Analisis Pembiayaan Kesehatan Keluarga Penderita Talasemia Di
Banyumas
Talasemia
merupakan penyakit genetik monogenik yang paling sering ditemukan dan
memerlukan penanganan serius. Sejak 2006 – 2008, rata-rata pasien baru
talasemia meningkat sekitar 8%. Di Banyumas, pada tahun 2009, terdapat 66
penderita talasemia dan pada tahun 2011, di Yayasan Talasemia cabang Banyumas
tercatat 146 penderita dan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Saat ini,
sebagian besar pembiayaan kesehatan (sekitar 60%) ditanggung oleh rumah tangga
dalam bentuk pembayaran langsung kepada penyedia pelayanan kesehatan.
Pembayaran dengan cara tersebut berpotensi menyebabkan kemiskinan rumah tangga.
Anggota rumah tangga mengalami sakit berat dengan biaya mahal dapat menjadi
petaka keuangan rumah tangga. Saat ini, di Cina, keikutsertaan penderita dalam
skema asuransi belum mampu memberi perlindungan terhadap kebangkrutan ekonomi
keluarga dalam pembiayaan pelayanan kesehatan penderita yang mengalami penyakit
katastropik seperti talasemia ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ability
to pay, willingness to pay, dan need assessment pembiayaan kesehatan
penderita talasemia di Kabupaten Banyumas.
Hasil
Sebagian besar responden berusia 20 – 60
tahun (96,7%), berjenis kelamin perempuan (80,0%), berpendidikan sekolah dasar
(73,3%), dan memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (56,7%). Sebagian
besar responden (76,7%) mendapatkan Jamkesmas melalui pemerintah desa dengan
prosedur yang telah ditetapkan pemerintah.
Ability to pay adalah
besar dana sebenarnya yang dapat dialokasikan untuk membiayai kesehatan yang
bersangkutan, atau besar dana yang dimiliki dan sanggup dibayarkan untuk
memperoleh jasa pelayanan yang dapat dinilai dengan uang. Pada penelitian ini, ability
to pay menggunakan perhitungan 5% dari total pengeluaran nonpangan rumah
tangga ditambah pengeluaran pangan non-esensial (rokok/tembakau). Rata-rata ability
to pay pada distribusi frekuensi berdasarkan ability to pay
responden terhadap pelayanan kesehatan di Kabupaten Banyumas adalah Rp38.448,8
dengan standar deviasi Rp22.560,3. Ability to pay minimum Rp10.750,0 dan
maksimum Rp96.750,0. Sebagian besar responden (63,3%) mempunyai rata-rata
kemampuan membayar ability to pay < 38.448,8, dan sisanya 46,7%
responden mempunyai kemampuan membayar ability to pay 38.448,8.
Willingness to pay dikategorikan
menjadi willingness to pay normatif dan subjektif (persepsi responden).
Willingness to pay normatif adalah willingness to pay yang
seharusnya dibayarkan pasien terhadap besar biaya pelayanan langsung dan
tidak langsung pada pelayanan kesehatan talasemia. Kemauan membayar
kesehatan yang disebut dengan willingness to pay aktual langsung
adalah besar dana yang dibayarkan keluarga untuk pelayanan kesehatan talasemia
per bulan kesehatan. Willingness to pay tidak langsung adalah biaya
transportasi, pendapatan keluaga yang hilang karena harus mengantar dan
menunggu rata-rata total biaya langsung pelayanan kesehatan talasemia responden
adalah Rp1.560.087,0 per bulan.
Willingness to pay subjektif
adalah kemauan membayar pelayanan kesehatan total pelayanan penderita talasemia
setiap bulan yang juga diukur dari persepsi keluarga. Sebagian besar responden
(53,3%) mempunyai willingness to pay pelayanan kesehatan talasemia dan
46,7% responden tidak mau membayar pelayanan kesehatan talasemia. Rata-rata willingness
to pay pelayanan kesehatan talasemia responden adalah Rp133.833,3 dengan
standar deviasi sebesar Rp163.415,5, willingness to pay minimum
Rp 0,0, dan willingness to pay maksimum Rp550.000,00. Sebelum program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), sebagian besar responden (90,0%)
membiayai pelayanan kesehatan talasemia dengan biaya sendiri. Namun, setelah
ada program Jamkesmas, sebagian besar responden (93,3%) membiayai dengan
Jamkesmas. Ketika membiayai sendiri pelayanan kesehatan talasemia, sebagian besar
responden (33,3%) berhutang pada saudara atau tetangga.
Sebagian besar responden (96,7%)
menyatakan pemerintah mau membantu pembiayaan kesehatan talasemia melalui
Jamkesmas (96,7%). Berkaitan dengan kebutuhan pembiayaan kesehatan talasemia,
responden (56,7%) sudah puas pada Jamkesmas dan 83,3% membutuhkan pelayanan
transfusi darah dan penerusan obat-obatan. Kebutuhan pelayanan kesehatan yang
diharapkan keluarga adalah konsultasi talasemia dan desain khusus ruang
perawatan anak. Kebutuhan pembiayaan kesehatan keluarga penderita talasemia
adalah uang transportasi ke rumah sakit sebagai bentuk biaya tidak langsung
Pembahasan
Ability to pay adalah
tingkat kemampuan pembiayaan masyarakat dalam menjangkau pelayanan kesehatan
yang diperoleh dari besar pendapatan per kapita masyarakat yang dilihat dari
pengeluaran per bulan. Secara lebih rinci, rata-rata pengeluaran pangan
esensial responden adalah Rp957.638,3 dan pengeluaran pangan nonesensial
sebesar Rp302.100,0. Rata-rata pengeluaran nonpangan adalah Rp466.876,6.
Pengeluaran pangan merupakan pengeluaran rumah tangga terbesar dibandingkan
dengan pengeluaran nonpangan responden. Pengeluaran rumah tangga masyarakat
untuk konsumsi pangan dan nonpangan lebih besar daripada upah minimum regional
Banyumas saat ini, yang berjumlah Rp 613.000,00 akibat harga bahan pangan dan
nonpangan semakin tinggi.
Willingness to pay adalah
besar dana yang mau dibayarkan oleh keluarga untuk kesehatan, willingness to
pay normatif langsung untuk penyakit kronis adalah pelayanan yang
memerlukan biaya besar (katastropis) yang lebih tinggi daripada willingness
to pay subjektif. Pada penelitian ini, sebagian besar responden (53,3%)
bersedia membayar pelayanan kesehatan penderita talasemia dan 46,7% responden
tidak bersedia. Ratarata willingness to pay pelayanan kesehatan
penderita talasemia adalah Rp133.833,3 per bulan willingness to pay terendah
adalah Rp 0,0 dan willingness to pay tertinggi sebesar Rp550.000,00.
Di Kabupaten Banyumas, kebutuhan
penderita talasemia telah terpenuhi melalui jaminan kesehatan talasemia.
Sebagian besar responden (93,3%) menyatakan pembiayaan Jamkesmas pada penderita
talasemia membantu pembiayaan, dan menyatakan merupakan bentuk komitmen
pemerintah membantu pembiayaan. Kebutuhan pelayanan kesehatan penderita
talasemia sudah terpenuhi, khususnya pelayanan transfusi dan obat-obatan.
Namun, sebagian responden (10,0%) membutuhkan konsultasi talasemia, sebagian
responden (3,3%) membutuhkan desain khusus ruang perawatan anak, dan 3,3%
responden membutuhkan makan saat transfusi. Sebagian besar responden (56,7%)
menyatakan puas terhadap pembiayaan dari jaminan kesehatan talasemia, tetapi
sekitar 20,0% responden meminta uang transportasi yang merupakan biaya tidak
langsung akibat pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal tersebut menunjukkan jaminan
kesehatan sebatas memenuhi kebutuhan langsung pelayanan kesehatan, tetapi belum
mencakup biaya tidak langsung.
Kesimpulan
Keluarga penderita talasemia mempunyai ability
to pay pelayanan kesehatan yang beragam dengan rata-rata ability to pay sekitar
Rp 34.448,8 per bulan. Sebagian besar responden (53,3%) mempunyai
kemampuan membayar pelayanan kesehatan di atas rata-rata. Keluarga penderita
talasemia mempunyai willingness to pay normatif langsung pelayanan
pengobatan talasemia pengobatan pelayanan di luar kemampuan. Dari willingness
to pay subjektif ditemukan beragam dengan rata-rata willingness to pay sekitar
Rp133.833,3 per bulan. Keluarga penderita talasemia mengeluarkan rerata
biaya pelayanan pengobatan talasemia sekitar Rp1.560.087,0 per
bulan yang berada di atas ability to pay dan willingness to pay keluarga
penderita talasemia.
Kurniawan
& Intiasari, Analisis Pembiayaan
Kesehatan Keluarga Penderita Talasemia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
Vol. 7, No. 10, Mei 2013. Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
0 Komentar