Forum Mutu IHQN XI
Reportase
Sesi Paralel A
Manajemen Mutu Pelayanan Rujukan Kesehatan
Rujukan merupakan pemindahan
tanggung jawab penanganan/perawatan pasien dari pemberi rujukan/provider
ke penerima rujukan/provider yang berada di atasnya, dimana biasanya
pasien membutuhkan pelayanan yang lebih kompleks untuk penyakit yang
dideritanya. Suksesnya proses rujukan pasien sangat ditentukan oleh proses
komunikasi antara provider yang terlibat, saat ini belum ada sistem
kegawatdaruratan yang standar, seragam dan terintegrasi, meskipun sudah adan
namun sistemnya berbeda-beda dan nomor juga berbeda-beda yang mana proses ini
seringkali diabaikan yang berimbas pada mutu rujukan. Hal ini seperti
yang disampaikan oleh dr. Budi Sylvana, MARS pada paparannya
dihadapan peserta Forum Mutu IHQN XI pada tanggal 10 September 2015. Dokter
yang bekerja sebagai Kasubdit RSU BUK-R Kementrian Kesehatan RI ini melanjutkan
paparannya bahwa untuk memberikan pelayanan rujukan yang efektif, sebenarnya
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI telah
menyiapkan sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) melalui call
center 119 dan PSC. SPGDT ini sebenarnya sudah diinisiasi sejak tahun 2011
dan pada tahun 2012 telah diterbitkan surat keputusan Kemenkoinfo No 468/M.
Kominfo/09/2012 tentang penetapan kode akses panggilan darurat nasional 119.
Call center dan PSC ini sebagian daerah sudah mencoba memulai implementasi.
Dari hasil pengamatan dan monitoring yang dilakukan mengenai implementasi SPGDT
didaerah mengembangkan konsep dan nomer masing-masing, sehingga belum seragam
implementasi konsep SPGDT, belum maksimalnya penyiapan PSC, dan panggilan yang
masuk belum tertangani disebabkan jumlah agen/operator di call center
119 belum tercukupi jumlahnya.
Hal yang
sama juga disampaikan oleh dr. Joni Wahyuhadi, Sp. BS, mengungkapkan bahwa
pengalaman di RS rujukan selama ini memang masih banyak kendala atau hambatan,
baik dari segi sistem komunikasi, sistem pembiayaan, hingga pengaruh BPJS di
era JKN ini. Dokter yang bekerja sebagai ketua tim evaluasi pelaksanaan JKN ini
mengatakan bahwa dibutuhkan standar prosedur pelayanan, standar teknik pelayanan
dan standar pembiayaan yang pelayannannya aman, efektif, efisien, efektif dan
berkeadilan. Pelaksanaan UUD, UU-SJSN, UU-BPJS, Perpres 12/2013 (pelaksanaan
JKN) dan PMK No 001/2012 mengenai sistem rujukan disimpulkan bahwa diperlukan
kesiapan petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan adanya perubahan mind
set fee for service menjadi prospective payment dan budaya
efektif dan efisien sehingga dapat menuju pelayanan kesehatan semesta (general
coverage). Harapannya tercipta good coorporate governance dan good
clinical governance, terimplementasinya clinical-guideline yang
baik, terakreditasi dan sustainabilitas akreditasi versi 2012 dan atau JCI.
Terjamin kemamanan dan mutu layanan pasien sehingga tercipta rumah sakit yangn
ideal di abad ke-21 dimana tidak ada lagi kematian sia-sia, rasa sakit dan
penderitaan, keterlambatan dalam pelayanan keperawatan, ketidakberdayaan dan
limbah yang berbahaya di seluruh rumah sakit di Indonesia.
Reportase
Pra Forum Mutu IHQN XI
Benchmark di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Kegiatan Benchmark ke RSUD Dr.
Soetomo bertujuan untuk melihat proses kendali mutu dan kendali biaya yang telah
dilakukan oleh pihak Rumah Sakit pada era JKN. Kita tahu bahwa dua hal tersebut
ibarat dua sisi mata uang yang berlainan, mutu pelayanan tinggi bisa diperoleh
dengan menggeluarkan biaya yang mahal. Namun, ternyata RSUD Dr. Soetomo
dengan 5 ribu petugasnya berhasil melakukan proses layanan bermutu tanpa biaya
yang mahal.
Para peserta yang berasal dari
berbagai rumah sakit, diantaranya RS Tabanan Bali, RS Bethesda Yogyakarta, RS
khusus mata dr. Yap Yogyakarta, RS St. Carolus Jakarta, RS Sari Mulya
Banjarmasin dan RS PHC Surabaya. Peserta diterima di Ruang Pertemuan Widyaloka
yang berada di gedung Direktur dengan disambut oleh tim RSUD yakni Dr. Bangun T.
Purwaka selaku Wakil Direktur Bidang Pendidikan dan Pelatihan, dr. Ratna
Kusumawardani selaku Kepala Instalasi Kerjasama Pembiayaan Kesehatan (IKPK)
beserta tim lainnya. RSUD Dr. Soetomo dipilih sebagai tujuan benchmark
karena merupakan Rumah Sakit Negeri Kelas A dengan jumlah tempat tidur sebanyak
1.513 dan rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan
subspesialis. RS ini ditetapkan sebagai rujukan tertinggi atau disebut pula
sebagai rumah sakit pusat dan sudah melaksanakan JKN.
Direktur mengungkapkan bahwa RSUD Dr.
Soetomo telah melakukan antisipasi rumah sakit sebagai faskes tersier terhadap
kebijakan BPJS di Era JKN. Diantaranya dengan membentuk instalasi IKPK atau
Instalasi Kerjasama Pembiayaan Kesehatan. Instalasi ini bertugas untuk menelaah
kebijakan kerjasama asuransi di rumah sakit, apakah menguntungkan atau tidak.
Termasuk kerjasama dengan BPJS ditelaah di instalasi ini. Instalasi IKPK
berdiri dibawah koordinasi direktur yang terdiri dari lima dokter dan belasan
petugas rekam medis.
Proses
pengendalian fraud berjalan baik di RSUD Dr. Soetomo karena adanya
instalasi ini yang berfungsi sebagai filtrasi ketiga coding INA CBG’s
klaim rumah sakit. Filtrasi koding pertama dilakukan oleh petugas rekam medis
di setiap bangsal. Petugas yang menemukan kerancuan dalam koding tidak berhak
untuk mengubah koding, namun hanya memberikan tanda. Filtrasi kedua lalu
dilakukan oleh bagian rekam medis yang mentelaah koding sebelum dikirim ke
instalasi IKPK. Oleh IKPK ditelaah kembali dan selanjutnya baru dikirimkan ke
BPJS untuk diklaim. Hal ini yang membuat rasio status bermasalah sangat kecil.
Setiap bulan RSUD Soetomo selalu mengklaim biaya sekitar 50-60 Milliar, hal ini
tentu saja membutuhkan pertanggungjawaban yang besar.
Secara
sederhana, kendali mutu dilakukan dengan tidak melakukan grouper kasus
dil apangan. Dokter tidak diperkenankan untuk melihat apakah biaya rawat dari pasiennya
telah menghabiskan kuota atau belum. Dokter cukup memberikan terapi pengobatan
yang cukup dan sesuai dengan kaidah medis. Untung rugi merupakan urusan dari
manajemen. Hal ini dapat tentu dapat dicontoh pada rumah sakit lainnya.
Secara khusus
tujuan dilakukan Benchmarking agar dapat melakukan pengukuran tingkat
kinerja (performance) serta mengembangkan suatu praktek yang terbaik
bagi perusahaan/organisasi. Ada beberapa hal yang menarik bagi peserta dalam benchmark
di RSDS yakni pemaparan mengenai langganan “UPTODATE” EBM
dimana dengan biaya yang dikeluarkan untuk berlangganan rumah sakit mampu
mendapat benefit informasi-informasi yang up to date sehingga
tidak menyalahi aturan-aturan terkini.
DAFTAR
PUSTAKA
Artikel
Kesehatan, 2013. Mutu Pelayanan Kesehatan.
Forum Mutu. Benchmark di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya. (http://www.mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/10-forum-mutu/2031-benchmark-di-rsud-dr-soetomo-surabaya).
Divisi Mutu PKMK FK UGM. 2013. Mutu Pelayanan Kesehatan. Learn Connect Growth.
Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia. (http://mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/category/10-forum-mutu).
0 Komentar