A. Prevalensi
Kekurangan Vitamin A
Kekurangan
vitamin A atau KVA merupakan salah satu masalah gizi yang ada di negara
berkembang. Asia Tenggara memiliki prevalensi KVA balita tertinggi dibandingkan
dengan wilayah lain seperti Afrika, Amerika, Eropa, Timur Tengah dan Pasifik
Barat. Di Indonesia masalah kekurangan vitamin A pada tahun 2011 sudah dapat
dikendalikan, namun secara subklinis prevalensi kekurangan vitamin A terutama
pada kadar serum retinol dalam darah kurang dari 20µg/dl masih mencapai 0,8%
(Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi., 2012)
Menurut
(Pratiwi, 2013)
Angka prevalensi kejadian kurang vitamin A di beberapa daerah di Indonesia
menurut beberapa survey adalah sebagai berikut :
a. Survei
nasional pada xeroftalmia I tahun 1978 menunjukkan angkaangka xeroftalmia di
Indonesia sebesar 1,34% atau sekitar tiga kali lipat lebih tinggi dari ambang
batas yang ditetapkan oleh WHO (X16 < 0,5%).
b. Pada
tahun 1992 survei nasional pada xeroftalmia II dilaksanakan, prevalensi KVA
mampu diturunkan secara berarti dari 1,34% menjadi 0,33%. Namun secara
subklinis, prevalensi KVA terutama pada kadar serum retinol dalam darah (<
20 mcg/100 ml) pada balita sebesar 50%, ini menyebabkan anak balita di
Indonesia berisiko tinggi untuk terjadinya xeropthalmia dan menurunnya tingkat
kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit infeksi, dikutip dalam Azwar,
2004 dalam jurnal (Pratiwi, 2013).
Akibatnya menjadi sangat tergantung dengan kapsul vitamin A dosis tinggi.
c. Menurut
hasil survey pemantauan status gizi dan kesehatan tahun 1998-2002, yang
menunjukkan bahwa sampai tahun 2002, sekitar 10 juta (50%) anak Indonesia
terancam kekurangan vitamin A, karena tidak mengkonsumsi makanan mengandung
vitamin A secara cukup.
d. Defisiensi
vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar
250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena
kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika.
Dengan tingginya prevalensi kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan beberapa
inisiatif untuk suplementasi vitamin A di negara-negara berkembang. Beberapa
strategi termasuk asupan vitamin A melalui kombinasi pemberian ASI, asupan
makanan, fortifikasi makanan, dan suplemen. Melalui upaya WHO dan
mitra-mitranya, yang diperkirakan 1,25 juta kematian sejak 1998 di 40 negara karena
kekurangan vitamin A telah dihindari.
e.
Sementara itu pada Mei
2003 berdasarkan data WHO ditemukan bahwa hingga kini masih ditemukan 3
propinsi yang paling banyak kekurangan vitamin A yaitu: Propinsi Sulawesi
Selatan tingkat prevalensi hingga 2,9%, propinsi Maluku 0,8% dan Sulawesi Utara
sebesar 0,6%.
Kekurangan
vitamin A adalah masalah utama anak balita di negara berkembang, menjadi
penyebab kebutaan yang paling umum yang dapat dicegah, tabel menunjukkan
prevalensi defisiensi vitamin A di berbagai wilayah di dunia. Peningkatan
kerentanan terhadap infeksi dan gangguan respon imun dalam defisiensi vitamin A
menyebabkan kematian anak yang signifikan. Sejumlah percobaan suplementasi
kekurangan vitamin A di daerah endemik menunjukkan penurunan 20% hingga 35% pada
kematian anak. (Bender, 2003)
Tabel
Prevalensi Kekurangan Vitamin A pada anak balita sebagai berikut:
Wilayah
WHO
|
Defisiensi
subklinis
|
Defisiensi
Klinis
|
||
Juta
|
%Prevalensi
|
Juta
|
&Prevalensi
|
|
Afrika
|
49
|
45,8
|
1,08
|
1,0
|
Amerika
|
17
|
21,5
|
0.06
|
0,1
|
Asia tenggara
|
125
|
70,2
|
1,3
|
0,7
|
Eropa
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Mediterania timur
|
23
|
31,5
|
0,16
|
0,3
|
Pasifik Barat
|
42
|
30
|
0,1
|
0,1
|
Total
|
256
|
40,3
|
2,7
|
0,1
|
WHO,
dikutip dalam (Bender, 2003)
0 Komentar