PENGELOLAAN
LAHAN YANG TELAH TERDEGRADASI
Degradasi
lahan (land degradation) adalah suatu proses penurunan produktivitas tanah
menjadi lebih rendah, baik sementara maupun tetap, sehingga pada suatu saat
lahan tersebut mencapai ke tingkat kekritisan tertentu (Dent 1993). Degradasi lahan
dimulai dari penurunan produktivitas tanah sebagai respon terhadap berkurangnya
kemampuan memenuhi semua kebutuhan tanaman. Penurunan produktivitas ini terjadi
perlahan-lahan, sedikit demi sedikit sejalan dengan penurunan kualitas tanah.
Teknologi
pengelolaan lahan terdegradasi merupakan perpaduan antara pencegahan erosi termasuk penurunan laju air aliran permukaan
dan peningkatan kandungan bahan organik tanah. Teknologi tersebut diantaranya adalah
pemberian mulsa sisa panen, teknik budi
daya tanaman pangan dengan system alley cropping
dan pemberian pembenah tanah. Berikut adalah upaya pengelolaan lahan yang
terdegradasi yaitu:
1. Teknologi
pemulsaan
Mulsa mempunyai peran dan fungsi dalam memperbaiki
sifat fisika tanah, menurunkan jumlah erosi, dan meningkatkan hasil tanaman. Pemberian mulsa pada lahan kering di daerah beriklim kering berbeda maksud dan tujuannya dengan
di daerah beriklim basah. Mulsa yang disebar di permukaan tanah pada lahan
pertanian di daerah beriklim kering ditujukan untuk mengurangipenguapan air
dari permukaan tanah (evaporasi), sehingga cocok diaplikasikan pada akhir musim
hujan. Pemberian mulsa pada lahan kering beriklim kering seperti di Kupang
dapat membantu memperpanjang musim tanam, yaitu menghasilkan panen pada musim
kemarau yang kering.
Mulsa yang disebar di permukaan tanah pada lahan
kering beriklim basah lebih diarahkan
untuk mengurangi jumlah tanah tererosi.
Penurunan jumlah erosi berdampak pada menurunnya jumlah unsur-unsur hara
yang hilang sehingga unsur hara tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk
berproduksi.
2. Teknologi
budi daya lorong
Sistem budi daya lorong (alley cropping) memadukan
tanaman semusim dan tanaman pagar. Tanaman pangan semusim seperti padi gogo,
kedelai, jagung, dan ubikayu ditanam
pada bidang olah di areal lorong (alley) di antara barisan tanaman pagar (hedgerow
crops). Tanaman pagar merupakan semak
berkayu seperti Flemingia congesta atau
Flemingia macrophyla (Indonesia: serengan jantan, Sunda: hahapaan),
pohon legum dan rumput pakan, tanaman pagar dipangkas secara berkala,
sebagai sumber bahan organik dan
mengurangi naungan. Sistem ini sangat baik untuk mengendalikan erosi dan aliran
permukaan.
Sistem budi daya lorong memerlukan tambahan tenaga
kerja untuk pemeliharaan dan pemangkasan hijauan tanaman pagar. Karena itu, tanaman pagar yang
ditanam hendaknya mempunyai fungsi sebagai tanaman pakan ternak agar
tambahan tenaga memberikan keuntungan dari ternak dan dari kotoran
ternaknya. Hindari pemilihan tanaman pagar yang mempunyai sifat alelopati sebab
akan menimbulkan kerugian yang berlipat karena hasil panen menurun.
3. Pemberian
pembenah tanah
Pembenah tanah adalah bahan sintetis atau alami,
organik atau mineral berbentuk padat
atau cair yang mampu memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah secara
bersama-sama atau hanya salah satunya saja. Dalam prakteknya
sulit sekali membuat pembenah tanah yang
dapat memperbaiki ketiga sifat tanah tersebut.
Pembenah tanah sering hanya ditujukan untuk memperbaiki sifat fisika
tanah saja yang kemudian dapat memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah. Jika
kondisi sifat fisika tanah mendukung untuk menyimpan dan memberikan hara kepada
tanaman dan memberikan lingkungan yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme tanah, maka pembenah
tanah tersebut baik digunakan untuk lahan pertanian. Tujuan penggunaan pembenah tanah adalah
menyediakan lingkungan yang mendukung
pertumbuhan dan produksi tanaman utama yang dibudidayakan, namun pembenah tanah
bukanlah pupuk.
0 Komentar