Simak Cara Mencegah Diabetes Militus Sejak Dini
Jumlah penderita DM tiap tahun semakin meningkat (prevalensinya
menunjukkan peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan serta
perawatan penderita DM, terutama akibat-akibat yang ditimbulkannya. Jika telah
terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal
sangat sulit, kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap, maka upaya
pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun terhadap kesehatan
masyarakat.
Usaha
pencegahan pada penyakit DM terdiri dari : Pencegahan primordial yaitu
pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko
untuk terjadinya DM, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang
belum terkena DM namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk
terjadinya DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah
agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan
tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun
sudah terjadi komplikasi.
1.
Pencegahan Primordial
Pencegahan
primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor predisposisi/resiko
terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial adalah orang-orang
yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki
faktor resiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting peranannya
dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti
penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani teratur,
pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan menghindari obat
yang bersifat diabetagenik.
2.
Pencegahan Primer
Sasaran
dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi,
yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk mendapatkan
penyakit DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
Pada
pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk mencapai
tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu DM, faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-faktor
tersebut, penatalaksanaan DM, obat-obat untuk mengontrol gula darah,
perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan meningkatkan kegiatan jasmani.
a.
Penyuluhan
Edukasi
DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai DM. Disamping
kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok
masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan.
Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien DM adalah definisi penyakit
DM, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan upaya-upaya menekan
DM, pengelolaan DM secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi DM, serta
pemeliharaan kaki.
b.
Latihan Jasmani
Latihan
jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) memegang
peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang yang tidak
berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar
glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga. Manfaat latihan
jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain:
b.1.
Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah
b.2.
Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa
b.3. Membantu
menurunkan berat badan
b.4.
Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri
b.5. Mengurangi
resiko penyakit kardiovaskular
Laihan
jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani.
c.
Perencanaan Pola Makan
Perencanaan
pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses manajemen DM. Seluruh
penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk
penderita dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah kalori yang tepat umumnya
dihitung berdasarkan kondisi individu pasien.
Perencanaan
makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai saat ini tidak
ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien, namun ada standar
yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat,
protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat = 60-70 %, Protein = 10-15 %, dan Lemak = 20-25 %.
Jumlah
asupan kolesterol perhari disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan lemak
berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly
Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan
jasmani.
3.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan
sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi
dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk
pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama
kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang
tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk
mengembangkan atau memperparah penyakit.
Memberikan
pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan pengelolaan DM memegang
peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
a.
Diagnosis Dini Diabetes
Mellitus
Dalam
menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan pemeriksaan kadar
glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah pasien yang umum
dilakukan adalah :
a.1. Pemeriksaan
kadar glukosa darah setelah puasa.
Kadar
glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110 mg/dl. Seseorang
didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri lebih dari
126 mg/dl dan lebih dari 140 mg/dl jika darah yang diperiksa diambil dari
pembuluh vena.
a.2. Pemeriksaan
kadar glukosa darah sewaktu.
Jika
kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dl, maka harus dilakukan test
lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah
arteri ataupun vena lebih dari 200 mg/dl.
a.3. Test
Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
Test
ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan
dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam < 115 mg/dl, 1 jam
< 200 mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl.
Selain
pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau glycosylated
haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang terbentuk
dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah.18 Nilai yang
dianjurkan oleh PERKENI untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %.17 Semakin
tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh
karena itu pada penderita DM kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %.
Ketika
kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula
darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata
kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. bila kadar
gula darah tinggi dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga.
Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan
(sesuai dengan umur eritrosit). Kadar HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar
gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.19 Jadi walaupun
pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah makan
baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap tidak
terkontrol dengan baik.
b.
Pengobatan Segera
Intervensi
fakmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makanan dan latihan jasmani. Dalam pengobatan ada 2 macam obat yang
diberikan yaitu pemberian secara oral atau disebut juga Obat Hipoglikemik Oral
(OHO) dan pemberian secara injeksi yaitu insulin. OHO dibagi menjadi 3 golongan
yaitu : pemicu sekresi insulin (Sulfonilurea dan Glinid), penambah sensitivitas
terhadap insulin (Metformin dan Tiazolidindion), penambah absobsi glukosa
(penghambat glukosidase alfa).
Selain
2 macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi kombinasi yaitu
dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO jika dengan OHO tunggal
sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Dapat juga menggunakan kombinasi
kombinasi OHO dengan insulin apabila ada kegagalan pemakaian OHO baik tunggal
maupun kombinasi.
4.
Pencegahan Tersier
Pencegahan
tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan
yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan
tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami
kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan
untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyakit
makroangiopati.
Dalam
upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter
mapupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan
komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi
pasien untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam penyuluhan ini yang perlu
disuluhkan mengenai :
a.
Maksud, tujuan, dan
cara pengobatan komplikasi kronik diabetes
b.
Upaya rehabilitasi yang
dapat dilakukan
c.
Kesabaran dan ketakwaan
untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup dengan komplikasi kronik.
Pelayanan
kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama
disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli
disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler,
radiologi, rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya.
0 Komentar