Iklan atas - New

Makalah pemberdayaan masyarakat



A.  Batasan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat ialah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Di bidang kesehatan, pemberdayaan masyarakat adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Dari batasan ini dapat diuraikan bahwa secara bertahap tujuan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah:
1.    Tumbuhnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman akan kesehatan  bagi individu, kelompok atau masyarakat. Pengetahuan dan kesadaran tentang cara – cara memelihra dan meningkatkan kesehatan adalah awal dari keberdayaan kesehatan. Kesadaran dan pengetahuan merupakan tahap awal timbulnya kemampuan, karena kemampuan merupakan hasil proses belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya alih pengetahuan dari sumber belajar kepada subyek belajar. Oleh sebab itu masyarakat yang mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan juga melalui proses belajar kesehatan yang dimulai dengan diperolehnya informasi kesehatan. Dengan informasi kesehatan menimbulkan kesadaran akan kesehatan dan hasilnya adalah pengetahuan kesehatan.
2.    Timbulnya kemauan atau kehendak ialah sebagai bentuk lanjutan dari kesadaran dan pemahaman terhadap obyek, dalam hal ini kesehatan. Kemauan atau kehendak merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan. Oleh sebab itu, teori lain kondisi semacam ini disebut sikap atau niat sebagai indikasi akan timbulnya suatu tindakan. Kemauan ini kemungkinan dapat dilanjutkan ke tindakan tetapi mungkin juga tidak atau berhenti pada kemauan saja. Berlanjut atau tidaknya kemauan menjadi tindakan sangat tergantung dari berbagai faktor. Faktor yang paling utama yang mendukung berlanjutnya kemauan adalah sarana atau prasarana untuk mendukung tindakan tersebut. Sebagai contoh, sebuah keluarga sudah mempunyai kemauan atau niat untuk membangun jamban atau tempat pembuangan tinja di rumahnya. Agar kemauan tersebut terwujud maka diperlukan uang atau tersedianya bahan-bahan untuk membangun jamban tersebut.
3.    Timbulnya kemampuan masyarakat di bidang kesehatan berarti masyarakat, baik seara individu maupun kelompok, telah mampu mewujudkan kemauan atau niat kesehatan mereka dalam bentuk tindakan atau perilaku sehat. Sesorang atau keluarga atau masyarakat yang sudah bisa mencukupi sarana, prasarana, fasilitas atau dana untuk mendukung terwujudnya tindakan atau perilaku kesehatan, berarti telah mempunyai kemampuan untuk hidup sehat. Seseorang, kelompok, atau masyarakat yang telah mampu memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan sarana atau prasarana kesehatan adalah masyarakat yang mandiri di bidang kesehatan.
Kemampuan masyarakat dalam bidang kesehatan sesungguhnya mempunyai pengertian yang sangat luas. Masyarakat yang mampu atau masyarakat yang mandiri di bidang kesehatan apabila
1.    Mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah-masalah kesehatan, terutama di lingkungan atau masyarakat setempat. Agar masyarakat mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, masyarakat harus mempunyai pengetahuan kesehatan yang baik (health litarasi). Pengetahuan kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang harus dimiliki oleh  masyarakat, sekurang–kurangnya sbb :
a.    Pengetahuan tentang penyakit, baik penyakit menular maupun tidak menular. Pengetahuan tentang penyakit ini mencakup: nama atau jenis penyakit, tanda atau gejala-gejala penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit, dan tempat-tempat pelayanan kesehatan yang tepat untuk mencari penyembuhan (pengobatan).
b.    Pengetahuan tentang gizi dan makanan, yang harus dikonsumsi agar tetap sehat sebagai faktor penentu kesehatan seseorang.  Pengetahuan tentang gizi yang baru dimiliki masyarakat antara lain: kebutuhan-kebutuhan zat dan giziatau nutrisi bagi tubuh yakni: karbohidrat, protein, lemak, vitamin-vitamin, dan mineral. Di samping itu juga, jenis-jenis makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh tersebut, baik secara kualitas maupun kuantitas; akibat atau penyakit-penyakit yang disebabkan karena kekurangan gizi, dan sebagainya.
c.    Perumahan sehat dan sanitasi dasar yang diperlukan untuk menunjang kesehatan keluarga atau masyarakat. pengetahuan ke lingkungan ini antara lain mencakup: ventilasi dan pencahayaan rumah, sumber air bersih, pembuangan tinja dan pembuangan air limbah, pembuangan sampah dan sebagainya.
d.   Pengetahuan tentang bahaya-bahaya merokok, dan zat–zat lain yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau kecanduan yakni narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya).
2.    Mampu mengatasi masalah-masalah kesehatan mereka sendiri secara mandiri. Masyarakat yang mandiri dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan mengandung pengertian, masyarakat bersangkutan mampu menggali potensi-potensi masyarakat setempat untuk mengatasi maslah kesehatan mereka.
3.    Mampu memelihara dan melindungi diri, baik individual, kelompok, atau masyarakat dari macam-macam ancaman kesehatan. Dengan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan yang tinggi, masyarakat mampu memelihara dan melindunginya dari ancaman kesehatan. Dengan kata lain, masyarakat mampu melakukan antisipasi dengan upaya pencegahan.
4.    Mampu meningkatkan kesehatan, baik individual, kelompok, maupun masyarakat. Kesehatan adalah suatu yang dinamis, yang bersifat kontinum. Oleh sebab itu kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat harus senantiasa diupayakan terus-menerus (health promoting community).
Di samping batasan tersebut, Kementrian Kesehatan juga telah mempunyai rumusan lain tentang pemberdayaan masyarakat ini, yakni: pemberdayaan masyarakat adalah upaya fasilitasi yang bersifat nonintruksif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dari fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupum LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan tokoh masyarakat.
B.  Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat pada prinsipnya menumbuhkan kemampuan masyarakat dari dalam masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat bukan sesuatu yang ditanamkan atau dicangkokkan dari luar masyarakat yang bersangkutan. Pemberdayaan masyarakat adalah proses memampukan masyarakat, “dan, oleh, dan untuk” masyarakat itu sendiri, berdasarkan kemampuan sendiri.secara lebih terinci prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat, khususnya di bidang kesehatan dapat diuraikan sebagai berikut:
1.    Menumbuhkembangkan potensi masyarakat.
Potensi adalah suatu kekuatan atau kemampuan yang masih terpendam. Baik individu, kelompok, maupun masyarakat mempunyai potensiyang berbeda satu dengan yang lainnya. Didalam masyarakat terdapat berbagai potensi, yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni potensi sumberdaya manusia (penduduknya), dan dan potensi dalam bentuk sumber daya alam, atau kondisi geografi masyarakat setempat. Baik potensi sumberd daya manusia maupun sumber daya alamnya, antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Kemampuan sumber daya manusia dalma mengelola sumber daya alam yang tersedia akhirnya menghasilkan sumber daya ekonomi. Potensi sumber daya manusia selanjutnya dapat diuraikan dalam bentuk kuantitas, yakni jumlah penduduknya, dan dalam bentuk kualitas, yakni status atau kondisi sosial ekonomi penduduk tersebut. Proporsi penduduk yang kaya dan miskin, proporsi penduduk yang berpendidikan tinggi dan rendahadalah mencerminkan kualitas sumber daya manusia komunitas atau masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu, tinggi rendahnya potensi sumber daya manusia di suatu komunitas lebih ditentukan oleh kualitas, bukan kuantitas sumber daya manusia.
Sedangkan potensi sumber daya alam yang ada disuatu masyarakat adalah sudah given. Tuhan telah menganugerahkan potensi sumber daya alam di masing-masing komunitas berbeda, ada komunitas yang berlimpah sumber daya air, tanah yang subur, dan sebagainya. Sebaliknya di kelompok masyarakat atau komunitas yang lain, sumber daya alamnya sangat miskin, langka sumber air, tandus dan kering. Potensi sumber daya alam memang kurang penting dibandingkan dengan potensi sumber daya manusia. Bagaimanapun melimpahnya potensi sumber daya alam, apabila kualitas sumber daya manusianya rendah, maka komunitas tersebut tetap akan tertinggal, karena sumber daya manusianya tidak mampu mengelola sumber daya alam tersebut.
Peran petugas atau provider yang terutama adalah memampukan masyarakat untuk mengenal potensi mereka sendiri, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemudian dengan bantuan petugas atau provider, masyarakat dibimbing untuk mengembangkan potensi mereka sendiri sehingga masyarakat yang bersangkutan dapat menemukan upaya-upaya pemecahan masalah mereka sendiri berdasarkan kemampuan yang mereka miliki.
2.    Mengembangkan gotong royong masyarakat.
Seberapa besarpun potensi masyarakat, baik potensi sumberdaya alam maupun sumber daya manusia, tidak akan tumbuh dan berkembang dari dalam tanpa adanya gotong-royong di antara anggota masyarakat itu sendiri. Gotong royong sebagai budaya asli bangsa Indonesia sudah tumbuh sejak berabad-abad yang lalu. Peninggalan canci-candi di Pulau Jawa (antara lain Borobudur dan Prambanan) merupakan lambang kegotong-royongan peninggalan nenek moyang kita. Pada masa dibangunnya candi-candi tersebut, belum ada peralatan baik untuk memahat, membentuk, maupun mengangkat batu-batu besar seperti sekarang. Namun, terbangunnya canti yang begitu indah dan megah, dengan apa kalau bukan dengan gotong-royong, terlepas dari berbagai cara menggerakkan gotong-royong tersebut.
Peran petugas atau provider dalam rangka gotong-royong masyarakat ini adalah memotivasi dan memfasilitasinya, agar gotong-royong tersebut terjadi di masyarakat. Agar gotong-royong tersebut tumbuh dari masyarakat sendiri maka pendekatan harus dilakukan melalui para tokoh masyarakat. Para tokoh masyarakat setempat sebagai penggerak gotong-royong perlu diberikan kemampuan agar dapat memotivasi masyarakat untuk mau berpartisipasi dan berkontribusi terhadap kegiatan yang direncanakan bersama.
3.    Menggali Kontribusi Masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya adalah menggali potensi masyarakat, terutama potensi ekonomi yang ada di masing-masing anggota masyarakat. Menggali dan mengembangkan potensiekonomi masing-masing anggota masyarakat pada dasarnya adalah suatu upaya agar masing-masing anggota masyarakat berkontribusi sesuai dengan kemampuan terhadap program atau kegiatan yang direncanakan bersama. Bentuk kontribusi masing-masing anggota masyarakat berbeda satu dengan yang lain, baik besarnya maupun bentuknya. Kontribusi masyarakat merupakan bentuk partisipasi masyarakat, antara lain: dalam bentuk tenaga, pemikiran atau ide-ide, dana, bahan-bahan bangunan, dan sebagainya. Seorang petugas atau provider kesehatan bersama dengan tokoh masyarakat setempat harus mampu menggali kontribusi sebagai bentuk partisipasi masyarakat.
4.    Menjalin Kemitraan
Kemitraan adalah suatu jalinan kerja antara berbagai sektor pembangunan, baik pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat, serta individu dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama yang disepakati. Membangun kemandirian atau pemberdayaan masyarakat, kemitraan adalah sangat penting peranannya. Masyarakat yang mandiri adalah perwujudan dari kemitaraan diantara anggota masyarakat itu sendiri atau masyarakat dengan pihak-pihak di luar masyarakat yang bersangkutan, baik pemerintah maupun swasta. Petugas atau provider kesehatan adalah memotivasi memfasilitasi masyarakat untuk menjalin kemitraan dengan pihak-pihak lain.
5.    Desentralisasi
Upaya pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya memberikan kesempatan pada masyarakat lokal untuk mengembangkan potensi daerah atau wilayahnya. Oleh sebab itu, segala bentuk pengambilan keputusan harus di serahkan kepada tingkat operasional yakni masyarakat setempat, sesuai dengan kultur masing-masing komunitas.dalam pemberdayaan masyarakat, peranan sistem di atasnya adalah sebagai fasilitator dan motivator. Masyarakat bebas melakukan kegiatan atau program-program inovatif, tanpa adanya arahan atau intruksi dari atas.
Oleh sebab itu, pendekatan yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat adalah “taman bunga” artinya adanya keanekaragaman upaya tetapi dalam konteks pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat bukan menggunakan pendekatan “kebun bunga” yang mementingkan keseragaman. Contoh posyandu, sebagai salah satu bentuk pemberdayaaan masyarakat seharusnya tidak seragam kegiatannya, tetapi harus didasarkan pada masalah dan kebutuhan setempat. Tetapi karena pendekatannya “kebun bunga” maka semua kegiatan posyandu sama, baik di kota, di desa, di daerah elit, maupun di daerah kumuh.
Dari uraian tentang prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat di atas, dapat disimpulkan bahwa perugas atau provider kesehatan dalam memberdayakan di bidang kesehatan adalah bekerja sama dengan masyarakat (work with the community), bukan bekerja untuk masyarakat (work for the community). Oleh sebab itu, peran petugas atau sektor kesehatan adalah:
a.    Memfasilitasi masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan atau program-program pemberdayaan. Misalnya masyarakat ingin membangun atau pengadaan air bersih, maka peran petugas adalah memfasilitasi pertemuan-pertemuan anggota masyarakat, pengorganisasian masyarakat, atau memfasilitasi pertemuan dengan pemerintah daerah setempat, dan pihak lain yang dapat membantu dalam mewujudkan pengadaan air bersih tersebut.
b.    Memotifasi masyarakat untuk bekerja sama atau gotong-royong dalam melaksanakan kegiatan atau program bersama untuk kepentingan bersama dalam masyarakat tersebut. Misalnya, masyarakat ingin mengadakan fasilitas palyanan kesehatan di wilayahnya.agar rencana tersebut dapat terwujud sebagai bentuk kemandirian masyarakat, maka petugas atau provider kesehatan berkewajiban untuk memotivasi seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan agar berpartisipasi dan berkontribusi terhadap program atau upaya tersebut.
c.    Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masyarakat. Agar sumber daya masyarakat, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam dimanfaatkan secara optimal dalam rangka kemandirian mereka, memerlukan alih pengetahuan, alih keterampilan, dan alih teknologi. Peng “alihan” pengetahuan, keterampilan, dan teknologi ini dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihanyang bersifat vokasional.
C.  Ciri Pemberdayaan Masyarakat
Suatu kegiatan atau program dapat dikategorikan ke dalam pemberdayaan masyarakat apabila kegiatan tersebut tumbuh dari bawah dan nonintriktif serta dapat memperkuat, meningkatkan atau mengembangkan potensi masyarakt setempat, guna mencapai tujuan yang diharapkan. Bentuk-bentuk pengembangan potensi masyarakat tersebut bermacam-macam, antara lain sebagai berikut:
1.    Tokoh atau Pemimpin Masyarakat (Community Leaders)
Di subuah masyarakat apapun, baik pedesaan, perkotaan, maupun pemukiman elit atau pemukiman kumuh, secara alamiah, akan terjadi kristalisasi adanya pemimpin atau tokoh masyarakat. Pemimpin atau tokoh masyarakat (Toma) ini dapat bersifat formal (Camat, Lurah, Ketua RW/RT) maupun informal (Ustad, Pendeta Kepala Adat, dan sebagainya). Pada tahap awal pemberdayaan masyarakat, maka petugas atau provider kesehatan terlebih dahulu melakukan pendekatan-pendekatan kepada para tokoh masyarakat. Seperti telah kita ketahiu bersama bahwa masyarakat kita masih paternalistic atau masih berpola (menganut) kepada seseorang atau “sosok” tertentu di masyarakatnya, yakni tokoh masyarakat. Apapun yang dilakukan oleh pemimpin masyarakat akan diikuti atau dianut oleh bawahan atau masyarakat. Sebagai petugas atau provider kesehatan harus memanfaaatka tokoh masyarakat ini sebagai potensi yang harus dikembangkan untuk pemberdayaan masyarakat.
2.    Organisasi Masyarakat (community organization)
Dalam suatu masyarakat selalu ada organisasi-organisasi kemasyarakatan, baik formal maupun informal, misalnya: PKK, Karang Taruna, Majelis Taklim, Kelompok-kelompok Pengajian, Koperasi-koperasi, dan sebagainya. Organisasi-organisasi masyarakat ini meripakan potensi yang baru dimanfaatkan dan merupakan mitra kerja dalam upaya memberdayakan masyarakat. Pengalaman telah membuktikan bahwa posyandu dan polindes yang juga telah menjadi organisasi masyarakat, merupakan wujud kerja sama dari kemitraaan antara Puskesmas, pemerintah setempat, PKK, dan sebagainya. Namun, sayangnya, pertumbuhan pusyandu di sebagian besar tempat tampak dipaksakan dari atas (Puskesmas). Hal ini disebabkan karena Dinas Kesehatan atau Puskesmas menargetkannya berdasarkan asumsi jumlah balita yang ada di setiap lingkungan. Seharusnya Posyandu dibentuk bukan berdasarkan terget dari Puskesmas, tetapi berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat. Demikian pula kegiatan Posyandu pun seragam, terutama isi penyuluhan hanya mencakup gizi, diare, dan keluarga berencana. Seharusnya, khusus isi materi penyuluhan di dasarkan pada masalah setempat. Misalnya, apabila di wilayah itu termaksuk endemis malaria atau filariasis, maka materi malaria atau filariasis juga dimasukkan dalam penyuluhan.
3.    Pendanaan Masyarakat (Community Fund)
Dana sehat telah berkembang di Indonesia sejak tahun 1970-an, mula-mula di Jawa Tengah yang akhirnya meluas di berbagai daerah di Indonesia. Kemudian dana sehat ini berkembang, dan oleh Depertemen Kesehatan diperluas dengan nama program JPKM (Jminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Dengan adanya program JPKM dari pemerintah, dalam hal ini Depertemen Kesehatan, dana sehat yang sebelumnya telah tumbuh dari bawah ini, justru makin hilang dari masyarakat. Sebenarnya baik dana sehat maupun JPKM mempunyai prinsip yang sama yakni “yang sehat membantu yang sakit, yang kaya membantu yang miskin” prinsip ini adalah inti gotong-royong sebagai salah satu prinsip dari pemberdayaan masyarakat seperti telah diuraikan di atas. Disamping dana sehata atau JPKM, pada saat ini diberbagai daerah yang difasilitasi oleh LSM yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan telah dikembangkan berbagai bentuk Community Fund antara lain Tabulin (tabungan ibu bersalin), dan Tassia (tabungan suami sayang ibu dan anak). Baik Tabulin maupun Tassia adalah bentuk community fund tumbuh dari masyarakat, peranan provider atau petugas adalah sebatas memfasilitasi. Dana Sehat/JPKM, Tabulin atau Tassia adalah contoh-contoh potensi masyarakat dalam sebagai perwujudan community fund yang perlu dijaga kelestariannya dan dikembangkan.
4.    Material Masyarakat (Community Material)
Sumber daya alam adalah slah satu potensi masyarakat. Masing-masing daerah atau tempat mempunyai sumber daya alam yang berbeda, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan. Di daerah Banjarnegara, ada beberapa desa yang dekat kali dan kali tersebut menghasilkan banyak batu. Dengan bergotong-royong masyarakat setempat yang dipimpin oleh kepala desa, batu-batu tersebut dapat digunakan untuk pengerasan jalan yang menuju ke fasilitas kesehatan (Puskesmas). Dengan fasilitas jalan yang telah diperkeras tersebut memudahkan masyarakat mengakses pelayanan kesehatan. Hal serupa terjadi di Pulau Lembeh Sulawesi Utara, dengan kekayaan alam batu dan pasir, melalui tradisi “Mapalus” (gotong-royong), terwujudnya rumah sehat bagi seluruh warga. Dengan adanya prestasi di desa ini, WHO memberikan penghargaan (award) untuk masyarakat di pulau ini.
Contoh lain terjadi di daerah Purwokerto, di suatu desa yang kekurangan air bersih. Berdekatan dengan desa tersebut ada mata air (water spring) yang cukup besar. Oleh pimpinan masyarakat setempat dan memperoleh bantuan teknis dari Universitas Jendral Sudirman, sumber air tersebut dimanfaatkan atau dikelola. Masyarakat setempat diorganisasikan dan bergotong-royong untuk membuat saluran air kerumah-rumah. Salauran atau pipa air yang digunakan adalah berdasarkan teknologi tepat guna, yakni dari bambu yang banyak tersedia di desa tersebut.
5.    Pengetahuan Masyarakat (Community Knowledge)
Semua bentuk penyuluhan kesehatan kepada masyarakatmerupakan contoh pemberdayaan masyarakat yang meningkatkan komponen pengetahuan masyarakat (Community Knowledge). Dalam hal ini kegiatan penyuluhan kesehatan akan bernuansa pemberdayaan masyarakat apabila dilakukan dengan pendekatan community base health education.
Contoh: lomba membuat poster tentang pesan-pesan kesehatan pada event tertentu misalnya hari jadi kota, atau hari kesehatan nasional. Disediakan hadiah bagi pemenang untuk memotivasi para warga setempat. Hasilnya (yang dimenangkan) tidak dikumpulkan, tetapi dipasang di temapat umum, misalnya Posyandu, di balai desa, dan sebagainya. Demikian pula hasil atau setiap pemenang poster pesan-pesan kesehatan yang terpasang akan menjadi sumber pengetahuan masyarakat (Community Knowledge).
6.    Teknologi mayarakat (Community Technology)
Di beberapa komunitas telah tersedia teknologi sederhana yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program kesehatan. Misalnya penyaringan air bersih dengan menggunakan pasir atau arang, untuk pencahayaan rumah sehatmenggunakan genteng dari tanah yang di tengahnya ditaruh kaca, untuk pengawetan makanan dengan pengasapan dan sebagainya. Teknologi-teknologi sederhana yang lahir dari masyarakat ini sebenarnya merupakan potensi untuk pemberdayaan masyaraakat. Petugas atau provider kesehatan sebenarnya dapat mengadopsi dan memodifikasinya sehingga dapat dimanfaatkan di tempat lain atau diperluas.
Contoh lain adalah penyederhanaan deteksi dini penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dari tanda-tanda teknis medis ke tanda-tanda yang mudah diukur oleh masyarakat, dengan menghitung frekuensi napas. Bila seorang bayi usia 2-12 bulan menderita bentuk pilek napasnya cepat lebih dari 50 kali/menit, anak tersebut menderita pneumonia dan harus dirujuk ke petegas kesehatan. Artinya, di masyarakat tersebut telah tersedia “teknologi tepat guna” untuk mendeteksi penderita pneumonia, sehingga setiap orang dapat melakukannya.
D.  Indikator Hasil Pemberdayaan Masyarakat
Untuk mengukur keberhasilan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan masyarakat, dapat menggunakan indikator yang mengacu kepada pendekatan sistem, sebagai berikut:
1.    Input
a.    Sumber daya manusia, yakni tokoh atau pemimpin masyarakat baik tokoh formal maupun informal yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat.
b.    Besarnya dana yang digunakan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bersangkutan, baik dana yang berasal dari kontribusi masyarakat setempat maupun dana yang diperoleh dari bantuan di luar masyarakat tersebut.
c.    Bahan-bahan, alaat-alat atau materi lain yang digunakan untuk menyokong atau untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut.
2.    Proses
Beberapa contoh indikator pemberdayaan masyarakat adalah:
a.    Jumlah penyuluhan kesehatan dilaksanakan di masyarakat yang bersangkutan.
b.    Frekuensi dan jenis pelatihan dilaksanakan di masyarakat yang bersangkutan dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
c.    Jumlah tokoh masyarakat atau kader kesehatan yang telah diintervensi atau dilatih sebagai motivator atau penggerak pemberdayaan masyarakat.
d.   Pertemuan-pertemuan masyarakat dalam rangka perencanaan atau pengambilan keputusan untuk kegiatan pemecahan masalah masyarakat setempat.
3.    Output
Bebrapa contoh indikator output pemberdayaan masyarakat adalah:
a.    Jumlah dan jenis UKBM (uapaya kesehatan yang bersumberdaya masyarakat) misalnya: Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dana Sehat, dan sebagainya.
b.    Jumlah orang atau anggota masyarakat yang telah meningkat pengetahuan dan perilakunya tentang kesehatan.
c.    Jumlah anggota keluarga yang mempunyai usaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga (income generating).
d.   Menigkatnya fasilitas-fasilitas umum di masyarakat, dan sebagainya.
4.    Outcome
Meskipun indikator ini bukan satu-satunya dampak dari pemberdayaan masyarakat , namun pemberdayaan masyarakat mempunyai kontribusi terhadap indikator-indikator di bawah ini, antara lain:
a.    Menurunnya angka kesakitan dalam masyarakat.
b.    Menurunnya angka kematian umum dalam masyarakat.
c.    Menurunnya angka kelahiran dalam masyarakat.
d.   Meningkatnya gizi anak balita dalam masyarakat.
e.    Menurunnya angka kematian bayi, dan sebagainya.

Posting Komentar

0 Komentar