Iklan atas - New

Indikator Kekurangan Vitamin A


A.    Indikator Kekurangan Vitamin A
Menurut WHO/USAID UNICEF/HKI/IVACG, 1996 dikutip dalam (Bender, 2003). Untuk mengetahui adanya KVA, indikatornya adalah klasifikasi Xerophtalmia, yaitu antara lain:
Kode Klasifikasi
Gejala Klinis
Prevalensi di antara anak-anak prasekolah untuk menunjukkan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan
XN
Rabun senja (Night blindness)
> 1%
X1A
xerosis konjungtiva
-
X1B
Xerosis konjungtiva disertai bercak bitot (Bitot’s spots)
> 0,5%
X2
Xerosis kornea

X3A
Keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.
> 0,01%
X3B
Keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
> 0,01%
XS
Jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
> 0,05%
XF
Fundus Xeroftalmia, dengan gambaran seperti “cendol”.

Biokimia
Retinol plasma <0,35 µmol/L
> 5%

1.        Gambaran Klinis KVA
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya. Kelainan kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang Energi Protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk. (Depkes, 2003)
Tanda-tanda dan gejala klinis antara lain:
A.       Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN
Retinol penting untuk elaborasi rhodopsin (Penglihatan remang-remang) oleh batang. Reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya tingkat rendah. Oleh karena itu defisiensi vitamin A dapat menggangu produksi rhodopsin, menggangu fungsi batang, dan menimbulkan buta senja. (Sommer, 2005)
Menurut (Depkes, 2003), Tanda-tanda rabun senja, yaitu :
-         Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
-         Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya terang
-         Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
B.       Xerosis konjungtiva dan bercak Bitot = X1A dan X1B
Epitel konjungtiva pada defisiensi vitamin A berubah bentuknya dari tipe kolumnar normal menjadi tipe skuamosa bertingkat, dengan akibat hilangnya sel goblet, pembentukan lapisan sel granular, dan keratinisasi permukaan. Ini adalah gambaran histopatologis xerosis konjungtiva. Secara klinis, perubahan ini ditandai dengan kekeringan yang nyata atau hilangnya kemampuan membasahi mata, daerah yang terkena tampak lebih kasar, disertai tetesan-tetesan halus atau gelembung pada permukaan, bukan permukaan yang licin dan mengkilat. (Sommer, 2005)
Xerosis konjuktiva mula-mula timbul pada kuadran temporal, sebagai suatu potongan yang kecil oval atau segitiga yang terpencil berbatasan dengan limbus pada fisura interpalpebral. Ini hampir selalu ada pada kedua mata. Pada beberapa individu, keratin dan basil saprofit berkumpul pada permukaan xerotik, memberikan suatu gambaran seperti busa atau kiju.lesi seperti ini dikenal sebagai bercak Bitot. Bahan yang melapisinya dengan mudah dapat dibersihkan, dan jumlah yang terbentuk sering bervariasi dari hari ke hari. Bila defisiensi lebih berat, lesi serupa akan terbentuk juga di kuadran nasal, walaupun kurang mencolok. Bercak Bitot dapat segera dikenali dan merupakan suatu kriteria klinis yang berguna untuk penilaian status vitamin A suatu populasi. (Sommer, 2005)
Menurut (Depkes, 2003), tanda-tanda Xerosis konjungtiva, yaitu:
-         Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
-         Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna kecoklatan.
Dalam keadaan berat :
-         Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
-         Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
-         Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik
C.       Xerosis Kornea = X2
Banyak anak-anak dengan rabun senja (tanpa menderita xerosis konjungtiva secara klinis) mempunyai lesi pungtata superfisial yang khas pada inferior-nasal kornea, yang berwarna cemerlang dengan fluoresensi. Pada awal penyakit, lesi hanya dapat dilihat dengan menggunakan slit-lamp biomikroskop. Dengan makin beratnya penyakit, lesi pungtata menjadi lebih banyak, menyebar ke atas melebihi bagian tengah kornea, dan stroma kornea menjadi bengkak. Secara klinis, pada kornea terjadi xerosis klasik, dengan penampilan yang kabur, tidak bercahaya, kering, dan pertama kali tampak dekat limbus inferior. Plak (plaque) yang tebal dan mengalami keratinisasi menyerupai bercak Bitot dapat terbentuk pada permukaan kornea dan sering memadat pada daerah interpalpebral. (Sommer, 2005)
Menurut (Depkes, 2003), tanda-tanda Xerosis Kornea, yaitu:
-         Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.
-         Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
-         Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit
infeksi dan sistemik lain)
D.    Ulserasi kornea/keratomalasia (X3A dan X3B)
Ulserasi/keratomalasia menunjukan kerusakan yang menetap pada suatu bagian atau keseluruhan stroma kornea, menyebabkan perubahan structural yang menetap. Keratomalasia terlokalisasi adalah suatu keadaan progresif cepat mengenai seluruh ketebalan dari kornea. Mula-mula tampak sebagai suatu gundukan atau outpuching dari permukaan kornea yang opak, berwarna abu-abu sampai kuning. Pada penyakit yang lebih lanjut, terjadi pengelupasan stroma yang nekrotik dan meninggalkan ulkus yang besar atau desemetokel. Pada ulkus yang lebih kecil biasanya terletak perifer dan pulih sebagai leukoma adheren berwarna putih yang padat. Ulserasi/keratomalasia pada umumnya mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea (X3A) dengan kekecualian daerah pupil bagian tengah, dan terapi yang cepat biasanya dapat mempertahankan penglihatan yang cukup baik. Perluasan daerah yang terkena (X3B), terutama pencairan nekrosis yang menyeluruh. Biasanya menyebabkan perforasi, pendorongan keluar isi intraocular, dan hilangnya bola mata. (Sommer, 2005)
Menurut (Depkes, 2003), Tanda-tanda Ulserasi kornea/keratomalasia, yaitu:
-         Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
-         Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.
-         Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan kornea.
-         Keadaan umum penderita sangat buruk.
-         Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
E.        Sikatriks (jaringan parut) kornea = Xeroftalmia scar (XS)
Gejala sisa yang terjadi setelah sembuh dari penyakit kornea terdahulu yang berkaitan dengan defisiensi vitamin A termasuk opasitas atau jaringan parut dengan bermacam-macam densitas/kepadatan (nebula, macula dan leukoma, kelemahan dan outpouching (penonjolan) lapisan kornea yang tersisa dan desemetokel, apabila telah terjadi hilangnya isi intraocular, ptisis bulbi, suatu pengerutan bola mata yang telah menjadi jaringan parut. Lesi stadium akhir seperti ini tidak khas untuk xerophthalmia dan dapat timbul dari sejumlah keadaan lainnya, terutama trauma dan infeksi. (Sommer, 2005)
 Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea. (Depkes, 2003)
F.        Xeroftalmia Fundus (XF)
Lesi retina yang putih kecil pada beberapa kasus defisiensi vitamin A. Hal ini mungkin disertai oleh penyempitan lapangan pandang dan sebagian besar akan hilang dalam waktu 2-4 bulan akibat respons pada terapi vitamin A. (Sommer, 2005)
2.        Etiologi KVA
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua/ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup. (Arisman, 2009)
Bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata.Vitamin A diperlukan retina mata untuk pembentukan rodopsin dan pemeliharaan diferensiasi jaringan epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A dijumpai pada anak-anak yang terkait dengan : kemiskinan, pendidikan rendah, kurangnya asupan makanan sumber vitamin A dan pro vitamin A (karoten), bayi tidak diberi kolostrum dan disapih lebih awal, pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A. Pada anak yang mengalami kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin A terjadi selain karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena penyimpanan dan transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu. (Arisman, 2009)
Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin A adalah kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun). Sedangkan yang lebih berisiko menderita kekurangan vitamin A adalah bayi berat lahir rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun, anak yang tidak mendapat makanan pendamping ASI yang cukup, baik mutu maupun jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis merah pada KMS, anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan kecacingan, anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di dareah dengan sumber vitamin A yang kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A dan imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang kurang/jarang makan makanan sumber vitamin A. (Kemenkes, 2015)
Terjadinya kekurangan vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor dalam hubungan yang kompleks seperti halnya dengan masalah kekurangan kalori protein (KKP). Makanan yang rendah dalam vitamin A biasanya juga rendah dalam protein, lemak dan hubungannya antara hal-hal ini merupakan faktor penting dalam terjadinya kekurangan vitamin A. (Depkes, 2005)
Kekurangan vitamin A bisa disebabkan seorang anak kesulitan mengonsumsi vitamin A dalam jumlah yang banyak, kurangnya pengetahuan orang tua tentang peran vitamin A dan kemiskinan. Sedangkan untuk mendapatkan pangan yang difortifikasi bukan hal yang mudah bagi penduduk yang miskin. Karena, harga pangan yang difortifikasi lebih mahal daripada pangan yang tidak difortifikasi. (Depkes, 2005)
Penyebab lain KVA pada balita dikarenakan kurang makan sayuran dan buah-buahan berwarna serta kurang makanan lain sumber vitamin A seperti: daun singkong, bayam, tomat, kangkung, daun ubi jalar, wortel, daun pepaya, kecipir, daun sawi hijau, buncis, daun katu, pepaya, mangga, jeruk, jambu biji, telur ikan dan hati. Akibatnya menurun daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. (Depkes, 2005)
Menurut (Kemenkes, 2015) Penyebab Kekurangan Vitamin A, sebagai berikut:


Posting Komentar

0 Komentar