Iklan atas - New

Artikel Implementasi sistem INA-CBGs bagi pasien penyakit katastropik



Latar belakang   
Implementasi sistem INA-CBGs bagi pasien penyakit katastropik (jantung, kanker, stroke) peserta Jamkesmas di rumah sakit, memberikan konsekuensi di satu pihak bahwa penyakit katastropik merupakan ancaman terhadap membengkaknya pembiayaan Jamkesmas di masa datang, sedangkan di pihak lain, rumah sakit merasakan bahwa biaya penggantian klaim INA CBGs lebih rendah dari tarif yang berlaku di rumah sakit.
Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran biaya pengobatan penyakit katastropik dan perbandingan pembiayaan klaim berdasarkan INA-DRGs dengan biaya pengobatan riil penyakit katastropik di rumah sakit. Jenis penelitian adalah deskriptif menurut perspektif rumah sakit.
Pendahuluan
Penyakit katastropik yang berasal dari ‘catastrophic’ yang berarti bencana atau malapetaka, merupakan penyakit yang ‘high cost, high volume dan high risk’ sehingga banyak para penentu kebijakan mengkhawatirkan terjadinya pembengkakan biaya penyakit sehingga penyelenggaraan asuransi kesehatan tidak mencantumkan penyakit tersebut ke dalam paket manfaatnya.
Program Jamkesmas adalah program pemerintah untuk memberikan bantuan dana berobat kepada masyarakat miskin yang membutuhkan pelayanan kesehatan, yang diambil dari kas negara, diberikan oleh pembayar dana setelah melalui proses verifikasi oleh tim verifikator yang ditunjuk oleh pemerintah. Penyelenggaraan Jamkesmas memerlukan pengelolaan dana yang terencana, terkendali, dan memanfaatkan penggunaan dana semaksimal mungkin untuk santunan penduduk miskin yang sakit,  dari  manapun asal  penduduk itu dan di manapun mereka berobat di Indonesia ini. Jamkesmas memperoleh dana dari APBN bagi penduduk miskin dengan kuota, dan daerah dapat menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin non kuota melalui Jamkesda, sebagai tambahan terhadap jaminan SJSN untuk penduduk daerahnya tetapi dengan aturan main yang sama dan disinkronkan dengan jaminan SJSN. Dampak positifnya adalah status kesehatan penduduk daerah tersebut akan meningkat dan selanjutnya akan meningkatkan produktivitas penduduk.
Pembiayaan Jamkesmas akan semakin meningkat karena peningkatan kesadaran penduduk akan kesehatan, peningkatan jumlah penyakit menular yang memakan biaya yang sangat besar, perekonomian semakin berkembang dan mobilitas horizontal penduduk serta pertambahan penduduk itu sendiri. Di lain pihak, rumah sakit sebagai provider pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas sering mengeluhkan bahwa biaya klaim Jamkesmas masih lebih rendah dibandingkan biaya tarif rumah sakit, sehingga rumah sakit merasa ‘rugi’ dengan pelayanan Jamkesmas.
Masalah cakupan universal (universal coverage) sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 4 tahun 2004 tentang SJSN, maka elemen pembiayaan kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan implikasinya pada penyediaan pelayanan kesehatan. Kelebihan dan kekurangan pilihan sistem pengelolaan asuransi kesehatan sosial secara nasional perlu dianalisis berdasarkan kriteria keadilan, efisiensi, dan daya tanggap (responsiveness), baik dalam aspek pembiayaan maupun penyediaan pelayanan kesehataan (WHO, 2005).
Keadilan (equity) adalah pembiayaan pelayanan kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan dengan kualitas yang sama bagi  setiap warga.  Efisiensi  (efficiency) meliputi penggunaan sumber daya, baik dalam administrasi dan manajemen dana asuransi maupun efisiensi penyediaan pelayanan kesehatan, sedangkan ketanggapan (responsiveness) meliputi ketanggapan sistem pembiayaan dan penyediaan pelayanan kesehatan dalam memenuhi hak dan ekspektasi warga terhadap pelayanan kesehatan yang efektif,  bermutu,  dan di butuhkan.  (Bhisma Murti, 2011).
Pembiayaan Jamkesmas khususnya yang berkaitan dengan biaya penggantian klaim didasarkan pada INACBGs disusun berdasarkan ‘clinical pathway’ yang diuji cobakan di 15 rumah sakit. Clinical pathway seperti yang didefiniskanmoleh Queensland Health Clinical Pathways Boards 2002 adalah rencana penatalaksanaan pasien yang bersifat multi disiplin, yang berisi detail langkah-langkah penanganan seorang pasien mulai masuk rumah sakit sampai dengan keluar rumah sakit. Clinical pathway merupakan langkah-langkah protokol terapi dan standar pelayanan pasien, dan merupakan pengingat (reminder) dan perangkat evaluasi untuk kemajuan pasien. Clinical pathway bukan merupakan tirani bukti ilmiah  dan tidak mengancam kebebasan klinik. Penyimpangan/variansi dari pathway masih sangat dimungkinkan sesuai dengan perkembangan kondisi pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Thomas Rotters, dkk. (2013) memperlihatkan bahwa tidak ada beda bermakna dalam hal mortalitas dan lama rawat inap antara kelompok yang menjalani pathway dan kelompok tanpa pathway.
Metode
Metode pengambilan data dilakukan secara retrospektif yang diambil dari penelusuran dokumen catatan medik pasien penyakit katastropik di 10 rumah sakit selama 3 bulan (Januari–Maret 2012). Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien Jamkesmas yang dirawat dengan kasus katastropik terdiri dari penyakit jantung sebesar 37,11%, penyakit kanker 23,54% dan sisanya sebesar 39,35% pasien penyakit stroke.
Kesimpulan
Biaya pengobatan yang banyak peruntukannya adalah biaya akomodasi, tindakan ruangan, pemeriksaan laboratorium, tindakan intervensi non bedah untuk jantung, tindakan operasi untuk kanker serta biaya obat-obatan. Biaya penggantian klaim penyakit katastropik berdasarkan INA CBGs lebih besar dibandingkan dengan biaya riil berdasarkan tarif rumah sakit, sehingga untuk penyakit katastropik rumah sakit tidak merugi. Untuk itu pelaksanaan kebijakan rujukan berjenjang bagi peserta Jamkesmas harus diawasi secara ketat sehingga pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin menjadi lebih terjamin mutu, biaya dan keberlangsungannya.

(Sumber: Budiarto Wasis dan Sugiharto Mugeni. 2013. Biaya klaim INA CBGs dan biaya riil penyakit katastropik Rawat inap peserta jamkesmas di rumah sakit Studi di 10 rumah sakit milik kementerian kesehatan Januari–maret 2012. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol. 16 No. 1.  Universitas Gajah Mada. Jogjakarta).



Posting Komentar

0 Komentar