahun 2030 (Masriadi, 2016).
Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007, menjelaskan angka prevalensi diabetes mellitus tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1 % dan 11,0 %), diikuti Riau (10,4 %) dan NAD (8,5 %). Prevalensi diabetes melltus terendah ada di provinsi Papua (1,7 %), diikuti NTT (1,8). Prevalensi Toleransi Glokosa Terganggu tertinggi di Papua Barat (21,8%), diikuti Sulbar (17,6%) dan Sulut (17,3%), sedangkan terendah di Jambi (4%), diikuti NTT (4,9%). Angka kematian akibat DM terbanyak pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan sebesar 14,7%, sedangkan di saerah pedesaan sebesar 5,8%. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 juga menyebutkan tiga daerah di Indonesia memiliki tingkat prevalensi diabetes di atas 1,5% yaitu Aceh, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara (Masriadi, 2016).
Indonesia menduduki ranking keempat jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China, dan India. Jumlah penderita diabetes tipe-2 di Indonesia meningkat tiga kali lipat dalam 10 tahun dan mencapai 21,3 juta orang di tahun 2010. Bandingkan dengan jumlah penderita yang mencapai 8,4 juta orang padatahun 2000 lalu (Masriadi, 2016).
Data yang dikumpulkan Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) sejak mei 2009 hingga februari 2011 menunjukkan terdapat 590 anak dan remaja berusia 20 tahun yang merupakan penyandang diabetes tipe 1 di seluruh Indonesia (Masriadi, 2016).
1. Gejala dan Tanda-Tanda
Gejala dan tanda DM ditandai dengan keadaan hiperglikemia yaitu kondisi kadar glukosa dalam darah seseorang melebihi kadar normal yang diperbolehkan. Dua hal melatarbelakangi keadaan tersebut yaitu: 1) jumlah insulin yang kurang; dan 2) keadaan resistensi insulin atau kualitas insulinnya tidak baik. Pada keadaan kedua, meskipun insulin dan reseptor insulin ada, tetapi karena ada kelainan pada sel organ, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam organ untuk dibakar. Akibatnya glukosa tetap berada di pembuluh darah, sehingga kadarnya meningkat dalam darah (Heryana, 2015).
Menurut American Diabetes Association kondisi glukosa dalam darah terbagi dua yaitu Normoglycemia (kadar glukosa dalam darah normal sesuai dengan standar yang berlaku) dan Hyperglycemia (kadar glukosa dalam darah melebihi standar yang berlaku). Kondisi hiperglikemia sendiri terbagi atas dua kondisi yaitu Pre-diabetes dan Diabetes Melitus. Prediabetes ditandai dengan kejadian Impaired Glucose Tolerance atau Gannguan Toleransi Glukosa (GTG), atau Impaired Fasting Glucose atau GangguanGlukosa Puasa. Sedangkan kondisi Diabetes Melitus meliputi tiga kondisi yakni 1) tidak membutuhkan insulin; 2) membutuhkan insulin untuk pengontrolan; dan 3) membutuhkan insulin untuk bertahan hidup. Pada DM tipe 1, fase gangguan kadar glukosa darah membutuhkan insulin untuk bertahan hidup, sedangkan DM tipe 2 dan tipe lainnya, kebutuhan insulin hanya untuk pengontrolan saja, bahkan beberapa tidak membutuhkan insulin (Heryana, 2015).
DM tipe 2 disebabkan oleh kondisi hiperglikemia yang tidak terdeteksi secara spesifik pada pada gejala awal dan berkembang secara bertahap. Pada kondisi ini, pasien mengalami peningkatan risiko terhadap komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler. Diperkirakan usia penyakit DM rata-rata mencapai 5-8 tahun saat seseorang terdiagnosa penyakit tersebut (Heryana, 2015).
Selain DM tipe 1 dan tipe 2, klasifikasi lainnyaadalah DM Gestasional dan DM tipe lainnya yang disebabkan antara lain oleh: defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat/zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM (Heryana, 2015).
Kondisi bukan DM disebut juga Pre-diabetes. Kondisiini adalah kondisi dimana seseorang mengalami gangguan toleransi glukosa akan tetapi tidak menujukkan gejala-gejala DM. Gangguan Toleransi Glukosa atau Impaired Fasting Glucose adalah kondisi seseorang yang memiliki level glukosa puasa 101 – 125 mg/dL. Seseorang yang dinyatakan pre-diabetes memiliki risiko yang relatif tinggi untuk berkembang menjadi DM. Gangguan Toleransi Glukosa berhubungan dengan sindrom metabolik yang meliputi: obesitas, dislipidemia, dan hipertensi (Heryana, 2015).
2. Diagnosa
Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, bukan hanya berdasarkan adanya glukosa dalam urine atau glukosuria saja. Tabel 2.1. berikut menyajikan pedoman dalam penyaringan dan diagnosa DM di Indonesia menurut Perkeni tahun 2006 (sari, 2016)
Pelaksanaan penyaringan/skrining DM biasanya dilakukan dengan tiga jenis tes laboratorium yakni Glukosa Darah Puasa (GDP), Glukosa Darah 2 jam pasca asupan, dan HbA1C. American Diabetes Association (ADA) lebih merekomendasikan menggunakan tes GDP, karena pelaksanaannya lebih mudah, lebihcepat diketahui hasilnya, dan lebih murah. American Diabetes Association telah menetapkan kriteria untuk mendiagnosis DM: a. Terdapat gejala-gejala DM dan level glukosa sewaktu > 200 mg/dL. Istilah ‘sewaktu’ didefinisikan sebagai waktukapan saja dalam sehari, tanpa berpatokan pada waktu, sejak makan terakhir. Gejala klasik DM antara lain: poliuria (banyak buang air kecil), polidipsia (banyak minum), dan penurunan berat badan tanpa diketahui penyebabnya; b. Glukosa Darah Puasa (GDP) > 126 mg/dL. Definisi ‘puasa’ adalah tidak ada intake kalori selama 8 jam terakhir; c. Glukosa Darah 2 jam pasca asupan > 200 mg/dL atau Tes Glukosa Toleransi (TGT). Tes ini, sesuai pedoman WHO, dilakukan dengan memberikan asupan glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air. Patofisiologi Terdapat dua keadaan yang berperan dalam patofisiologi Diabetes Melitus tipe 2 yaitu 1) Resistensi insulin; dan 2) Disfungsi sel beta pankreas (Sari, 2016)
DM tipe 2 disebabkan oleh gagalnya atau ketidakmampuan sel-sel sasaran insulin dalam merespon insulin secara normal, sehingga bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin. Keadaan tersebut dikenal dengan Resistensi Insulin. Resistensi insulin umumnya disebabkan oleh obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan proses penuaan. Penderita DM tipe 2 dapat pula menghasilkan glukosa hepatik yang berlebihan, namun hal ini tidak diikuti dengan perusaka sel-sel beta Langerhanssecara autoimun. Pada penderita DM tipe 2, defisiensi insulin hanya bersifat relatif dan tidak absolut. Disfungsi sel beta pankreas terjadi akibat kurang tertanganinya kondisi kegagalan sekresi insulin mengkompensasi resistensi insulin. Keadaan ini terjadi secara progresif dan sering menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen (suntik insulin) (Heryana, 2015).
C. Klasifikasi Diabetes Melitus
Secara umum, diabetes terbagi atas dua jenis, yakni diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing diabetes:
1. Diabetes melitus tipe I
Diabetes mellitus tipe I atau sering juga disebut dengan diabetes pada anakdicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau Langerhanspankreas, sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh Padadiabetes melitus tipe I, pankreas kurang atau tidak memproduksi insulin, karenaterjadi masalah gentik, virus atau autoimun. Diabetes mellitus tipe I disebabkanoleh faktor genetika, faktor imunologik, dan faktor lingkungan (Sari,2016).
Diabetes mellitus tipe I biasanya terjadi pada orang yang usianya lebihmuda, meskipun dapat juga terjadi pada orang dewasa. Pada kondisi seperti ini,penderita akan selalu memerlukan suntikan insulin ke tubuhnya. Satu dari sepuluh orang penderita diabetes mengalami diabetes jenis ini atau disebut dengandiabetes ketergantungan insulin (Sari, 2016).
Kebanyakan penderita diabetes tipe I memiliki kesehatan dan berat badanyang baik saat penyakit ini mulai diderita.Sampai saat ini, diabetes tipe I tidak dapat dicegah.Obat dan olahraga tidak dapat menyembuhkan atau mencegahdiabetes tipe I (Sari, 2016).
2. Diabetes melitus tipe II
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan kondisi saat gula darah dalam tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel β pancreas untuk menghasilkan hormone insulin yang berperan sebagai pengontrol kadar gula darah dalam tubuh. Hasil laporan statistic internasional diabetes federation (IDF) menyatakan bahwa terdapat 3,2 juta kasus kematian akibat penyakit diabetes mellitus tipe 2 setiap tahun. Selain kematian, komplikasi penyakit diabetes mellitus tipe 2 dapat mengarah pada gangguan Microvascular (rethinophaty, nephrophaty, dan penyakit saraf) serta Macrovascular (stroke, tekanan darah tinggi, serta kelainan jantung, hati, dan ginjal) (Dewi, 2014).
Diabetes tipe II terjadi karena kombinasi kecacatan dalam produksi insulindan resistensi terhadap insuliun atau berkurangnya sesitivitas terhadap insulin(adanya defekasi respon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan resseptorinsulin. Hal yang utama terjadi pada tahap awal abnormalitas adalah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, sehingga kadar insulin dalam darah meningkat. Untukmengatasai tahap ini, hiperglikemia dapat diobati dengan berbagai cara, denganobat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin ataupundengan mengurangi produksi gula dalam hepar. Namun, jika kondisi semakinparah dibutuhkan terapi dengan insulin (Sari, 2016).
Diabetes mellitus tipe II terjadi karena adanya defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistensi insulin.Pankreas tidak menghasilkan cukup insulin agar gula darah normal, oleh karena itu badan tidak dapat merespon terhadap insulin.Penyebab dari hal ini adalah resistensi insulin dan banyaknyajumlah insulin tapi tidak berfungsi.Dapat juga terjadi karena kekurangan insulinatau karena adanya gangguan sekresi atau produksi insulin (Sari, 2016).
Pada penderita dengan adanya kekurangan insulin, berat badan akan cenderung normal. Untuk diabetes dengan resistensi insulin, penderita akanmemiliki berat badan lebih atau gemuk. Sebanyak 90%penderita kegemukan di dunia didiagnosis mengembangkan diabetes tipe 2.Faktor lainnya yang berpengaruh adalah riwayat keluarga dan kehamilan dengandiabetes (Sari, 2016).
Diabetes tipe II ini adalah penyakit yang lama dantenang dalam mengeluarkan tanda dan gejalanya sehingga banyak orang yangbaru mengetahui dirinya terdiagnosa diabetes pada usia lebih dari 40 tahun(Sari, 2016).
a) Etiologi Diabetes Melitus Tipe II
Diabetes tipe II adalah gangguan heterogen disebabkan oleh kombinasifaktor genetik yang terkait dengan sekresi insulin yang terganggu, resistensiinsulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, lebih dari makan, kurangnyalatihan, dan stres serta penuaan (Sari, 2016).
Penyakit ini biasanya multifaktorialyang melibatkan beberapa gen dan faktor lingkungan untuk berbagai luasan. Diabetes tipe 2 adalah bentuk umum dari idiopatik diabetes dan ditandaioleh kurangnya kebutuhan akan insulin untuk mencegah ketoasidosis. Ini bukangangguan autoimun dan gen kerentanan yang mempredisposisi diabetes mellitustipe 2 belum teridentifikasi pada kebanyakan pasien (Sari, 2016).
b) Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe II
Dalam kondisi fisiologis normal, konsentrasi glukosa plasmadipertahankan dalam kisaran yang sempit, meskipun fluktuasi pasokan danpermintaan yang lebar, melalui regulasi yang sulit dan dinamis interaksi antarasensitivitas jaringan terhadap insulin (terutama di hati) dan sekresi insulin. Padadiabetes tipe 2 ini mekanisme tersebut terpecah, dengan konsekuensi terjadi duacacat patologis utama pada diabetes tipe 2 yaitu gangguan sekresi insulin melaluidisfungsi dari sel β pankreas, dan gangguan kerja insulin melalui resistensi insulin(Sari, 2016).
Gangguan sekresi insulin adalah penurunan glukosaresponsif, yangdiamati sebelum timbulnya klinis penyakit.Lebih spesifik, gangguan toleransiglukosa (IGT) yang disebabkan oleh penurunan glukosa responsif fase awal padasekresi insulin, dan penurunan tambahan sekresi insulin setelah makanmenyebabkan postprandial hiperglikemia.Gangguan sekresi insulin umumnyaprogresif, dan perkembangan yang melibatkan glukosa toksisitas dan lipotoksisitas.Ketika tidak diobati, ini diketahui menyebabkan penurunan massa sel βpankreas pada hewan percobaan. Perkembangan yang dari kerusakan fungsi sel βpankreas sangat mempengaruhi kontrol jangka panjang dari glukosa darah (Sari, 2016).
Sementara pasien di tahap awal setelah onset penyakit terutama menunjukkanpeningkatan postprandial glukosa darah sebagai akibat dari peningkatan insulinresistensi dan penurunan sekresi awal-fase, perkembangan kerusakan fungsi sel βpankreas kemudian menyebabkan elevasi glukosa darah yang permanen (Sari, 2016).
Resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana insulin dalam tubuh tidakcukup menggunakan tindakan yang proporsional untuk konsentrasi darah.Kerusakan aksi insulin pada organ target utama seperti hati dan otot adalahpatofisiologi umum diabetes tipe 2.Resistensi insulin berkembang dan meluassebelum onset penyakit.Penyelidikan ke dalam mekanisme molekuler aksi insulintelah menjelaskan bagaimana insulin resistensi terkait dengan faktor genetik danlingkungan faktor (hiperglikemia, asam lemak bebas, mekanisme inflamasi, dll).Faktor genetik, tidak hanya reseptor insulin dan substrat reseptor insulin (IRS) -1polimorfisme gen yang secara langsung mempengaruhi sinyal insulin tetapi jugapolimorfisme gen seperti gen reseptor adrenergik β3 dan uncoupling protein(UCP) gen, terkait dengan visceral obesitas dan meningkatkan resistensi insulin.Glucolipotoxicity dan mediator inflamasi juga penting sebagai mekanisme untukgangguan insulin sekresi insulin dan kerusakan sinyal (SARI, 2016).
D. Factor Resiko/ Faktor Penyebab
Diabetes mellitus, penyakit gula, atau penyakit kencing manis, diketahui sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan menahun terutama pada system metabolisme karbihidrat, lemak, dan juga protein dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan kurangnya produksi hormone insulin, yang diperlukan dalam proses pengubahan gula menjadi tenaga serta sistesis lemak. Kondisi yang demikian itu mengakibatkan terjadinya hiperglikemia, yaitu meningkatnya kadar gula dalam darah atau terdapatnya kandungan gula dalam ait kencing dan zat-zat keton serta asam (keton-acidosis) yang berlebihan. Keberadaan zat-zat keton dan asam yang berlebihan ini menyebabkan terhjadinya rasa haus yang terus menerus, banyak kencing, penurunan berat badan meskipun selera makan tetap baik.Penurunan daya tahan tubuh (tubuh lemah dan mudah sakit). Penderita kencing manis, tidak jarang yang harus meninggal pada usia muda (Lanywati, 2001).
1. Faktor Risiko DM
a) Faktor risiko yang dapat diubah
1) Gaya hidup
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2.
2) Diet yang tidak sehat
Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan nafsu makan, sering mengkonsumsi makan siap saji
3) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit DM. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity).Perhitungan berat badan ideal sesuai dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut WHO (2014), yaitu:
4) Tekanan darah tinggi
tekanan darah tinggi merupakan peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah.
b) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena diabetes tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa setengah baya, paling sering setelah usia 45 tahun (American Heart Association [AHA], 2012). Meningkatnya risiko DM seiring dengan bertambahnya usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh.
2) Riwayat keluarga diabetes melitus
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut.Fakta menunjukkan bahwa mereka yang memiliki ibu penderita DM tingkat risiko terkena DM sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah penderita DM. Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan memiliki risiko terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi.
3) Ras atau latar belakang etnis
Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli Amerika, dan Asia.
4) Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan risiko DM tipe 2.
E. Permasalahan
Berdasarkan laporan International Diabetes Federation tahun 2015, jumlah populasi yang terkena diabetes di Indonesia mencapai 9,1 juta orang dan 53% penderita diabetes tidak menyadaridirinya terkena diabetes. Sebelumnya pada tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat ke-10 untuk kasus diabetes tertinggi di dunia dengan jumlah penderita 7,2 juta jiwa dan naik pada tahun 2013 menjadi peringkat ke-7dengan jumlah penderita sebanyak 8,5 juta jiwa. Tahun 2014, Indonesia berada pada peringkat ke-5 untuk jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia (Sukesih, 2017).
Prevalensi nasional penyakit diabetes melitus adalah 1,1% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi penyakit diabetes melitus di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Papua Barat (Istiqomah, 2014).
Jumlah penderita DM di RSUD Undata Palu pada tahun 2011 mencapai 129 orang dan pada tahun 2012 jumlah penderitanya meningkat menjadi 147 orang. Pada penderita DM faktor resiko terjadinya komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular, sehingga diperlukan pananganan dini untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Hal ini yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian terkait profil pengobatan diabetes mellitus tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RSUD Undata Palu Tahun 2012 (Yulianti dkk, 2014).
F. Pencegahan Diabetes Militus
Menurut (Aini, dkk 2011) upaya pencegahan penyakit diabetes mellitus dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Pencegahan Primer
Cara ini adalah cara yang paling sulit karena sasarannya orang sehat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah agar DM tidak terjadi pada orang atau populasi yang rentan (risiko tinggi), yang dilakukan sebelum timbul tanda-tanda klinis dengan cara :
a. Makan seimbang artinya yang dimakan dan yang dikeluarkan seimbang disesuiakan dengan aktifitas fisik dan kondisi tubuh, dengan menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak karena bisa menyebabkan penyusutan konsumsi energi. Mengkonsusmsi makanandengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan.
b. Meningkatkan kegiatan olah raga yang berpengaruh pada sensitifitas insulin dan menjaga berat badan agar tetap ideal.
c. Kerjasama dan tanggung jawab antara instansi kesehatan, masyarakat, swasta dan pemerintah, untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat
2. Pencegahan Sekunder
a. Ditujukan pada pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif, sehingga komplikasi dapat dicegah.
b. Hal ini dapat dilakukan dengan skrining, untuk menemukan penderita sedini mungkin terutama individu/populasi.
c. Kalaupun ada komplikasi masih reversible / kembali seperti semula.
d. Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti : apakah itu DM, bagaimana penatalaksanaan DM, obat-obatan untuk mengontrol glukosa darah, perencanaan makan, dan olah raga.
3. Pencegahan Tersier
a. Upaya dilakukan untuk semua penderita DM untuk mencegah komplikasi.
b. Mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak terjadi kegagalan organ.
c. Mencegah kecacatan akibat komplikasi yang ditimbulkan.
Menurut (Aini dkk, 2011) Strategi yang bisa dilakukan untuk pencegahan DM adalah :
1. Population/Community Approach (Pendekatan Komunitas) yaitu Mendidik masyarakat menjalankan gaya hidup sehat dengan cara :
a. Mengendalikan berat badan, glukosa darah, lipid, tekanan darah, asam urat.
b. Menghindari gaya hidup berisiko.
c. Kerjasama dengan semua lapisan masyarakat.
2. Individual High Risk Approach (Pendekatan Individu) :
a. Umur > 40th
b. Obesitas
c. Hipertensi
d. Riwayat keluarga / keturunan
e. Dislipidemia / timbunan lemak dalam darah yang berlebihan
f. Riwayat melahirkan > 4 kg
g. Riwayat DM pada saat kehamilan
G. Penanggulangan/Pengobatan
Menanggulangi penyakit diabetes melitus dengan melakukan diet diabetes memang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam asupan makanan yang dikonsumsinya sehari-hari. Tubuh kita memecah makanan menjadi beberapa bagian kecil yang disebut dengan karbohidrat, protein, dan lemak, karbohidrat sendiri terdiri dari gula yang diperlukan tubuh. Makanan yang dikonsumsi seperti roti, sayur, buah-buahan, produk susu, makanan dengan pemanis. Makanan yang mengandung serat juga bisa dikonsumsi karena bisa membantu sebagai cara menanggulangi penyakit diabetes melitus karena bisa mengontrol gula darah, jangan mengkonsumsi makanan yang tinggi asupan garam di dalam makanan, maka harus dijauhi (Masriadi, 2016)
Menurut (Dewi, 2014) di bawah ini beberapa panduan umum yang bisa dilakukan sebagai cara menanggulangi penyakit diabetes :
1. Jangan mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak tinggi, junk food, makanan yang digoreng, dan juga makanan yang diawetkan.
2. Turunkan berat badan jika menderita kelebihan berat badan.
3. Konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi seperti buah-buahan dan sayuran serta karbohidrat yang kompleks.
4. Memilih cemilan yang sehat.
Pengobatan diabetes memerlukan waktuyang lama (karena diabetes merupakan penyakitmenahun yang akan diderita seumur hidup) dansangat kompleks (tidak hanya membutuhkanpengobatan tetapi juga perubahan gayahidup) sehingga seringkali pasien tidak patuhdan cenderung menjadi putus asa denganprogram terapi yang lama, kompleks dantidak menghasilkan kesembuhan (Lanywati, 2001).
Selain itu ada juga cara untuk terus mengontrol keadaan gula darah yaitu minum obat yang sudah diresepkan oleh dokter dengan teratur, memeriksakan kadar gula secara teratur, melakukan konsultasi pada dokter sebelum menjalani olahraga yang berat, menghindari minuman yang beralkohol, mengikuti gaya hidup yang baik dan teratur, dan jangan stres (Lanyw
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan.
2. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah penyandang diabetes di Indonesia tahun 2003 sebanyak 13,7Juta orang Dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan jumlah penyandang diabetes akan mencapai 20,1 juta pada tahun 2030.
3. Secara umum, diabetes Mellitus diklasifikasikan atas dua jenis, yakni diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2.
4. Factor resiko diabetes mellitus terbagi dua yaitu factor resiko yang dapat diubah meliputi gaya hidup, diet yang tidak sehat, obesitas, tekanan darah tinggi. Factor resiko yang tidak dapat diubah meliputi usia, riwayat keluarga DM, ras, serta riwayat diabetes pada kehamilan.
5. Permasalah yang terjadi d di RSUD Undata Palu mengalami peningkatan pada tahun 2011 mencapai 129 orang dan pada tahun 2012 jumlah penderitanya meningkat menjadi 147 orang.
6. Hal yang dilakukan untuk mencegah terjadinya diabetes mellitus terdiri dari 3 yaitu, pencegahan primer, sekunder dan tersier.
7. Menanggulangi penyakit diabetes melitus dengan melakukan diet diabetes dapat dilakukan dengan cara memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsinya.
B. Saran
mengingatkan agar masyarakat berinisiatif untuk mendeteksi dini penyakit diabetes sebagai bentuk pencegahan. Dia menjelaskan diabetes merupakan penyakit progresif yang akan tambah berbahaya apabila terlambat dideteksi.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Heryana, 2015, Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe-2, Jurnal Kesehatan, Hal Vol.09, No 5
Aini dkk. 2011. “Peningkatkan Perilaku Pasien Dalam Tatalaksana Diabetes Melitus Menggunakan Model Behavioral System”Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 1–10
Istiqomah, 2014. “FaktorResiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ulkus Kaki Deabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Rsu Anutapura Palu”.JurnalIlmiahKedokteran, Vol.1 No.2. Hal 1-16
Masriadi, H 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. CV. Trans Info Media. Jakarta
Melly Ana Sari, 2016 ,Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II pada Masyarakat UrbanKota Semarang(Studi Kasus di RSUD Tugurejo), Jurusan Ilmu Kesehatan MasyarakatFakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, 2016
Siti Khoiroh Muflihatin, 2016, Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Senam Kaki Diabetik Dengan Aktivitas Senam Kaki Diabetik Untuk Mencegah Ulkus Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Loa Kulu,Jurnal Ilmu Kesehatan,Vol. 4 No. 2, Desember 2016
Sri RahayuYulianti., 2014. “Profil Pengobatan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Inap Rsud Undata Palu Tahun 2012”.JurnalOf Natural Science. Vol.3. No 1.Issn: 2338-0950. Hal 40-46
Sukesih. 2017. Carbohydrate Counting UntukPenderita Diabetes Mellitus. ISSN 2407-9189. Hal 427-432.
Rifka kumala dewi, 2014, Diabetes Bukan Utnuk Ditakuti, penerbit Fmedia 2014
0 Komentar