Iklan atas - New

Laporan pengabdian kepada masyarakat


LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Health
Dosen Pembimbing: Bertin Ayu Wandira, S.KM., M.Kes
Disusun Oleh:
Nur Fajriah Humairah               (N 201 16 056)
Syahriani                                    (N 201 16 211)
Visky Anugrah Surianto            (N 201 16 123)
Moh. Reza Rizaldy                   ( N 201 16 086)
Rheina Magvira                        (N 201 16 001)
Ni Putu Crisdiana                     (N 201 16 177)
Hajar Ayu Leli Marfuah           (N 201 16 193)
Novianti                                    ( N 201 16 094)
Ramlah                                     (N 201 16 194)
Asmayanti                                ( N 201 16 080)
Suci Ramdhani                         ( N 201 16 211)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka laporan ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Semoga laporan ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan II, dan semoga laporan ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Laporan ini masih jauh dari kata semppurna. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca dan dosen pembimbing untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.



Palu, 18 Januari 2018

                                                                                                        Kelompok 16 

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Dimana penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Paramhita, 2013).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. WHO memperkirakan insiden ISPA di negara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15-20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO kurang lebih 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang, dimana ISPA merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Patmawati, 2016).
Di Indonesia kasus ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian bayi. Sebanyak 36,4% kematian bayi pada tahun 2008 (32,1%) pada tahun 2009 (18,2%) pada tahun 2010 dan 38,8% pada tahun 2011 disebabkan karena ISPA. Selain itu, ISPA sering berada pada daftar sepuluh penyakit terbanyak penderitanya di rumah sakit. Berdasarkan data dari P2 program ISPA tahun 2009, cakupan penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil yang diperoleh 18.749 penderita. Survei mortalitas yang dilakukan Subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA sebagai penyebab terbesar kematian bayi di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Patmawati, 2016).
Sesuai dengan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dari bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2013 tercatat jumlah penduduk balita sebanyak 274.155 dan yang menderita ISPA sebanyak 138.740 balita. Pada tahun 2014 dari bulan Januari sampai dengan Agustus penduduk balita sebanyak 276.530 balita dan yang menderita ISPA sebanyak 82.823 balita. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Palu tahun 2014 jumlah balita di kota Palu sebanyak 34.534 balita. Jumlah balita penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah 1.530 balita. Sedangkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi tahun 2013, jumlah balita sebanyak 22.006 balita dan penderita ISPA sebanyak 16.660 balita. Sedangkan pada tahun 2014 dari bulan Januari sampai bulan September jumlah balita sebanyak 22.006 dan penderita ISPA sebanyak 9.932 balita (Enggar, 2017).
Berdasarkan uraian diatas hal yang melatarbelakangi intervensi adalah masih banyaknya kasus ISPA yang ditemui di tempat pengungsian sehingga harus dilakukan intervensi untuk mengatasi masalah tersebut.
B.     Tujuan
1.      Tujuan umum
Adapun tujuan umum dilakukan intervensi health terkait masalah ISPA yaitu untuk menurunkan kasus ISPA melalui penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan pengungsi tentang penyakit ISPA di posko pengungsian Sigi Biromaru.
2.      Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dilakukan intervensi health terkait masalah ISPA yaitu untuk meningkatkan pemahaman, sikap dan tindakan masyarakat di posko pengungsian Sigi Biromaru dalam upaya penanggulangan ISPA serta menyadarkan masyarakat tentang pentingnya hidup sehat.
C.    Manfaat
1.      Manfaat bagi Mahasiswa
Adapun manfaat pelaksanaan intervensi terkait masalah ISPA bagi mahasiswa yaitu mahasiswa mampu menerapkan serta mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapatkan dalam bentuk intervensi
2.      Manfaat bagi Program Studi
Adapun manfaat bagi program studi yaitu mampu menjadi instansi yang berkontribusi langsung dalam upaya penanggulangan bencana melalui intervensi yang dilakukan mahasiswa di lokasi pengungsian.

BAB II
TARGET DAN LUARAN
A.    Target
Adapun target dari intervensi terkait masalah ISPA di pengungsian adalah orang dewasa dan anak-anak yang tinggal di posko pengungsian Sigi Biromaru.
B.     Luaran
Adapun program yang dilakukan dalam intervensi terkait masalah ISPA di pengungsian adalah intervensi non fisik dalam bentuk penyuluhan. Dalam penyuluhan ini dilakukan juga pemeriksaan kesehatan unutk menarik minat masyarakat seperti pemeriksaan tekanan darah dan konsultasi masalah kesehatan dengan bantuan petugas kesehatan (dokter).


BAB III
METODE PELAKSANAAN
A.    Langkah-Langkah Intervensi
Adapun langkah-langkah yang dilakukan terkait intervensi masalah kesehatan ISPA di posko pengungsian Sigi Biromaru yaitu sebagai berikut:
1.      Melakukan observasi terkait masalah kesehatan (health) di sekitar posko pegungsian Sigi Biromaru.
2.      Mengunjungi tempat pelayanan kesehatan terdekat (Puskesmas) untuk mendapatkan data akurat serta mengetahui masalah kesehatan apa saja yang paling banyak diderita masyarakat di posko pengungsian.
3.      Setelah mendapatkan data, menetukan prioritas penyakit yang akan di intervensi.
4.      Merencanakan bentuk intervensi yang akan dilakukan kepada masyarakat. Intervensi yang dilakukan adalah intervensi non fisik dalam bentuk penyuluhan.
5.      Setelah perencanaan selesai dan tersusun dengan baik, mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kegiatan. Seperti lokasi, pihak-pihak yang terlibat (petugas kesehatan), membuat pre test dan post test, dan hal-hal penting lainnya.
6.      Melaksanakan pre test
7.      Melaksanakan intervensi sesuai dengan perencanaan.
8.      Melaksanakan post test
9.      Mengamati apakah intervensi yang dilakukan bisa mengatasi masalah yang ada.
BAB IV
HASIL DAN LUARAN YANG DI CAPAI
A.    Hasil dan Intervensi
Berdasarkan hasil intervensi yaitu penyuluhan terkait masalah ISPA ( health) yang dilakukan di posko pengungsian Sigi Biromaru, didapatkan hasil dari pre test dan post test sebagai berikut:
No.
Nama
Hasil
Pre Test
Post Test
1.
Fatma
50
70
2.
Mariam
50
60
3.
Mirna
70
80
4.
Kusnaini
40
40
5.
Noval
70
80
6.
Baim
40
60
7.
Akifah Inayah
60
70
8.
Anisa Aprilia
30
50
9.
Nurain
50
70
10.
Alif
80
80
11.
Ratu Keysha
60
80
12.
Aura
60
70
13.
Moh. Agam
50
50
14.
Bowo
70
90
15.
Mira
70
80
16.
Moh.Taufik
40
60
17.
Kendi Febrina
50
70
18.
Asmi
40
60
19.
Fadil
60
80
20.
Rosalinda
80
90
21.
Defan
70
80
22.
Saskia
60
70
23.
Putra
70
70
24.
Akbar
60
70

B.     Dampak Setelah Intervensi
Berdasarkan hasil dari pre test dan post test yang diberikan kepada masyarakat (ibu-ibu dan anak-anak), didapatkan hasil bahwa pengetahuan masyarakat tentang penyakit ISPA meningkat setelah diberikan penyuluhan. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi berupa penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat dapat memberikan dampak positif karena dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang penyakit ISPA dan bagaimana cara pencegahannya. Sehingga diharapkan banyaknya angka penyakit ISPA yang ada di posko pengungisan Sigi Biromaru dapat berkurang seiring dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat. Sesuai dengan penelitian Fatmawati (2017), pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan masyarakat tentang penatalaksanaan ISPA sangat berperan penting karena akan mempermudah penerimaan pesan kesehatan bagi masyarakat.
Pendidikan kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dan berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan. Pendidikan kesehatan dapat berperan untuk merubah perilaku individu, kelompok dan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Perubahan perilaku yang diharapakan adalah dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya sakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat sehingga perubahan perilaku merupakan hasil dari pendidikan kesehatan (Fatmawati, 2017).
Hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia melaporkan berbagai faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden ISPA diantaranya ASI yang tidak memadai, imunisasi tidak lengkap, status gizi, pola pengasuhan anak, efisiensi vitamin A, pemberian makanan tambahan terlalu dini dan faktor lingkungan seperti kondisi rumah terlalu lembab, kurangnya pencahayaan, kualitas suhu, kurangnya ventilasi, tingkat kepadatan hunian, tipe rumah, dan jenis lantai yang digunakan (Dedy, 2016).

BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Intervensi dalam bentuk penyuluhan  yang dilakukan terkait masalah kesehatan yaitu ISPAdi posko pengungsian Sigi Biromaru dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bagaimana penyakit ISPA dan bagaimana langkah-langkah pencegahannya. Sehingga dapat membantu menurunkan angka kejadian ISPA di posko pengungsian.
B.     Saran
Dengan adanya intervensi penyuluhan yang dilakukan diharapkan  dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA di lingkungan keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA
Dedy 2016, “Suhu, Kelembaban dan Pencahayaan  Sebagai Faktor Risiko  Kejadian Penyakit ISPA  Pada Balita di Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala”, Jurnal Higiene, Vol. 2, No. 3, Hal. 133-139.

Enggar 2017. “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu yang Mempunyai Anak Balita Dengan Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Di Puskesmas Tinggede”, Jurnal Kesehatan Tadulako, Vol. 3, No. 2, Hal. 1-75.

Fatmawati 2017, “Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Media Leaflet terhadap Pengetahuan Ibu tentang Penatalaksanaan ISPA pada Balita di Posyandu”, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol. 17, No. 3.

Paramhita 2013, “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Tentang Ispa Dengan Kemampuan Ibu Merawat Balita ISPA Pada Balita di Puskesmas Bahu Kota Manado”, ejournal keperawatan, Vol. 1, No. 1, Hal. 1-8.

Patmawati 2016, “Faktor Risiko  Lingkungan Fisik  Rumah Dengan Kejadian Ispa Balita di Kelurahan Takatidung Polewali Mandar”, Unnes Journal of Public Health, Vol. 5, No. 4, Hal 324-329.

LAMPIRAN
  Penyuluhan ISPA oleh tenaga kesehatan                 Pemeriksaan Tekanan Darah
                            (Dokter)
     
       Pengambilan data di Puskesmas                         Pembagian Pre Test dan Post Test     

Posting Komentar

0 Komentar