BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengorganisasian masyarakat dalam rangka
pencapaian tujuan-tujuan kesehatan masyarakat, pada hakikatnya
adalah menghimpun potensi masyarakat atau sumber daya manusia (resources)
yaitu: preventif, promotif, kuratif fan rehabilitatif kesehatan mereka sendiri.
Pengorganisasian masyarakat dalam bentuk penghimpunan dan pengembangan potensi
dan sumber-sumber daya masyarakat dalam konteks ini pada hakikatnya adalah
menumbuhkan, membina, dan mengembangkan partisipasi masyarakat dibidang
pembangunan kesehatan (Zahrulianingdyah,
2012).
Perhatian terhadap permasalah kesehatan terus
dilakukan terutama dalam perubahan paradigma sakit yang selama ini dianut
masyarakat ke paradigma sehat. Paradigma sakit merupakan upaya untuk membuat orang
sakit menjadi sehat, menekankan pada kuratif dan rehabilitatif, sedangkan paradigma sehat merupakan upaya membuat orang sehat tetap sehat, menekan pada pelayanan
promotif dan preventif. Berubahnya paradigma masyarakat akan kesehatan, juga
akan merubah pemeran dalam pencapaian kesehatan masyarakat, dengan tidak
mengesampingkan peran pemerintah dan petugas kesehatan. Perubahan paradigma
dapat menjadikan masyarakat sebagai pemeran utama dalam pencapaian derajat
kesehatan. Dengan peruahan paradigma
sakit menjadi paradigma sehat ini dapat membuat masyarakat menjadi mandiri dalam mengusahakan dan
menjalankan upaya kesehatannya, hal ini sesuai dengan visi Indonesia sehat, yaitu “Masyarakat Sehat yang
Mandiri dan Berkeadilan” (Zahrulianingdyah,
2012).
Tantangan
utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun sumber daya manusia yang
bekualitas yang sehat, cerdas, dan produktif. Pencapaian pembangunan manusia
yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) belum menunjukkan hasil
yang menggembirakan dalam tiga dasawarsa terakhir. Pada tahun 2003, IPM
Indonesia masih rendah yaitu berada pada peringkat 112 dari 174 negara, lebih
rendah dari negara-negara tetangga. Rendahnya IPM ini sangatdipengaruhi oleh
rendahnya status gizi dan status kesehatan penduduk, hal iniantara lain
terlihat dari masih tingginya angka kematian bayi sebesar 35 per seribu
kelahiran hidup dan angka kematian balita sebesar 58 per seribu kelahiran
hidupserta angka kematian ibu 307 per seratus ribu kelahiran hidup (Zahrulianingdyah, 2012).
Pemberdayaan masyarakat terhadap usaha kesehatan agar
menjadi sehat sudah sesuai dengan Undang – undang RI, Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, bahwa pembangunan kesehatan harus
ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup masyarakat
yang setinggi- tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
masyarakat. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi–tingginya. Pemerintah
bertanggungjawab memberdayakan dan mendorong peran serta aktif masyarakat dalam
segala bentuk upaya kesehatan (Junaidi, 1982).
Dalam rangka pencapaian kemandirian kesehatan,
pemberdayaan masayrakat merupakan unsur penting yang tidak bisa diabaikan.
Pemberdayaan kesehatan di bidang kesehatan merupakan sasaran utama dari promosi
kesehatan. Masyarakat merupakan salah satu dari strategi global promosi
kesehatanpemberdayaan (empowerment) sehingga pemberdayaan masyarakat sangat
penting untuk dilakukan agar masyarakat sebagai primary target memiliki kemauan
dan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan (Junaidi, 1982).
Pengertian Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses
untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali,
mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka
sendiri. Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau proses
untuk menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan. Memampukan masyarakat, “dari, oleh, dan
untuk” masyarakat itu sendiri (Azwar, 1996).
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengaruh pemberdayaan
masyarakat pada perubahan paradigma pembangunan?
2.
Bagaimana pendekatan dalam
pemberdayaan masyarakat?
3.
Apa saja konsep dan ruang lingkup pemberdayaan
masyarakat?
4.
Bagaimana peran serta masyarakat
dalam proses pemberdayaan masyarakat?
5.
Apa saja upaya pemberdayaan
bersumber daya masyarakat?
6.
Apa saja tantangan yang dihadapi
dalam proses pemberdayaan masyarakat?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengaruh pemberdayaan
masyarakat pada perubahan paradigma pembangunan.
2.
Untuk mengetahui pendekatan dalam
pemberdayaan masyarakat.
3.
Untuk mengetahui konsep dan ruang
lingkup pemberdayaan masyarakat.
4.
Untuk mengetahui peran serta
masyarakat dalam proses pemberdayaan masyarakat.
5.
Untuk mengetahui upaya-upaya
pemberdayaan bersumber daya masyarakat.
6.
Untuk mengetahui tantangan yang
dihadapi dalam proses pemberdayaan masyarakat.
BAB
II
ISI
A.
Perubahan
Paradigma Pembangunan
Pemberdayaan
masyarakat adalah sebagai subjek sekaligus objek dari sistem kesehatan. Dalam
dimensi kesehatan, pemberdayaan merupakan proses yang dilakukan oleh masyarakat
(dengan atau tanpa campur tangan pihak luar) untuk memperbaiki kondisi
lingkungan, sanitasi, dan aspek lainnya dan secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh dalam kesehatan masyarakat (Adisasmito, 2007).
Program
pemberdayaan yang akan mempengaruhi kualitas hidup adalah pemberdayaan
masyarakat miskin. Faktor ini akan mampu memutuskan ketertinggalan rakyat baik
dari segi pendidikan, ekonomi maupun kesehatan. Faktor lain yang akan menjamin
penguatan daya tawar dan akses guna mendukung masyarakat untuk memperoleh dan
memanfaatkan input sumber daya yang dapat meningkatkan kegiatan ekonomi adalah
melakukan penguatan lembaga dan organisasi masyarakat (Adisasmito, 2007).
Pembiayaan
program-program pemberdayaan akan menjadi aspek yang penting untuk menjamin
keberlangsungan progra. Oleh karena itu, berdirinya lembaga swadaya dengan
dukungan pihak ketiga seperti perusahaan dan volunter sangat berpengaruh
terhadap penguatan organisasi masyarakat. Pemberdayaan masyarakat diharapkan
dapat menciptakan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang
disertai dorongan dan motivasi bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki potensi
yang harus dikembangkan (Adisasmito, 2007).
B. Pendekatan dalam Pemberdayaan
Masyarakat
Daya merupakan kemampuan melakukan sesuatu atau
kemampuan bertindak, sedangkan berdaya berarti berkekuatan, bertenaga,
berkemampuan memiliki akal, cara untuk mengatasi sesuatu. Pemberdayaan
masyarakat dapat diartikan suatu usaha untuk memberikan kekuatan, tenaga,
kemampuan, mempunyai akal atau cara untuk mengatasi masalah dalam kehidupan
masyarakat (Adisasmito, 2007).
Dalam literatur, pemberdayaan masyarakat dikonsepkan
dalam dua makna pokok, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pelaksanaan berbagai kebijakan kemampuan yang diharapkan dalam meningkatkan
kemandirian masyarakat melalui pemberian wewenang secara proporsional kepada
masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk membangun diri dan lingkungannya
secara mandiri (Adisasmito, 2007).
Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemberdayaan
masyarakat berarti kemampuan dan memandirikan masyarakat. Menurut Susetiawan
(2004), implementasi konsepsi pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan
pembangunan nasional harus berwujud dalam kebijakan utama, yaitu:
1.
Menetapkan suasana atau iklim yang
memungkinkan berkembangnya potensi yang dimiliki masyarakat, baik sumber daya
alam maupun sistem nilai tradisional dalam menata kehidupan masyarakat.
2.
Memperkuat potensi yang dimiliki
masyarakat, baik potensi lokal yang telah membudayakan dalam menata kehidupan
masyarakat melalui pemberian masukan berupa bantuan dana pembangunan prasarana
dan sarana baik fisik (jalan, irigasi, listrik) maupun sosial (pendidikan,
kesehatan) serta pengembangan lembaga pendanaan, penelitian dan pemasaran di
daerah.
3.
Melindungi melalui pemihakan kepada
masyarakat yang lemah untuk mencegah persainganyang tidak seimbang dan bukan
berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi.
C. Konsep dan Ruang Lingkup
Pemberdayaan Masyarakat
1. Power dan Empowerment
Power dan empowerment yang
dalam bahasa indonesia berarti “pemberdayaan”, adalah sebuah konsep yang lahir
sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat
utamanya Eropa (Adisasmito, 2007).
Konsep empowerment dapat dipandang sebagai
bagian atau sejiwa dengan aliran-aliran pada paruh kedua abad ke-20 yang dewasa
ini banyak dikenal sebagai aliran post
modernisme, dengan titik berat sikap dan pendapat yang orientasinya adalah
anti-sistem, anti-struktural, anti-determinisme, yang diaplikasikan kepada
dunia kekuasaan (Adisasmito, 2007).
2. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan
adalah terjemahan dari empowerment.
Menurut Warnam Webster dan Oxford EnglishbDictionary, kata empower mengandung dua pengertian yaitu:
1)
To give
power atau authority
to atau memberi kekuasaan, mengalihkan atau mendelegasikan otoritas ke
pihak lain.
2)
To give
ability atau enable
atau usaha untuk memberi kamampuan.
Menurut Adisasmito
(2007), konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap
model pembangunan dan model industrialisasi yang kurang memihak kepada rakyat
mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logika sebagai berikut:
1)
Bahwa proses pemusatan terbangun
dari pemusatan penguasaan taktik produksi.
2)
Pemusatan kekuasaan faktor produksi
akan melahirkan masyarakat pekerja lemah dan masyarakat pemilik faktor produksi
yang kuat.
3)
Kekuasaan akan membangun bangunan
atas sistem pengetahuan, politik, hukum, dan ideologi yang manipulatif untuk
memperkuat legitimasi.
4)
Kooptasi sistem pengetahuan, hukum,
politik, dan ideologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok
masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tidak berdaya. Akhirnya
yang terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang
dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus
dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai.
3. Aspek Pemberdayaan
Masyarakat
Menurut Adisasmito
(2007), pemberdayaan masyarakat sebagaimana telah tersirat dalam definisi yang diberikan, ditinjau dari lingkup dan
objek pemberdayaan mencakup beberapa aspek, yaitu:
1)
Peningkatan kepemilikan
aset (sumber daya fisik dan finansial) serta kemampuan (secara individual dan
kelompok) untuk memanfaatkan aset tersebut demi perbaikan kehidupan mereka.
2)
Hubungan antara
individu dan kelompoknya, kaitannya dengan pemilikan aset, dan kemampuan
memanfaatkannya.
3)
Pemberdayaan dan
reformasi kelembagaan.
4)
Pengembangan jejaring
dan kemitraan kerja, baik ditingkat lokal, regional, maupun global.
4. Unsur-Unsur
Pemberdayaan Masyarakat
Menurut
Sasongka (2001), upaya pemberdayaan masyarakat perlu memerhatikan sedikitnya
empat unsur pokok, yaitu:
1)
Aksebilitas informasi,
karena informasi merupakan kekuasaan baru kaitannya dengan peluang, layanan,
penegakan hukum, efektifitas negosiasi, dan akuntabilitas.
2)
Keterlibatan dan
partisipasi, yang menyangkut siapayang dilibatkan dan bagaimana mereka terlibat
dalam keseluruhan proses pembanguna.
3)
Akuntabilitas,
kaitannya dengan pertanggungjawaban publik atas segala kegiatan yang dilakukan
dengan mengatasnamakan rakyat.
4)
Kapasitas organisasi
lokal, kaitannya dengan kemampuan bekerjasama, mengorganisasi warga masyarakat,
serta memobilisasi sumber daya untuk
memecahkan
masalah-masalah yang mereka hadapi.
5. Strategi Pemberdayaan
Masyarakat
:
1)
Melakukan pemuatan
lembaga dan organisasi masyarakat guna mendukung peningkatan Menurut
Adisasmito
(2007), dalam rangka pemberdayaan masyarakat, bisa dilakukan beberapa strategi,
yaitu posisi tawar dan akses masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan input
sumber daya dapat meningkatkan kegiatan ekonomi.
2)
Mengembangkan kapasitas
masyarakat melalui bantuan peningkatan keterampilan dan pengetahuan, penyediaan
sarana dan prasarana seperti modal, informasi pasar dan teknologi, sehingga
dapat memperluas kerja dan memberikan pendapatan yang layak, khususnya bagi
keluarga dan kelompok masyarakat miskin.
3)
Mengembangkan sistem
perlindungan sosial, terutama bagi masyarakat yang terkena musibah bencana alam
dan masyarakat yang terkena dampak krisis ekonomi.
4)
Mengurangi berbagai
bentuk pengaturan yang menghambat masyarakat untuk membangun lembaga dan
organisasi guna penyaluran pendapat, melakukan interaksi sosial untuk membangun
kesepakatan diantara kelompok masyarakat dan dengan organisasi sosial politik.
5)
Membuka ruang gerak
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan publik melalui pengembangan forum lintas yang dibangun
dan dimiliki masyarakat setempat.
6)
Mengembangkan potensi
masyarakat untuk membangun lembaga dan organisasi keswadayaan masyarakat di
tingkat lokal untuk memperkuat solidaritas dan ketahanan sosial masyarakat
dalam memecahkan berbagai masalah kemasyarakatan dan khususnya untuk membantu
masyarakat miskin dan rentan sosial.
6. Program Pemberdayaan
Masyarakat
Menurut Adisasmito
(2007), untuk mendukung amanat GBHN 1999-2006, program-program pembangunan yang
akan dilaksanakan untuk mengangkatkan pemberlayanan masyarakat adalah sebagai
berikut.
1) Program
Penguatan Organisasi Masyarakat
Tujuan
program ini adalah meningkatkan kapasitas organisasi sosial dan ekonomi
masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat setempat sebagai wadahbagi
pengembangan interaksi sosial, penguatan ketahanan sosial, pengelolaan potensi
masyarakat setempat dan sumber daya dari pemerintah, serta wadah partisipasi
dalam pengambilan keputusan publik.
2) Program
Pemberdayaan Masyarakat Miskin
Tujuan
program ini adalah meningkatkan kemampuan dan keberdayaan keluarga dan kelompok
masyarakat miskin melalui penyediaan kebutuhan dasar dan pelayanan umum berupa
sarana dan prasarana sosial ekonomi pendidikan, kesehatan, perumahan, dan
penyediaan sumber daya produksi, meningkatkan kegiatan usaha kecil, menengah,
dan informaldi pedesaan dan perkotaan, mengembangkan sistem perlindungan sosial
bagi keluarga dan kelompok masyarakat yang rentan sosial dan tidak mampu
mengatasi akibat goncangan ekonomi, terkena sakit atau cacat, korban kejahatan,
dan berusia lanjut dan berpotensi menjadi miskin.
3) Program
Peningkatan Keswadayaan Masyarakat
Tujuan
program ini adalah mengembangkan jaringan kerja keswadayaan masyarakat untuk
meningkatkan keswadayaan masyarakat dan
memperkuat solidaritas dan ketahanan sosial masyarakat dan membantu masyarakat
miskin dan rentan sosial.
7. Pengorganisasian
Pemberdayaan Masyarakat
1) Pemberdayaan
Masyarakat Harus Berupa Gerakan Masyarakat
Artinya
masyarakat harus menjadi subjek dan bukan objek semata dari usaha kesehatan.
Mereka harus dididik dan dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan dasar
dalam usaha-usaha kesehatan serta dilibatkan secara aktif sejak perencanaan
dalam usaha-usaha tersebut (Adisasmito, 2007).
2) Menekankan
Peran Pemerintah Lebih sebagai Regulator dan Fasilitator
Peran
pemerintah yang dominan selama ini dalam usaha kesehatan telah menjadi penghambat
munculnya inisiatif dan kreatif dari masyarakat yang sangat dibutuhkan untuk
menumbuhkan gerakan masyarakat yang sesungguhnya (Adisasmito, 2007).
3) Menumbuhkan
wirausahawan sosial atau social
entrepreneur dalam bidang kesehatan promotif dan preventif
Usaha-usaha
kesehatan khususnya dalam mengubah perilaku harus lebih bersifat pendekatan
dari bawah (buttom up approach)
berdasarkan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat
(Adisasmito, 2007).
4) Menumbuhkan
Kemandirian dalam Usaha Kesehatan
Secara
bertahap pemerintah harus mengurangi alokasi dana pada usaha-usaha kesehatan
yang sudah mulai dapat dibiayai sendiri oleh masyarakat seperti pelayanan
kesehatan, apalagi kuratif, kecuali bagi masyarakat yang kurang mampu
(Adisasmito, 2007).
D.
Peran
Serta Masyarakat
1.
Wujud
Peran serta Masyarakat
1) Sumber
daya manusia
a. Pemimpin
masyarakat yang berwawasan kesehatan.
b. Tokoh
masyarakat yang berwawasan kesehatan, baik tokoh agama, politisi, cendekiawan,
artis/seniman, budayawan, pelawak, dan lain-lain.
c.
Kader
kesehatan, yang sekarang banyak sekali ragamnya, misalnya kader posyandu, kader
lansia, kader kesehatan lingkungan, kader kesehatan gigi, kader KB, dokter
kecil, saka bakti husada, santri husada, taruna husada, dan lain-lain.
2) Institusi/lembaga/organisasi
kemasyarakatan
Bentuk
lain peran serta masyarakat adalah semua jenis institusi, organisasi, lembaga
atau kelompok kegiatan masyarakat yang mempunyai aktivitas di bidang kesehatan.
Menurut Adisasmito (2007), beberapa contohnya adalah sebagai berikut.
a. Upaya
Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yaitu segala bentuk kegiatan
kesehatan yang bersifat dari, oleh, dan untuk masyarakat. Seperti Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu) dan Pos Obat Desa (POD)
b. Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempunyai kegiatan di bidang kesehatan. Banyak
sekali LSM yang berkiprah di bidang kesehatan, aktivitas mereka beragam sesuai
dengan peminatannya.
c. Organisasi
swasta yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, rumah
bersalin, balai kesehatan ibu dan anak, balai pengobatan, dokter praktik,
klinik 24 jam, dan sebagainya.
3) Dana
Wujud
lain partisipasi masyarakat adalah dalam bentuk pembiayaan kesehatan seperti
dana sehat, asuransi kesehatan, jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat, dan
berbagai bentuk asuransi di bidang kesehatan (Adisasmito, 2007).
4) Wujud
lain
Menurut Adisasmito
(2007), masih ada bentuk peran serta masyarakat selain di atas, antara lain:
a. Jasa
tenaga, misalnya pada Gerakan Jumat Bersih (GJB) dan kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan masyarakat.
b. Jasa
pelayanan, misalnya para bidan yang memberikan pelayanan gratis kepada ibu
hamil risiko tinggi dalam program penanggulangan wanita rawan kesehatan.
c. Subsidi
silang misalnya partisipasi dunia usaha/sektor swasta dalam program penanggulangan
wanita rawan kesehatan.
2.
Lingkup
Peran serta Masyarakat
Gambaran
peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan seperti yang terurai di
atas, menunjukkan bahwa ruang lingkup peran serta masyarakat (PSM) menjadi amat
luas bahkan tidak terbatas. Namun demikian, menurut Adisasmito (2007), untuk
memudahkan dalam pembinaan, lingkup PSM dapat dikelopokkan menjadi:
1) Upaya
Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dilakukan oleh masyarakat umum
2) Upaya
Kesehatan Tradisional (UKESTRA)
3) Upaya
Kesehatan Kerja (UKK)
4) Upaya
Kesehatan Dasar Swasta (UKDS)
5) Kemitraan
LSM dan dunia usaha
6) Dana
sehat/Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
7)
Peran
wanita pembangunan kesehatan
8) Peran
generasi muda dalam pembangunan kesehatan
9) Kader
kesehatan
3.
Prinsip
Penggerakan Peran Serta Masyarakat
Kesehatan
merupakan kebutuhan setiap orang, oleh karena itu kesehatan seharusnya tercermin
dalam kegiatan setiap insan. Menurut Adisasmito (2007), peran serta masyarakat
dalam bidang kesehatan diarahkan melalui tiga kegiatan utama, sebagai berikut.
1) Kepemimpinan,
yaitu melakukan intervensi kepemimpinan yang berwawasan Kesuma (kesehatan untuk
semua) bagi semua pemimpin baik formal maupun informal, dari tingkat atas
sampai tingkat terbawah.
2) Pengorganisasian,
yaitu melakukan intervensi “community
development” di bidang kesehatan pada setiap kelompok masyarakat sehingga
muncul bentuk UKBM di setiap kelompok masyarakat.
3) Pendanaan,
yaitu mengembangkan sumber dana setempat untuk membiayai berbagai bentuk
kegiatan di bidang kesehatan, dari tingkat promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif.
4.
Manajemen
Pembinaan Peran Serta Masyarakat
Menurut
Adisasmito (2007), peran serta masyarakat di bidang kesehatan mempunyai
kekhususan sebagai berikut.
1) Meskipun
kesehatan berdampingan dengan kedokteran, implementasi program kesehatan
masyarakatnya berbeda jauh dengan dunia kedokteran. Kesehatan masyarakat sangat
erat kaitannya dengan aspek sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Sebagai
contoh, teknik operasi usus buntu di Indonesia dan Amerika akan sama, tetapi
pola penggerakan partisipasi masyarakat akan berkiprah di bidang kesehatan,
akan berbeda sekali.
2) Bidang
gerak peran serta masyarakat amat luas dan sangat bervariasi sehingga tidak
mungkin menerapkan suatu keharusan yang sifatnya mutlak. Oleh karena itu, hal
yang bisa dilakukan adalah memberikan kerangka pikir, sementara isinya
diserahkan kepada aparat lokal untuk mengembangkannya.
E.
Upaya
Pemberdayaan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM)
1.
Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Posyandu
merupakan jenis UKBM yang paling memasyarakat dewasa ini. Posyandu yang
meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA, Gizi, Iminunisasi, dan
Penanggulan Diare, terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan
angka kematian bayi.Sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan masyarakat
yang langsung bersentuhan dengan masyarakat di level bawah,sebaliknya posyandu
digiatkan kembali seperti pada masa orde baru karena terbukti ampuh mendeteksi
permasalahan gizi dan kesehatan di berbagai daerah. Permasalahn gizi buruk dan
anak balita,kekurangan gizi,busung lapar, dan masalah kesehatan lainnya
menyangkut kesehatan ibu dan akan mudah dihindari jika posyandu kembali
diprogramkan secara menyeluruh (Adisasmito, 2007).
Menurut
Adisasmito (2007), kegiatan di posyandu lebih dikenal dengan sistem lima
meja,yang meliputi:
1.
Meja 1: Pendaftaran dan pencatatan
2.
Meja 2: Penimbangan
3.
Meja 3: Pengisian kartu menuju sehat (KMS)
4.
Meja 4: Penyuluhan Kesehatan,pemberian oralit, vitamin
A, dan tablet besi
5.
Meja 5: Pelayanan kesehatan yang meliputi
imunisasi,pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan,serta
pelayanan keluarga berencana.
Untuk meja 1 sampai 4 dilaksanakan olrh
kader kesehatan,sedangkan meja 5 dilaksanakan oleh petugas kesehatan. Menurut
Adisasmito (2007), sejak dicanangkan pada tahun 1984, pertumbuhan jumlah
posyandu sebagai berikut.
Tahun
|
Jumlah
|
1990
|
244.382
|
1991
|
251.815
|
1992
|
242.255
|
1993
|
233.061
|
2003
|
245.154
|
Bila diperhitungkan bahwa tiap posyandu
rata-rata mempunyai lima orang kader, maka jumlah kader aktif posyandu
adalah sebesar 5 x 245. 154 = 1.225.770 orang kader. Jumlah yang demikian besar ternyata juga dibarengi dengan peranannya yang menonjol, khususnya dalam meningkatkan cakupan
program. Dari data di atas dapat dilihat terjadi jumlah posyandu yang pada masa
1993-2003 karena kebijakan kesehatan yang tidak
mendukung padahal fungsi posyandu di tataran bawah sangat signifikan membantu mengatasi masalah
kesehatan. Menurut Adisasmito (2007), besarnya sumbangan posyandu dalam
meningkatkan cakupan program dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Jenis Pelayanan
|
Cakupan (%)
|
Balita
Imunisasi
DPT-1
Polio-3
TT-2 Bumil
KB (Pil)
Pemeriksaan Bumil
|
74,0
61,9
60,9
22,4
32,4
11,2
|
Tampak bahwa posyandu mempunyai
kontribusi yang besar pada peningkatan cakupan program, khususnya pada sasaran
populasi bayi. Hal inilah yang menyebabkan UCI ( universal child immunization) dinegeri kita dapat dicapai tiga
bulan lebih cepat (Adisasmito, 2007).
2.
Pondok
Bersalin Desa (Polides)
Pondok
bersalin desa merupakan wujud peran serta masyarakat dalam pemeliharaan
kesehatan ibu dan anak. UKBM ini dimaksudkan untuk menutupi empat kesenjangan
dalam pelayanan KIA, yaitu kesenjangan geografis, kesenjangan informasi,
kesenjangan informasi, dan kesenjangan sosial budaya (Adisasmito, 2007).
Keberadaan
bidan ditiap desa diharapkan mempu mengatasi kesenjangan geografis, sementara
kontrak setiap saat dengan penduduk setempat diharapkan mampu mengurangi
kesenjangan informasi. Polides dioperasionalkan melalui kerja sama antara bidan
dan dukun bayi, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan sosial budaya, sementara
tarif pemeriksaan ibu, anak, dan melahirkan yang ditentukan dalam musyawarah
LKMD diharapkan mampu mengurangi kesenjangan ekonomi (Adisasmito, 2007).
3.
Pos
Obat Desa (POD)
Pos
obat desa merupakan wujud peran serta masyarakat dalam hal pengobatan
sederhana. Kegiatan ini dapat dipandang sebagai perluasan kegiatan kuratif
sederhana, melengkapi kegiatan preventif dan promotif yang telah dilaksanakan
di posyandu (Adisasmito, 2007).
Menurut
Adisasmito (2007), dalam implementasinya POD dikembangkan melalui beberapa pola
disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Beberapa pengembangan POD itu
antara lain:
1) POD
yang diintegrasikan dengan dana sehat.
2) POD
yang merupakan bentuk peningkatan posyandu.
3) POD
yang dikaitkan dengan pokdes/polides
4) Pos
obat pondok pesantren (POP), yang dikembangkan di beberapa pondok pesantren.
4.
Dana
Sehat
Menurut
Adisasmito (2007), dana sehat telah dikembangkan pada 27 provinsi meliputi 209
kabupaten/kota. Dalam implementasinya juga berkembang beberapa pola dana sehat,
antara lain sebagai berikut:
1) Dana
sehat pola usaha kesehatan sekolah (UKS), dilaksanakan pada 43 kabupaten dan
telah mencakup 12.366 sekolahan.
2) Dana
sehat pola pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) dilaksanakan pada 96
kabupaten.
3) Dana
sehat pola pondok pesantren, dilaksanakan pada 39 kabupaten/kota.
4) Dana
sehat pola koperasi unit desa (KUD), dilaksanakan pada lebih dari 23 kabupaten,
terutama pada KUD yang sudah tergolong mandiri.
5) Dana
sehat yang dikembangkan lembaga swadya masyarakat (LSM), dilaksanakan pada 11
kabupaten/kota.
6) Dana
sehat organisasi/kelompok lainnya (seperti tukang becak, sopir angkutan kota
dan lain-lain), telah dilaksanakan pada 10 kabupaten/kota.
Dana
sehat berpotensi sebagai wahana memandirikan masyarakat, yang pada gilirannya
mampu melestarikan kegiatan UKBM setempat. Oleh karena itu, dana sehat harus
dikembangkan keseluruh wilayah/kelompok, sehingga semua penduduk terliput oleh
dana sehat atau bentuk JPKM lainnya.
5.
Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM)
Di tanah air kita ini terdapat 2.950 lembaga
swadaya masyarakat (LSM), namun samapi sekarang yang tercatat mempunyai
kegiatan di bidang kesehatan hanya 105 organisasi LSM. Ditinjau dari segi
kesehatan, LSM ini dapat digolongkan menjadi LSM yang salah satunya kegiatannya
bidang kesehatan atau LSM yang aktivitasnya seluruhya kesehtan dari LSM khusus
acara lain,organisasi profesi,organisasi kesehatan,organisasi swadaya
internasional. Menurut Adisasmito (2007), dalam hal ini kebijaksaan yang
ditempuh adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan
peran serta masyarakat termasuk swasta pada semua tingkatan
2) Membina
kemimpinan yang berorientasi kesehatan dalam setiap organisasi kemasyarakatan
3) Memberikan
kemampuan,kekuatan,dan kesempatan yang lebih besar kepada organisasi
kemasyarakatan untuk berkiprah dalam pembangunan kesehatan dengan kemampuan
sendiri.
4) Meningkatkan
kepedulian LSM terhdap upaya pemerataan pelayanan kesehatan
5) Masih
merupakan tugas berat untuk melibatakan semua LSM untuk berpikrah dalam bidng
kesehatan
6.
Upaya
Kesehtan Tradisional
Tanaman obat kelurga (TOGA) adalah
sebidang tanah di halaman atau ladang yang dimanfaatkan untuk menanam tanaman
yang berkhasiat sebagai obat. Dikaitkan dengan peran serta masyarakat TOGA
merupakan wujud partisipasi mereka dalam bidang peningkatan kesehatan dan
pengobatan sederhana lain untuk menjaga
dan meningkatkan kesehatan dan mengobati gejala (keluhan) dari beberapa
penyakit yang ringan itu, TOGA juga berfungsi ganda mengingat dapat digunakan
untuk memperbaiki gizi masyarakat,upaya pelestarian alam dan memperindah
pemandangan, menambah penghasialn keluarga,serta memperindah tanam dan
pemandangan (Adisasmito, 2007).
7.
Upaya
Kesehatahan Kerja
Upaya
kesehatan kerja menjadi semakin penting pda era industrialisasi sekarang ini.
Pertumbuhan industri yang pesat membuat tenaga kerja formal semakin banyak,yang
biasnya membuat tenaga kerja formal semakin banyak,yang biasanya tetap diringi
oleh maraknya tenaga kerja informal. Salah satu wujus upaya kesehatan kerja
adalah dibentukny Pos Upaya kesehatan kerja (Pos UKK) di sektor informasi dan
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di sektor formal (Adisasmito,
2007).
Untuk sektor formal, upaya kesehatan
kerja di rumah sakit justru menunjukkan kemajuan yang berarti. Bekerja sama
dengan Dirjen pelayanan Medik telah dilakukan serangkaian kegiatan termasuk
pelatihan bagi pengelola UKK di rumah sakit. Untuk sektor formal laiinya telah
dilakukan pendekatan dengan Depnaker DAN PT Jamsostek suapaya dalam mengembangkan jaminan pemeliharaan kesehatan
bagi karyawannya dapat lebih ditingkatkan cakupannya (Adisasmito, 2007).
Pos upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK )
bentuk operasional PKMD di lingkungan pekerja merupakan wadah dari serangkaian
upaya pemeliharaan kesehatan pekerja yang terencana,teratur,dan
berkesinambungan yang diselenggarakan oleh masyarakat pekerja atau kelompok
pekerja yang memilih jenis kegiatan usaha yang sama denga bertujuan untuk meningkatakan
produktivits kerja. Dengan demikian, implementsinya selalu mencakup tiga pilar
PKMD, yaitu adanya kerjasama lintas sektor, adanya pelayanan dasar kesehatan
kerja, dana adanya peran serta masyarakat. Jumlah Pos Upaya Kesehatan Kerja
(Pos UKK) samapi dnegan tahun 2003 tercatat sebanyak 9.130 Pos UKK (Profil
Kesehatan 2003) (Adisasmito, 2007).
8.
Upaya
Kesehatan Dasar Swasta
Upaya Kesehatan dasar swasta sampai saat
ini berkembang pesat sekali baik jenis
maupun jumlahnya. Upaya kesehatan dasar swasta ni dilaksanakan baik oleh
perorangan mauoun kelompok dalam masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat
berupa yayasan. Menurut Adisasmito (2007) upaya kesehatan dasar swasta ini
dapat dikelompokkan menjadi:
1) Kelompok
pelayanan swasta dasar di bidang medik,meliputi Balai kesehatan ibu dan Ayah
(BKIA),Balai Pengobatan (BP)Swasta dan rumah Bersalin (RB).
2) Kelompok
berdampak kesehtan,meliputi salon kecantikan,pusat kebugaran,dan sebgaianya.
3) Kelompok
tradisional, meliputi tabib,sinshe,panti pijat,dukun patah tulang,yang
pembinaan teknisnya dilakukan oleh upaya kesehatan tradisional (Ukestra).
9.
Kemitraan
LSM dan Dunia Usaha
Lembaga Swadya Masyarakat (LSM) merupaka
organisasi on pemerintah (Non Governmentl Organization/NGO) yang sebenarnya
mempunyai beberapa potensi yang bisa di gunakan untuk meningkatkan derajat
kesehtan masyarakat,antara lain dalam hal Community development,pemberi
pelayanan himounan dana masyarakat untuk kesehatan (Adisasmito, 2007).
Untuk meningkatkan fungsi LSM, forum
Komunikasi ditingkatkan menjadi jejring LSM yang ternyata berkembang bebebrapa
peminatan. Ada beberapa kelompok peminatan kesehatan, yaitu:
1)
Pembangunan kesehatan
Masyarakat Desa (PKMD)/Primary Health Care (PHC)
2)
Keluarga
Berencana/Kesehatan ibu dan anak (KB/KIA)
3)
Penyakit menuar seksual
(PMS/AIDS)
4)
Kesehatan anak, remaja,
dan generasi muda
5)
Kesehatan wanita
6)
Pengobatan tradisional
7)
Kesehatan kerja
8)
Kesehatan
lingkungan/air bersih
9)
Penyakit menular
10) Klinik/balai
pengobatan
Forum komunikasi antara LSM dan sektor
kesehatan sebaiknya terus dilakukan, baik di tingkat pusat,provinsi ,maupun
daerah kabupaten/kota. Sementara itu, kemitraan LSM dengan dunia usaha
menunjukkan adanya peningkatan yang besar,contohnya pada progrm Pekan Imunisasi
Nasional. Salah satu contoh kemitraan LSM dengan dunia usaha yang sudh
dikembangkan adalah program penanggulangan wanita rawan kesehatan (Adisasmito,
2007).
10.
Kader
Kesehatan
Kader di Indonesia merupakan sosok insan
yang menarik perhatian khalayak. Kesederhanaannya dan asalnya yang dari
masyarakat setempat,telah membuat kader begitu dekat dengan masyarakat.
Keberadaannya yang selalu dekat dengan masyarakat membuat alih pengetahuan dan
oleh keterampilan dari kader kepada tetangganya demikian mudah. Kedekatannya
dengan petugas puskesmas telah membuat mereka menjadi penghubung yang andal
antara petugas kesehatan dengan masyarakat. Profil kader yang paling dikenal
adalah kader posyandu Melejitnya jumlah dan peran posyandu dalam keberhasilan
program keluarga berencana dan kesehatan,telah turut mengangkay kepopuleran kader
posyandu di Indonesia. Peran PKK (Pembina Kesejahteraan Keluarga) dalam kader
ini sangat besr,karena hampir seluruhnya kader posyandu atau pusat, provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan dan desa/kelurahan,selalu berupaya melakukan penggerakan dan pembinaan
intesnsif terhadap kader PKK yng menjadi tulang punggung kegiatan posyandu
(Adisasmito, 2007).
Salah satu permasalahan yang berkaitan
dengan kader ini dalah tingginya drop out kader. Persentase kader aktif secara
nasional adlah 69,2%,sehingga angka drop out kader sekitar 30,8%.Kader drop out
adalah mekanisme yang alamiah karena pekerjaan yang didasari sukarela tentu
saja secara kesisteman tidak mempunyai ikatan yang kuat. Namun,sikap yang baik
adalah bila kader yang drop out itu pengetahuan dan keterampilannya tidaklah
hilang,tetapi berguna minimal bagi keluarganya dan tetangganya. Jadi,dapat
dikatakan bahwa mereka drop out dari kegiatan berkala di institusi UKBM,tetapi
secara fungsional tetap berkiprah dalam
menolong sesama di bidang keseatan (Adisasmito, 2007).
11.
Bentuk UKBM yang Lain
Menurut Adisasmito (2007), bentuk upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat yang lain adalah sebagai berikut.
1) Satuankarya
Bhkti Husada (SBH) Merupaka bentuk partisipasi generasi muda khususnya pramuka
dalam bidang kesehatan.
2) Upaya
kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD) merupakan wujud peran serta masyarakat
dalam bidang kesehatan gigi dan mulut.
3) Pemberantasan
Penyakit menular melalui penekatan Pembangunan Kesehatan Masyaraay Desa
(P2M-PKMD) merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam penganggulangan
penyakit menular yang banyak diderita penduduk setempat.
4) Desa
Percontohan Kesehatan Lingkungan
(DPKL),merupaka wujud peran serta masyarakat dalam program penyediaan air
bersih dan perbaikan lingkungan pemukiman.Melalui kegiatan ini diharapkan
cakupan penyediaan air bersih dan rumah sehat menjadi semakin tinggi.
5) Pos
kesehtah Pondok Pesantren (Poskestren), merupakan wujud partisipasi masyarakat
pondok pesantren dalam bidang kesehtan.Biasanya dalam Poskestren ini muncul
beberapa kegiatan,antara lain Pos obat pondok pesantren (POP),santri husada
(Kader kesehatan di kalanagn santri), pusat informasi kesehatan di pondok
pesantren, dan upaya kesehatan lingkungan di sekitar pondok pesantren.
6) Karang
Werda,meruapak wujud peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan usia
lanjut,misalnya pos pembinaan terpadu lansia (pospindu lansia atau posyandu
usila).
7) Dan
masih banyak lagi bentuk UKBM yang lain.
F.
Tantangan/Permasalahan
Permasalahan yang muncul dalam
pelaksanaan program pemberdayaan dan peran serta masyarakat dalam bidang
kesehatan adalah:
1. Pemberdayaan
masyarakat atau peran masyarakat secara individu
Perberdayan
masyarakat berupa peran serta individu dalam pembangunan kesehatan dirasa masih
sangat kurang apabila dibandingkan dengan pemberdayaan masyarakat secara
kelompok maupun secara massa. Peran serta masyarakat
dengan menjadi kader
kesehatan, selalu
diwarnai dengan tingginya drop out
kader sehingga kader yang terlatih jumlahnya selalu berkurang, karena kader selalu
berganti-ganti terus,j arang
sekali kader yang bersifat lestari (Adisasmito, 2007).
2. Perberdayaan
masyarakat atau peran serta masyarakat dalam hal pendanaan.
Upaya
kesehatan sekarang ini sedang mengalami penurunan yang sangat drastis. Dana
sehat dari masyarakat umum dan khsusnya masyarakat miskn saai ini sedang
mengalami kehancuran,di mana-mana dan sehat tersebut tidak jalan. Hal ini
disebabkan oleh adanya program dari pemerintah pusat untuk masyarakat
miskin,yaitu program kesehatahn untuk keluarga miskin mulai dari program JPS
gakin,program PKPS BBM,sampai sekarang diluncurkannya program askes
gakin.Masyarakat sekarang ini sudah terbiasa dengan mendapat bantuan dari
pemerintah sehingga pemberdayaan masyarakat untuk dana sehat tidak bisa
berjalan (Ekowarni, 2004).
3. Pemberdayaan
masyarakat dalam bidang penyelenggaraan posyandu
Sekarang di anggap sudah tidak sesuai
lagi dengan prinsip posyandu yaitu penyelenggaraan upaya kesehatan dari,oleh,
dan untuk masyarakat karena kehadiran petugas kesehatan meja ke-4 sehingga
peran kader kesehatan menjadi terkurangi. Posyandu bukan lagu sepenuhnya milik
masyarakat yang bisa diakses setiap waktu,tetapi posyandu sekarang sudah berada
di bawah kendali puskesmas sehingga hanya diakses sebulan sekali.Pelayanan
posyandu hanya dilaksanakan sebulan karena sesuai jadwal kegiatan petugas
puskesmas (Adisasmito, 2007)
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Program
pemberdayaan yang akan mempengaruhi kualitas hidup adalah pemberdayaan
masyarakat miskin. Faktor ini akan mampu memutuskan ketertinggalan rakyat baik
dari segi pendidikan, ekonomi maupun kesehatan.
2. Pendekatan
dalam pemberdayaan masyarakat salah satunya dengan memperkuat
potensi yang dimiliki masyarakat, baik potensi lokal yang telah membudayakan
dalam menata kehidupan masyarakat melalui pemberian masukan berupa bantuan dana
pembangunan prasarana dan sarana baik fisik (jalan, irigasi, listrik) maupun
sosial (pendidikan, kesehatan) serta pengembangan lembaga pendanaan, penelitian
dan pemasaran di daerah.
3.
Konsep dan ruang lingkup
pemberdayaan masyarakat yaitu, power
dan empowerment, pengertian
pemberdayaan masyarakat,aspek pemberdayaann masyarakat,unsur-unsur pemberdayaan
masyarakat,strategi pemberdayaan masyrakat,program pemberdayaan masyarakat,dan
perorganisasian pemberdayaan masyrakat.
4. Peran serta
masyarakat dalam proses pemberdayaan masyarakat dengan membentuk institusi atau
organisasi kemasyrakatan salah satunya seperti Upaya
Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yaitu segala bentuk kegiatan
kesehatan yang bersifat dari, oleh, dan untuk masyarakat. Seperti Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu) dan Pos Obat Desa (POD).
5. Upaya
pemberdayaan bersumber daya masyarakat yaitu, pos pelayanan terpadu (Posyandu),
pondok bersalin desa (Polindes), pos obat desa (POB), dana sehat, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), upaya kesehatan tradisional, upaya kesehatan kerja, upaya
kesehatan swasta, kemitraan LSM dan dunia usaha serta kader kesehatan.
6. Permasalahan
yang muncul dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, yaitu
pemberdayaan masyarakat atau peran masyarakat secara individu, pemberdayaan
masyarakat atau peran serta masyarakat dalam hal pendanaan, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang penyelenggaraan posyandu.
B.
Saran
Diharapkan
kedepannya agar mahasiswa kesehatan masyarakat pada pengaplikasiannya mampu
secara langsung melakukan pemberdayaan dengan berkolaborasi dengan berbagai
mitra kerja, lembaga-lembaga organisasi untuk meningkatkan potensi diri.
DAFTAR
PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Rajawali Pers. Jakarta.
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
Ekowarni, E. 2004. Psychologi dalam Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat. UGM.
Yogyakarta.
Junaidi, Purnawan. 1982. Tinjauan Mengenai Pemberdayaan Masyarakat.
Rinekacipta. Jakarta.
Sasongka, A. 2001. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. FKM UI. Depok.
Susetiawan. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. UGM. Yogyakarta.
Zahrulianingdyah,
Atiek. 2012. Pemberdayaan
Perempuan Lewat Pendidikan dan Pelatihan Gizi untuk Mengatasi Anemia Gizi Besi.
‘Educational
Management’. ISSN 2252-7001. Vol. 1. No. 2. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.
0 Komentar