Pengertian,
prevalensi dan Indikator Anemia gizi besi
Anemia
adalah suatu keadaan penurunan kadar haemoglobin hemotrokit dan jumlah
eritrosit dibawah nilai normal. (Kemenkes RI, 2013)
Anemia
adalah suatu keadaan tubuh yang ditandai dengan defisiensi pada ukuran dan
jumlah eritrosit atau pada kadar haemoglobin yang tidak mencukupi untuk fungsi
pertukaran O2 dan CO2 diantara jaringan dan darah. Pada
penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah
(hemoglobin atau Hb) dibawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya
zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat dan vitamin
B12, tetapi yang sering terjadi karena kekurangan zat besi. Anemia difisiensi
besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut
maupun kronis dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa
pertumbuhan dan masa penyembuhan dari penyakit. (Kemenkes RI, 2013)
Menurut
(Sudargo,
Kusmayanti, & Hidayati, 2018) Jenis-Jenis Anemia yaitu antara
lain:
a.
Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia akibat
kekurangan zat besi. Zat besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin.
Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa disebabkan karena banyak hal. Kurangnya zat
besi pada orang dewasa hampir selalu disebabkan karena perdarahan menahun,
berulang-ulang yang bisa berasal dari semua bagian tubuh.
b.
Anemia Defisiensi Vitamin C
Anemia yang
disebabkan karena kekurangan vitamin C yang berat dalam jangka waktu
lama. Penyebab kekurangan vitamin C adalah kurangnya asupan vitamin C dalam
makanan sehari-hari. Vitamin C banyak ditemukan pada cabai hijau, jeruk, lemon,
strawberry, tomat, brokoli, lobak hijau, dan sayuran hijau lainnya, serta
semangka. Salah satu fungsi vitamin C adalah membantu penyerapan zat besi.
c.
Anemia Makrositik
Anemia yang
disebabkan karena kekurangan vitamin B12 atau asam folat yang diperlukan dalam
proses pembentukan dan pematangan sel darah merah, granulosit, dan platelet.
Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi karena berbagai hal, salah satunya adalah
karena kegagalan usus untuk menyerap vitamin B12 dengan optimal.
d.
Anemia Hemolitik
Anemia
hemolitik terjadi apabila sel darah merah dihancurkan lebih cepat dari normal.
Penyebabnya kemungkinan karena keturunan atau karena salah satu dari beberapa
penyakit, termasuk leukemia dan kanker lainnya, fungsi limpa yang tidak normal,
gangguan kekebalan, dan hipertensi berat.
e.
Anemia Sel Sabit
Yaitu suatu
penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit,
kaku, dan anemia hemolitik kronik. Anemia sel sabit merupakan penyakit genetik
yang resesif, artinya seseorang harus mewarisi dua gen pembawa penyakit ini
dari kedua orang tuanya. Gejala utama penderita anemia sel sabit adalah:
1.
Kurang energi dan sesak nafas
2.
Mengalami
penyakit kuning (kulit dan mata berwarna kuning),
3.
Serangan sakit akut pada tulang dada atau
daerah perut akibat tersumbatnya pembuluh darah kapiler.
f.
Anemia Aplastik
Terjadi apabila sumsum tulang terganggu, dimana
sumsum merupakan tempat pembuatan sel darah merah (eritrosit), sel darah, putih
(leukosit), maupun trombosit.
Anemia
banyak terjadi pada masyarakat terutama pada remaja dan ibu hamil. Anemia pada
remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut World Health
Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia dunia berkisar 40-88%. Jumlah
penduduk usia remaja (10-19 tahun) di Indonesia sebesar 26,2% yang terdiri dari
50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan. Di kutip dalam (Kemenkes RI, 2013)
Rujukan
cut-off point anemia balita 12-59 bulan adalah kadar Hb dibawah 11,0 g/dL. Anak
sekolah usia 6-12 tahun dianggap mengalami anemia bila kadar Hbnya <12,0
g/dL. Di pihak lain, ibu hamil dianggap sebagai salah satu kelompok yang rentan
mengalami anemia, meskipun jenis anemia pada kehamilan umumnya bersifat
‘fisiologis’. Anemia tersebut terjadi karena peningkatan volume plasma yang
berakibat pengenceran kadar Hb tanpa perubahan bentuk sel darah merah. Ibu
hamil dianggap mengalami anemia bila kadar Hb-nya di bawah 11,0 g/dL. Sementara
itu, laki-laki berusia ≥15 tahun dianggap mengalami anemia bila kadar Hb
<13,0 g/dL dan wanita usia subur 15-49 tahun mengalami anemia bila kadar Hb
<12,0 g/dL. (Riskesdes, 2013)
Menurut
data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7%
dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4% penderita
berumur 15-24 tahun. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012
menyatakan bahwa prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar
50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan
usia 19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai risiko terkena anemia paling
tinggi terutama pada remaja putri. Dikutip dalam (Kemenkes RI, 2013)
Secara
umum tingginya prevalensi anemia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
rendahnya asupan zat besi dan zat gizi lainnya seperti vitamin A, C, folat,
riboplafin dan B12 untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam seharinya bisa
dilakukan dengan mengkonsumsi sumber makanan hewani sebagai salah satu sumber
zat besi yang mudah diserap, mengkonsumsi sumber makanan nabati yang merupakan
sumber zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap. (Kasdu, 2004)
Proporsi
penduduk umur ≥1 tahun dengan keadaan anemia mencapai 21,7 persen secara
nasional. Berdasarkan pengelompokan umur, didapatkan bahwa anemia pada balita
cukup tinggi, yaitu 28,1 persen dan cenderung menurun pada kelompok umur anak
sekolah, remaja sampai dewasa muda (34 tahun), tetapi cenderung meningkat
kembali pada kelompok umur yang lebih tinggi. Berdasarkan jenis kelamin
didapatkan bahwa proporsi anemia pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada
laki-laki. Jika dibandingkan berdasarkan tempat tinggal didapatkan bahwa anemia
di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan. (Riskesdes, 2013)
Anemia
gizi besi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebabkan
kekurangan zat, yaitu besi/Fe untuk pembentukan Hb. Standar Hemoglobin pada
masing-masing kelompok umur dapat dilihat pada tabel:
Sumber:
Gibson (2005) dikutip dalam (Sudargo et al., 2018)
Kekurangan
besi terjadi melalui tiga tahap. Tahap pertama terjadi bila simpangan besi
berkurang, yang terlihat dari penurunan ferritin dalam plasma hingga <10
ug/l. besi dalam serum menurun hingga <60 ug/dl. Salah satu indicator
kelebihan besi ialah bila besi dalam serum >175 ug/dl. Pada tahap ini belum
terlihat perubahan fungsonal pada tubuh dapat dilihat pada tabel Ambang batas
untuk defisiensi besi:
Sumber:
Gibson (2005); Gropper dkk (2005) dikutip dalam (Sudargo et al., 2018)
Menurut
(Riskesdes, 2013)
Indikator Anemia Gizi besi yaitu antara lain:
1. Kategori
tingkat keparahan pada anemia:
a.
Kadar Hbgr - 8 gr disebut anemia ringan
b.
Kadar Hb 8 gr – 5 gr disebut anemia sedang
c.
Kadar Hb kurang dari 5 gr disebut anemia berat
2. Kategori tingkat keparahan pada
anemia yang bersumber dari WHO adalah sebagai berikut:
a.
Kadar Hb 11 gr% tidak anemia
b.
Kadar Hb 9-10 gr % anemia ringan
c.
Kadar Hb 7-8 gr% anemia sedang
d.
Kadar Hb < 7 gr% anemia berat
3. Kategori tingkat keparahan anemia adalah
sebagai berikut:
a.
Kadar Hb < 10 gr% disebut anemia ringan
b.
Kadar Hb 7-8 gr% disebut anemia sedang
c.
Kadar Hb < 6gr% disebut anemia berat
d.
Kadar Hb normal pada ibu nifas adalah 11-12 gr %
Batasan
Anemia secara induvidu berdasarkan kadar hemoglobin (Hb) yang diperiksa
per 100 gram mililiter(mL) atau gram per desiliter (dL) adalah:
a.
Anak pra sekolah :
Hb 11 (gr/dL)
b.
Anak sekolah :
Hb 12 (gr/dL)
c.
Laki-laki dewasa :
Hb 13 (gr/dL)
d.
Perempuan dewasa :
Hb 12 (gr/dL)
e.
Ibu hamil :
Hb 11 (gr/dL)
f.
Ibu menyusui :
Hb 12 (gr/dL)
Menurut
(Riskesdes,
2013). Adapun Klasifikasi Prevalensi
kadar hemoglobin untuk penentuan status anemia dalam suatu kelompok umur
(masyarakat) yang ada di suatu wilayah dan dalam jangka waktu
tertentu per konstanta 100 individu untuk menyatakan prevalensinya adalah :
a.
< 15 %** dikatakan mempunyai Prevalensi rendah dan
diinterpretasikan sebagai kelompok masyarakat yang tidak bermasalah dengan
anemia gizi
b.
15 – 40% dikatakan mempunyai Prevalensi sedang dan diinterpretasikan
sebagai kelompok masyarakat yang mempunyai Masalah (ringan – sedang)
dengan anemia gizi.
c.
> 40% dikatakan mempunyai Prevalensi tinggi dan
diinterpretasikan sebagai kelompok masyarakat yang mempunyai masalah
berat dengan anemia gizi.
0 Komentar